Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Shalat

Hukum Shalat Jumat Online Saat Pandemi Covid-19

Berikut penjelasan dan sikap Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

SURYA.CO.ID/Sugiharto
Ilustrasi shalat berjamaah saat pandemi covid-19 

Artinya:

“Dari ‘Āisyah radhiyallahu anha (diriwayatkan) bahwa ia berkata, tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam memilih di antara dua perkara kecuali beliau mengambil yang paling mudah di antara keduanya, selama tidak ada dosa” [H.R. al-Bukhārī].

Kemajuan teknologi harus diakui sebagai berkah yang besar. Di bidang medis, kemajuan teknologi mampu menyelamatkan puluhan juta manusia untuk bertahan hidup.

Di bidang komunikasi, orang dapat bertemu dan berkomunikasi di ruang virtual (maya).

Tetapi teknologi jangan sampai melakukan mekanisasi terhadap kehidupan manusia, sehingga hidup manusia di bawah kendali mesin-mesin yang menyebabkan ruang pribadi dan ruang spiritual manusia menjadi kehilangan makna.

Tidak semua kehidupan manusia dapat dimasuki oleh kemajuan teknologi.

Pada bidang ibadah, kemajuan teknologi harus dibatasi, karena ibadah merupakan komunikasi manusia dengan Tuhan secara langsung.

Seandainya kemajuan teknologi masuk dalam bidang ibadah, misalnya azan, mengimami shalat atau berkhutbah dilakukan oleh robot, maka proses ibadah menjadi bukan lagi proses manusiawi, tetapi proses mekanisasi.

Artinya, satu dimensi kehidupan manusia yang sangat penting sudah tergerus oleh mesin-mesin yang diciptakan manusia sendiri.

Jadi, penerimaan kemajuan teknologi dalam bidang ibadah tetap harus dibatasi, termasuk dalam ibadah shalat Jum‘at ini, shalat dilakukan sebagaimana adanya.

Keempat: sungguh pun shalat Jum‘at online adalah masalah ijtihādī, namun secara realitas telah menimbulkan kontroversi di masyarakat. Oleh sebab itu, sesuatu hal yang menimbulkan kontroversi sebaiknya ditinggalkan, sebagaimana kaidah fikihiah berikut ini,

الخُرُوجُ مِنَ الْخِلَافِ مُسْتَحَبٌّ.

Artinya: “Keluar dari khilaf (kontroversi) itu disukai.”

Adapun jalan keluar yang paling ideal dari sebuah kontroversi adalah kembali kepada nas, yaitu rukhsah shalat Jum‘at yang tidak dapat dilaksanakan adalah diganti dengan shalat Zuhur. Hal ini mengacu pada al-Qur’an surah an-Nisā’: 59,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَ لِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved