Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

5 Fakta Penyebab Pesawat Sriwijaya Air Jatuh, Mesin Mati Satu, KNKT Sebut Harusnya Tak Apa

Berikut lima fakta penyebab pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di sekitar Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 9 Januari 2021.

Penulis: Alexander Pattyranie | Editor: Alexander Pattyranie
via CNBC
Potret Pesawat Sriwijaya Air. Rekaman percakapan Pilot Sriwijaya AIr SJ 182 dan Pengatur Lalu Lintas Udara sebelum pesawat jatuh. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Sebelumnya, Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di sekitar Kepulauan

Seribu, Jakarta, pada 9 Januari 2021.

Baik penumpang ataupun pilot, tak selamat dalam peristiwa ini.

Setelah peristiwa itu, banyak spekulasi yang muncul.

Namun, perlahan mulai terungkap penyebab jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 ini.

Berikut 5 Fakta Penyebab Pesawat Sriwijaya Air Jatuh :

1. KNKT Gelar Konferensi Pers Ungkap Kondisi saat-saat Terakhir

Flight Data Recorder (FDR) pesawat Sriwijaya Air PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu ditunjukkan di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (12/1/2021). FDR Sriwijaya Air SJ 182 yang ditemukan oleh tim penyelam TNI di perairan Kepulauan Seribu selanjutnya akan dibawa KNKT untuk dilakukan pemeriksaan. Tribunnews/Irwan Rismawan

Foto : Flight Data Recorder (FDR) pesawat Sriwijaya Air PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu ditunjukkan di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (12/1/2021). FDR Sriwijaya Air SJ 182 yang ditemukan oleh tim penyelam TNI di perairan Kepulauan Seribu selanjutnya akan dibawa KNKT untuk dilakukan pemeriksaan. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Komite Nasional Keselamatan Transportasi ( KNKT) mengungkap kondisi dan saat-saat terakhir pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sebelum jatuh di sekitar Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 9 Januari 2021.

Kondisi itu berdasarkan rekaman flight data recorder atau salah satu bagian hitam dari kotak hitam pesawat tersebut, serta data dari Air Traffic Controller (ATC) Bandara Soekarno-Hatta.

Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengatakan, pesawat berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 14.36 WIB.

"FDR mencatat bahwa pada ketinggian 1.980 kaki, autopilot mulai aktif atau engage," ujar Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV pada Rabu (10/2/2021).

2. Bermula saat Mencapai Ketinggian 8.150 Kaki

Ketua KNKT <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/nurcahyo-utomo' title='Nurcahyo Utomo'>Nurcahyo Utomo</a>, Wakil Ketua KNKT Haryo Satmiko dan Koordinator Air Safety Investigation KNKT Oni Soerjo Wibowo saat jumpa pers soal kelayakan terbang pesawat Lion Air PK-LQP, di Jakarta,  Kamis (29/11/2018).

Foto : Ketua KNKT Nurcahyo Utomo, Wakil Ketua KNKT Haryo Satmiko dan Koordinator Air Safety Investigation KNKT Oni Soerjo Wibowo saat jumpa pers soal kelayakan terbang pesawat Lion Air PK-LQP, di Jakarta, Kamis (29/11/2018). (TRIBUNNEWS/RIA ANASTASIA)

Nurcahyo menjelaskan, masalah pada pesawat Boeing 737-500 itu bermula saat mencapai ketinggian 8.150 kaki.

"Pada ketinggian 8.150 kaki, throttle atau tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri bergerak mundur, kata Nurcahyo.

"Tenaga mesin atau putaran mesin juga ikut berkurang, sedangkan mesin sebelah kanan tetap," tuturnya.

Pada pukul 14.38.51 WIB, karena kondisi cuaca, pilot kemudian meminta kepada Pengatur Lalu Lintas Udara (ATC) untuk berbelok ke arah 075 derajat.

Saat itu, ATC memberikan izin.

ATC juga memperkirakan perubahan itu akan menyebabkan pesawat SJ 182 akan bertemu pesawat lain, yang berangkat dari bandara yang sama di Bandara Soekarno-Hatta, dengan tujuan yang sama, yaitu Pontianak.

"Maka, SJ 182 diminta berhenti naik di ketinggian 11.000 kaki," kata Nurcahyo.

Pada pukul 14.39.47 WIB, pesawat mulai berbelok ke kiri saat melewati ketinggian 10.600 kaki dan berada di 046 derajat.

"Tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri bergerak mundur, atau throttle kiri bergerak mundur, yang kanan tetap," kata Nurcahyo.

ATC kemudian memberi instruksi untuk naik ke ketinggian 13.000 kaki. Pilot sempat menjawabnya pada pukul 14.39.59 WIB.

"Ini adalah komunikasi terakhir yang terekam di rekaman komunikasi pilot di ATC Bandara Soekarno-Hatta," kata Nurcahyo.

FDR kemudian merekam bahwa pesawat Sriwijaya Air SJ 182 mencapai ketinggian tertinggi 10.900 kaki pada pukul 14.40.05 WIB.

3. Autopilot Tidak Aktif

"Setelah ketinggian ini pesawat mulai turun, autopilot tidak aktif atau disengage, arah pesawat pada saat itu adalah 016 derajat," kata Nurcahyo.

"Sikap pesawat atau hidungnya mulai naik atau pitch up dan pesawat mulai miring atau roll ke sebelah kiri," kata Nurcahyo.

Saat itu, Nurcahyo mengatakan bahwa throttle sebelah kiri semakin berkurang, sedangkan yang bagian kanan tetap.

FDR mencatat aktivitas terakhir pesawat pada pukul 14.40.10 WIB. Saat itu autothrottle mulai tidak aktif dan pesawat dalam keadaan menunduk.

"Sekitar 20 detik kemudian flight data recorder mulai berhenti merekam," kata Nurcahyo.

4. KNKT Sebut Harusnya Mesin Mati Satu Tak Apa

Kapten Nurcahyo Utomo, mengatakan pihaknya belum mengetahui apakah benar autothrottle menjadi penyebab Sriwijaya Air SJ-182 jatuh.

Pasalnya, autothrottle memiliki banyak input dari beberapa komponen.

Ia pun menyebut adanya kemungkinan gejala kerusakan pada mesin lain.

"Kita belum tahu apakah benar autothrottle mengalami malfunction, karena autothrottle punya banyak input dari beberapa komponen."

"Mungkin gejala yang muncul adalah di autothrottle, tapi kerusakannya ada di tempat lain."

"Ini yang sampai saat ini kita belum bisa menentukan, apa yang menyebabkan," beber Nurcahyo Utomo, dikutip dari tayangan Breaking News KompasTV.

Ia menerangkan, jika pesawat mengalami mesin mati di satu bagian, bukanlah sebuah masalah.

Lantaran, pesawat masih bisa terbang meskipun satu mesin mati.

Pihaknya masih mencari jawaban soal mengapa pesawat bisa roll (perputaran pesawat) dan pitch down (menurunkan nose pesawat) jika benar hanya ada kerusakan pada autothrottle.

"Harusnya, logikanya, pesawat mesin mati satu itu enggak apa-apa. Mesin mati satu pun (pesawat) masih bisa terbang."

"Lalu kenapa kalau autothrottle-nya saja pesawatnya bisa roll dan pitch down? Kembali ini kita juga mencari jawabannya," tuturnya.

Autothrottle pada pesawat, kata Nurcahyo, sebenarnya bukan komponen yang penting.

Namun, ia kembali menegaskan, bahwa pihaknya masih mencari jawaban terkait mengapa pesawat mengalami roll.

"Autothrottle sendiri bukan suatu komponen yang signifikan, yang mandatory, sehingga diizinkan rusak untuk 10 hari," katanya.

"Mengapa tidak te-recover, kenapa pesawatnya menjadi roll, ini yang kita juga belum tahu," lanjutnya.

5. Cockpit Voice Recorder Harapan Terakhir

Untuk mengetahui percakapan pilot saat insiden terjadi, cockpit voice recorder (CVR) harus ditemukan.

"Mudah-mudahan kita bisa tahu jawabannya kalau CVR ditemukan," kata Nurcahyo.

Namun, pihaknya telah menandai posisi koordinat yang diduga menjadi lokasi CVR.

Tanda tersebut berupa garis di bawah laut sebanyak lima kotak.

"Posisi koordinat CVR sudah kami tengarai, mengacu pada ditemukannya FDR juga elektronik modul atau casing dari CVR dan FDR," ungkap Nurcahyo, dilansir Tribunnews.

"Kami sudah membuat garis di bawah laut, sebanyak lima kotak."

"Dugaan kami CVR tertimbun lumpur, penyelam akan menggali wilayah yang telah dikotakkan," imbuh dia.

Nurcahyo menambahkan pihaknya telak menggunakan alat peniup lumpur untuk memudahkan proses pencarian CVR.

Ia pun berharap semoga CVR segera ditemukan agar bisa diketahui percakapan antara pilot dan kopilot di dalam kokpit.

"Kemarin sudah kita tiup pagi, saat sorenya sudah kembali tertimbun lumpur sungai."

"Mudah-mudahan di waktu tidak terlalu lama bisa kita temukan," tandasnya.

Kronologi SJ-182 lepas landas hingga hilang dari radar dan akhirnya jatuh :

14.36 WIB - Sriwijaya Air SJ-192 lepas landas dari runway 25 Bandara Soekarno-Hatta untuk bertolak ke Bandara Supadio, Pontianak.

Pesawat lalu melewati ketinggian 1.700 kaki dan diinstruksikan naik ke ketinggian 29.000 kaki, mengikuti standar alur keberangkatan.

14.38 WIB - SJ-182 melewat ketinggian 7.900 kaki dan meminta arah 075 derajat pada ATC karena alasan cuaca.

ATC lalu menginstruksikan SJ-182 naik ke ketinggian 11.000 kaki karena pada ketinggian yang sama, ada pesawat Air Asia yang juga terbang menuju Pontianak.

14.39 WIB - Pesawat berada di ketinggian 10.600 kaki, lalu diinstruksikan agar naik ke ketinggian 13.000 kaki.

SJ-182 merespons instruksi tersebut.

Tiba-tiba pesawat terpantau belok ke arah kiri atau barat laut.

Padahal seharusnya pesawat belok ke kanan di posisi 075 derajat.

14.40 WIB - Pihak ATC mengonfirmasi arah Sriwijaya Air SJ-182 namun tak direspons.

SJ-182 hilang dari radar dan ATC mencoba memanggil pilot pesawat, kembali tak direspons.

Pesawat jatuh di perairan Kepulauan Seribu.

(Tribunmanado.co.id/Alfa Pattyranie/Kompas.com/Fitria Chusna Farisa/Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Gilang Putra, Kompas.com/Ardito Ramadhan)

BERITA PILIHAN EDITOR :

 Kakek dan Nenek Diamuk Massa Nyaris Tewas, Dituding Jadi Dukun Santet, Rumah Dibakar Rata Tanah

 Ungkapan Ibunda Angel Sepang: Dihina Orang Kami Hanya Pasrah

 Kiwil Janji Serahkan Semua Hartanya, Rohimah: Enaklah, Rumahnya Atas Nama Gue

TONTON JUGA :

Sumber 1 :

https://nasional.kompas.com/read/2021/02/10/14574131/knkt-ungkap-kronologi-jatuh-dan-saat-saat-terakhir-sriwijaya-air-sj-182.

Penulis : Fitria Chusna Farisa

Editor : Bayu Galih

Sumber 2 :

https://www.tribunnews.com/nasional/2021/02/10/soal-dugaan-penyebab-sriwijaya-air-sj-182-jatuh-knkt-harusnya-mesin-mati-satu-tak-apa.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti

Editor: Arif Tio Buqi Abdulah

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved