Shalat
Hukum Shalat Jumat Online Saat Pandemi Covid-19
Berikut penjelasan dan sikap Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pandemi Covid-19 mengubah banyak kebiasaan orang.
Demi mencegah penularan virus corona, masyarakat dilarang berkerumun.
Imbauan ini berimbas ke soal pelaksanaan shalat berjamaah di masjid. Termasuk shalat jumat.
Muncul pertanyaan, bolehkah shalat jumat online? Bagaimana hukum shalat jumat online?
Bolehkah shalat Jumat diganti dengan shalat zuhur selama pandemi covid-19?
Berikut penjelasan dan sikap Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dikutip sebagian dari laman muhammadiyah.or.id
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengeluarkan beberapa fatwa berkaitan dengan shalat Jum‘at.
Di antaranya adalah fatwa dalam buku Tanya Jawab Agama (TJA) Jilid 1 halaman 64 tentang shalat Zuhur gantinya shalat Jum‘at yakni seseorang yang tidak bisa melaksanakan shalat Jum‘at karena suatu hal maka penggantinya adalah shalat Zuhur.
Pada Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 01/MLM/I.0/H/2020 tertanggal 14 Maret 2020 tentang Tuntunan Ibadah pada masa Pandemi Covid-19 juga disebutkan kebolehan shalat Jum‘at di rumah untuk menghindari penyebaran virus corona: Apabila kondisi dipandang darurat maka pelaksanaan shalat Jum‘at dapat diganti dengan shalat Zuhur di rumah.

Demikian pula pada Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 05/EDR/I.0/E/2020 tertanggal 4 Juni 2020 tentang Tuntunan dan Panduan Menghadapi Pandemi dan Dampak Covid-19.
Dalam edaran itu dijelaskan bahwa shalat Jum‘at dapat dilakukan di masjid, musala, atau tempat lain yang memungkinkan untuk mencegah penularan virus corona dan dapat dilakukan dua gelombang.
Berkaitan dengan pertanyaan di atas, perlu disampaikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan ibadah Jumat online adalah khutbah dan shalat Jumat yang dilaksanakan secara online atau dalam jaringan (daring) melalui aplikasi telekonferensi video.
Dalam hal ini Zoom Clouds Meeting, sehingga membutuhkan ketersediaan teknologi informasi berupa perangkat keras seperti laptop, komputer atau gawai; jaringan atau daya listrik; serta jaringan internet dan paket data yang memadai.
Termasuk dalam persoalan ini adalah shalat Jum‘at berimam pada siaran on air radio dan televisi.
Ibadah Jum‘at online ini dilakukan atas dasar prinsip at-taysīr (kemudahan) pada situasi darurat pandemi Covid-19, sebab tidak mungkin dilakukan secara normal dengan mengumpulkan banyak orang di masjid.
Hal ini karena salah satu protokol kesehatan terkait pandemi Covid-19 adalah tidak boleh berkerumun atau mengumpulkan banyak orang di suatu tempat.
Jadi, ibadah Jumat online, selanjutnya cukup disebut shalat Jum‘at online, merupakan persoalan kekininan yang belum pernah dipraktikkan pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam.
Shalat Jum‘at online ini termasuk persoalan ijtihādī, sehingga memunculkan ragam pendapat dalam memahaminya.
Dari uraian tentang hukum dan tata cara shalat Jum‘at di atas, dapat diketahui bahwa shalat Jum‘at yang dilakukan secara online ternyata mengandung beberapa problematika, di antaranya adalahL
Pertama: shalat Jum‘at adalah ibadah yang bersifat ta‘abbudī dan termasuk dalam kelompok ibadah yang khās (khusus) atau ma ah, sehingga perincian-perinciannya telah ditetapkan oleh nas al-Qur’an dan Sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam.
Oleh sebab itu dalam shalat Jum‘at tidak diperkenankan adanya kreasi selain apa yang telah dituntunkan. Meng-online-kan shalat Jum‘at termasuk kreasi yang sejatinya tidak diperkenankan.
Ini berbeda dengan akad nikah misalnya, yang merupakan bentuk ibadah muamalat, sehingga memungkinkan adanya kreasi seperti akad nikah dengan bahasa selain bahasa Arab, akad nikah melalui surat atau pun akad nikah secara online.
Kedua: shalat Jumat online tidak sesuai dengan tuntunan shalat Jumat, khususnya tentang kesatuan tempat secara hakiki (nyata), bukan virtual, ketersambungan jamaah, posisi imam dan makmum serta beberapa keutamaan shalat jamaah.
Dalam shalat Jumat online, tentu kesatuan tempat secara hakiki (nyata) tidak tercapai, karena jamaah shalat Jum‘at online bisa berada di mana pun sesuai dengan keberadaan masing-masing jamaah.
Ketersambungan jamaah juga tidak bisa dicapai karena jamaah ada di berbilang tempat dan lokasi.
Demikian pula posisi imam dan makmum menjadi tidak jelas siapa yang di depan dan siapa yang di belakang serta tidak berlaku lagi ketentuan lurusnya shaf shalat.
Ketiga: rukhsah untuk ditinggalkannya shalat Jum‘at adalah diganti dengan shalat Zuhur.
Hal ini, selain memang sudah diterangkan dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam pada penjelasan di atas, mengambil shalat Zuhur sebagai rukhsah juga sebagai jalan memilih hal yang lebih mudah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam menuntunkan bahwa ketika memilih di antara dua perkara, maka dipilihlah yang paling mudah dilakukan, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis berikut,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا [رواه البخاري].
Artinya:
“Dari ‘Āisyah radhiyallahu anha (diriwayatkan) bahwa ia berkata, tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam memilih di antara dua perkara kecuali beliau mengambil yang paling mudah di antara keduanya, selama tidak ada dosa” [H.R. al-Bukhārī].
Kemajuan teknologi harus diakui sebagai berkah yang besar. Di bidang medis, kemajuan teknologi mampu menyelamatkan puluhan juta manusia untuk bertahan hidup.
Di bidang komunikasi, orang dapat bertemu dan berkomunikasi di ruang virtual (maya).
Tetapi teknologi jangan sampai melakukan mekanisasi terhadap kehidupan manusia, sehingga hidup manusia di bawah kendali mesin-mesin yang menyebabkan ruang pribadi dan ruang spiritual manusia menjadi kehilangan makna.
Tidak semua kehidupan manusia dapat dimasuki oleh kemajuan teknologi.
Pada bidang ibadah, kemajuan teknologi harus dibatasi, karena ibadah merupakan komunikasi manusia dengan Tuhan secara langsung.
Seandainya kemajuan teknologi masuk dalam bidang ibadah, misalnya azan, mengimami shalat atau berkhutbah dilakukan oleh robot, maka proses ibadah menjadi bukan lagi proses manusiawi, tetapi proses mekanisasi.
Artinya, satu dimensi kehidupan manusia yang sangat penting sudah tergerus oleh mesin-mesin yang diciptakan manusia sendiri.
Jadi, penerimaan kemajuan teknologi dalam bidang ibadah tetap harus dibatasi, termasuk dalam ibadah shalat Jum‘at ini, shalat dilakukan sebagaimana adanya.
Keempat: sungguh pun shalat Jum‘at online adalah masalah ijtihādī, namun secara realitas telah menimbulkan kontroversi di masyarakat. Oleh sebab itu, sesuatu hal yang menimbulkan kontroversi sebaiknya ditinggalkan, sebagaimana kaidah fikihiah berikut ini,
الخُرُوجُ مِنَ الْخِلَافِ مُسْتَحَبٌّ.
Artinya: “Keluar dari khilaf (kontroversi) itu disukai.”
Adapun jalan keluar yang paling ideal dari sebuah kontroversi adalah kembali kepada nas, yaitu rukhsah shalat Jum‘at yang tidak dapat dilaksanakan adalah diganti dengan shalat Zuhur. Hal ini mengacu pada al-Qur’an surah an-Nisā’: 59,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَ لِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS: an-Nisā’: 59)
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpandangan bahwa,
Shalat Jum‘at adalah ibadah ma ah yang wajib dilaksanakan sesuai ketentuan yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassallam.
Segala sesuatu dalam ibadah ma ah yang dilakukan di luar tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassallam tidak dapat dibenarkan.
Shalat Jum‘at hukumnya wajib dikerjakan, sehingga apabila terjadi suatu kondisi yang mengakibatkan tidak dapat terlaksananya shalat Jum‘at, maka kewajiban shalat Jum‘at menjadi gugur dan diganti dengan shalat Zuhur.
Dalam keadaan darurat karena pandemi Covid-19 ini, jika hendak mendirikan shalat Jum‘at, maka dapat dilaksanakan secara terbatas di rumah atau tempat lainnya selain masjid atau dapat melaksanakan shalat Jum‘at di masjid secara bergantian (gelombang) dengan tetap menjaga protokol kesehatan secara sangat ketat.
Praktik shalat Jum‘at secara online, walaupun itu persoalan ijtihādī, namun ada ketentuan shalat Jum‘at yang tidak dapat tercapai dalam praktik shalat Jum‘at secara online, yaitu adanya kesatuan tempat secara hakiki (nyata), ketersambungan jamaah, pengaturan posisi imam dan makmum yang sesuai dengan ketentuan shalat jamaah (makmum berada di belakang imam) serta keutamaan-keutamaan shalat Jum‘at.
Di samping itu, shalat Jum‘at yang dilakukan secara online justru lebih memberi kesulitan baru karena mengharuskan ketersediaan serangkaian perangkat online daripada menggantinya dengan shalat Zuhur.
Sejauh penelusuran terhadap berbagai literatur, Majelis Tarjih dan Tajdid belum menemukan dalil atau alasan yang kuat untuk mengganti shalat Jum‘at dengan shalat Jum‘at secara online.
Oleh karena itu, dengan tanpa mengurangi rasa hormat terhadap pendapat yang berbeda, Majelis Tarjih dan Tajdid belum dapat menerima pelaksanaan shalat Jum‘at secara online
Demikian jawaban fatwa dari kami semoga dapat dipahami. Kami juga mengajak kepada warga Persyarikatan untuk senantiasa berdoa kepada Allah swt agar dijauhkan dari pandemi Covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia.
Warga Persyarikatan hendaknya mengikuti semua fatwa maupun putusan dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah pada masa pandemi Covid-19 ini dan mengikuti arahan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan penyesuaian
https://www.suaramuhammadiyah.id/2021/02/16/fatwa-tarjih-hukum-shalat-jumat-online/