Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

OTT Menteri KKP

Ditangkap KPK Karna Kasus Suap, Prabowo : Setiap Kebijakan yang Diambil Untuk Kepentingan Masyarakat

Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo yang tersandung kasus korupsi menegaskan setiap kebijakan yang diambilnya untuk kepentingan masyarakat

Editor: Erlina Langi
tribunnews
Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Mantan Menteri kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, saat  ini tengah diadili.

Ia ditangkap karena terlibat kasus suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) yang membuatnya harus mendekam dibalik jeruji besi

Meski begitu Edhy Prabowo tetap merasa segala kebijakan yang dibuatnya untuk kepentingan rakyat

Dilansir dari WARTAKOTAlive.com Prabowo menegaskan setiap kebijakan yang dikeluarkannya semasa menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, didasarkan atas kepentingan masyarakat.

Ia mengatakan, apabila dalam praktiknya menemui kendala, seperti kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) yang menjeratnya sebagai tersangka, hal itu ia pandang sebagai konsekuensi yang mesti dihadapi.

"Saya tidak bicara lebih baik atau tidak, saya ingin menyempurnakan (kebijakan)."

"Intinya adalah setiap kebijakan yang saya ambil untuk kepentingan masyarakat."

"Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat, akhirnya saya dipenjara, itu sudah risiko bagi saya," ujar Edhy di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/2/2021).

Foto : Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/prabowo' title='Prabowo'>Prabowo</a> di pelataran Gedung Merah Putih <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/kpk' title='KPK'>KPK</a>, <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/jakarta-selatan' title='Jakarta Selatan'>Jakarta Selatan</a>, Senin (22/2/2021)
Foto : Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/2/2021) (warta kota)

Edhy tak menyangkal kebijakan yang dikeluarkan berpotensi mengandung kesalahan.

Namun, ia menganggap hal itu sebagai tantangan.

"Kalau ada kesalahan, ya ada kesalahan."

"Saya tidak menafikan pasti ada kesalahan."

"Tapi kalau kita mau berusaha, takut salah, kapan lagi kita mau berusaha?" Tuturnya.

Edhy memandang program ekspor benih lobster memiliki peluang yang besar untuk menghidupi masyarakat.

Terlebih faktanya, menurut dia, pertumbuhan ekonomi di sektor perikanan tumbuh positif, meski negara sedang menghadapi pandemi Covid-19.

"Masyarakat penangkap ikan ada tambahan pekerjaan kalau menangkap lobster."

"Satu orang kalau harganya Rp 5 ribu sehari dapat 100, ada Rp 500 ribu pendapatannya."

"Siapa yang mau ngasih uang mereka itu? Negara sendiri sangat terbatas untuk itu," ucapnya.

Kebijakan ekspor benih lobster, katanya, turut memberikan pemasukan terhadap kas negara.

"Anda sendiri harus catat, berapa PNBP yang kita peroleh selama 3 bulan itu?"

"Ada Rp 40 miliar sudah terkumpul, bandingkan dengan peraturan yang lama, seribu ekor hanya Rp 250."

"Di zaman saya, 1 ekor seribu ekor minimal, makanya terkumpul uang itu," papar Edhy.

Edhy Prabowo juga membantah vila yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah miliknya.

Hal tersebut diungkapkan tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) itu, usai masa penahanannya diperpanjang selama 30 hari ke depan oleh KPK.

“Semua kepemilikan itu kan atas nama siapa dan sebagainya juga enggak tahu,” cetus Edhy.

Namun, Edhy mengakui pernah ditawarkan vila yang berlokasi Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat itu.

Akan tetapi, ia tak mengambilnya lantaran harganya terlampau mahal.

“Saya pernah ditawarkan memang untuk itu, tapi kan saya enggak tindaklanjuti, harganya mahal juga,” jelasnya.

Sebelumnya, tim penyidik KPK menyita 1 unit vila beserta tanah seluas 2 hektare di Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (18/2/2021).

Penyitaan berkaitan dengan kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Plt Juru Bicara Ali Fikri mengungkapkan, vila dan tanah tersebut diduga milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, yang terjerat dalam kasus ini.

“Diduga villa tersebut milik tersangka EP (Edhy Prabowo)."

"Yang dibeli dengan uang yang terkumpul dari para eksportir yang mendapatkan izin pengiriman benih lobster di KKP,” papar Ali, Kamis (18/2/2021).

Ali berkata, usai dilakukan penyitaan, tim penyidik KPK lantas memasang plang penyitaan pada vila tersebut.

Foto : Deputi Penindakan <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/kpk' title='KPK'>KPK</a>, Karyoto (kiri) memberikan keterangan di Gedung <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/kpk' title='KPK'>KPK</a>, Jakarta Pusat, Kamis (26/11/2020). Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/prabowo' title='Prabowo'>Prabowo</a>, Andreau Pribadi Misata dan pengusaha Amiril Mukminin resmi ditahan <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/kpk' title='KPK'>KPK</a> usai menyerahkan diri yang terkait kasus perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Foto : Deputi Penindakan KPK, Karyoto (kiri) memberikan keterangan di Gedung KPK, Jakarta Pusat, Kamis (26/11/2020). Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo, Andreau Pribadi Misata dan pengusaha Amiril Mukminin resmi ditahan KPK usai menyerahkan diri yang terkait kasus perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. (Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan))

Dalam perkara ini, KPK menetapkan total tujuh tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap adalah Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor.

Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo. Salah satunya ialah untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, Amerika Serikat.

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.

Ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.

Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.

KPK juga telah menyita 5 mobil, uang senilai Rp16 miliar, serta 9 sepeda. (Ilham Rian Pratama)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Edhy Prabowo: Setiap Kebijakan Saya untuk Kepentingan Masyarakat, Kalau Dipenjara Itu Risiko

https://wartakota.tribunnews.com/2021/02/22/edhy-prabowo-setiap-kebijakan-saya-untuk-kepentingan-masyarakat-kalau-dipenjara-itu-risiko?page=all

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved