Hukuman Mati
Juliari dan Edhy Layak Dihukum Mati, Ini Komentar Kader PDIP
Ancaman hukuman mati tertuang dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-undang 31Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
TRIBUNMANADO.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyatakan, pihaknya tak menutup kemungkinan menjerat dua mantan menteri Kabinet Jokowi-Maruf Amin, Juliari P Batubara dan Edhy Prabowo hukuman mati.
Ancaman hukuman mati tertuang dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-undang 31Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, tim penyidik lembaga antirasuah membuka opsi penerapan Pasal 2 atau 2 UU Tipikor.
Keduanya juga bisa dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) sepanjang ditemukan alat bukti yang mencukupi.
"Pengembangan sangat dimungkinkan seperti penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor, bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti TPPU," kata Ali melalui keterangannya, Rabu (17/2).
Pernyataan Ali sekaligus menanggapi pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej yang menyebut Juliari dan Edhy layak dituntut hukuman pidana mati.
"Kami tentu memahami harapan masyarakat terkait penyelesaian kedua perkara tersebut, termasuk soal hukuman bagi para pelakunya. Benar, secara normatif dalam UU Tipikor terutama Pasal 2 ayat (2) hukuman mati diatur secara jelas dan dapat diterapkan," ujar Ali.
Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar."
Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."
Ali mengatakan, dalam menuntut terdakwa kasus korupsi dengan pidana mati, tim penuntut umum harus bisa membuktikan seluruh unsur yang ada dalam Pasal 2 UU Tipikor tersebut.
"Akan tetapi bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati, namun tentu seluruh unsur pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi," kata Ali.
Diberitakan sebelumnya, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menilai, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara layak dituntut ancaman hukuman mati.
Hal ini disampaikan Eddy Hiariej, sapaan Edward Omar Hiariej saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional "Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakkan Hukum di Masa Pandemi" yang ditayangkan secara daring di akun YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa (16/2/2021).
"Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK. Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mana pemberatannya sampai pidana mati," kata Omar dalam acara tersebut.
Edhy Prabowo merupakan tersangka penerima dugaan suap izin ekspor benur atau benih lobster. Sementara Juliari tersangka kasus dugaan suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Menurut Eddy Hiariej, kedua mantan Menteri itu layak dituntut hukuman mati karena melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, korupsi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan jabatan mereka sebagai menteri.
"Jadi dua yang memberatkan itu, dan itu sudah lebih dari cukup dengan Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor," kata Eddy.
Perlu Efek Jera
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad sependapat dengan usul penerapan hukuman mati pada eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
"Hukuman mati itu kan memberi efek jera ya. Sehingga orang tidak akan berani lagi melakukan tindakan-tindakan merugikan banyak pihak," kata Abraham Samad melalui keterangannya, Rabu (17/2/2021).
Menurut Abraham Samad, Juliari Batubara dan Edhy Prabowo melakukan korupsi di tengah masyarakat kesusahan karena pandemi Covid-19. Harusnya, sebagai perwakilan pemerintah, keduanya menyelesaikan masalah ini, bukan melakukan korupsi.
Abraham Samad mengatakan, KPK harus mempertimbangkan usul yang disampaikan oleh Wamenkumham Edward Omar. Hal ini supaya orang tidak berani melakukan korupsi lagi.
Mantan Ketua KPK lainnya, Agus Rahardjo, meyakini tindak pidana korupsi yang diperbuat eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara layak diganjar dengan hukuman mati.
Hal ini dikarenakan rentang waktu korupsi yang mereka berdua lakukan, terjadi saat Indonesia tengah dilanda bencana pandemi Covid-19.
"Undang-undangnya memungkinkan. Apabila syaratnya terpenuhi bisa diterapkan hukuman mati," kata Agus lewat pesan singkat, Rabu (17/2).
Agus menilai, hukuman mati terhadap keduanya bisa menjadi efek jera yang paling efektif untuk mencegah perilaku koruptif pejabat negara terulang di kemudian hari.
Tak hanya hukuman mati, Agus bahkan mendorong agar kedua tersangka ini bisa dikenakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dikatakan Agus, hal Ini layak diterapkan, lantaran belakangan mulai terkuak adanya pihak-pihak lain yang ikut kebagian uang hasil korupsi kedua mantan Menteri Jokowi itu, serta upaya menyembunyikan uang korupsi dalam bentuk lain.
"Hukuman maksimal lain pantas digunakan, yaitu hukuman seumur hidup dan diberlakukan TPPU kepada yang bersangkutan," tegas Agus.
Hemat Opini
Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno dapat memahami bahwa korupsi adalah kejahatan terhadap keadilan sosial dan peri kemanusiaan. Soal tuntutan hukuman, menurutnya harus menunggu proses konstruksi hukumnya.
"Namun, biarlah hukum yang bicara, karena konstruksi hukum yang valid memiliki asas filosofis, sosiologis dan yuridis yang kuat dan terukur," kata Hendrawan saat dihubungi Tribunnews, Rabu (17/2).
Anggota Komisi XI DPR RI ini menyatakan, semua pihak harus sabar menunggu tuntutan hukuman yang dijatuhkan, mengingat saat ini kasus tersebut sudah masuk ranah hukum.
Proses penyelidikan dan penyidikan masih terus dilakukan untuk datang dengan konstruksi hukum yang benar dan adil.
"Untuk sementara ini sebaiknya kita hemat opini, baik opini akademis maupun opini politis, agar aparat penegak hukum dapat bekerja dengan kejujuran dan kesungguhan," ucap Hendrawan.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai tak perlu berspekulasi soal tuntutan hukuman terhadap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
"Setiap perkara ada konstruksi masing-masing, makanya kita jangan berspekulasi. Biarkan aparat penegak hukum menjalankan tugasnya sesuai Undang-Undang," kata Habiburokhman kepada wartawan, Rabu (17/2/2021).
Habiburokhman mengatakan, tuntutan terhadap kedua mantan menteri itu tergantung fakta dan bukti. Fakta tersebut harus melalui proses hukum yang ujungnya disimpulkan oleh hakim.
"Fakta hukum itu apa yang dikumpulkan oleh penyidik lalu dikontestasi di persidangan dengan bukti-bukti terdakwa lalu disimpulkan oleh hakim," ucap Anggota Komisi III DPR RI itu.
Habiburokhman enggan berkomentar lebih jauh terkait kasus tersebut. Dia mengimbau semua pihak menyerahkannya ke proses hukum yang sedang berjalan kepada KPK.(*)