Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Insentif Nakes

Insentif Nakes Disunat 50 Persen, Segini Uang yang Akan Mereka Terima

Pemerintah memutuskan melanjutkan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) yang menangani pandemi Covid-19.

Editor: muhammad irham
Kompas tv/Xinhua/Ye Pingfan)
Ilustrasi - Nakes menjalani vaksin Covid-19 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pemerintah memutuskan melanjutkan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) yang menangani pandemi Covid-19.

Namun untuk tahun 2021 ini, besaran insentif mengalami penurunan alias dipotong dari jumlah sebelumnya. Tak tanggung-tanggung, jumlah pemotongannya mencapai 50 persen dibandingkan insentif yang diterima para nakes pada tahun 2020 lalu.

Dalam salinan Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 soal ketetapan besaran insentif nakes yang beredar di media sosial, tercantum penjelasan bahwa tenaga kesehatan dan peserta PPDS yang menangani Covid-19 akan diberikan insentif dan santuan kematian.

Insentif bagi dokter spesialis sebesar Rp7.500.000, peserta PPDS Rp6.250.000, dokter umum dan gigi Rp5.000.000, bidan dan perawat Rp3.750.000, dan tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp2.500.000. Sementara santunan kematian per orang sebesar Rp300.000.000.

”Pelaksanaan atas satuan biaya tersebut agar memperhatikan hal-hal berikut: satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui, agar tetap memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yaitu akuntabilitas, efektif, efisien dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan," demikian bunyi poin kedua surat tersebut.

SK itu diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tertanggal 1 Februari 2021 menindaklanjuti surat Menteri Kesehatan Nomor KU.01.01/Menkes/62/2021 tanggal 21 Januari 2021 tentang Permohonan Perpanjangan Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta PPDS (program Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani Covid-19.

Selain itu pada poin ketiga tertulis bahwa satuan biaya berlaku terhitung mulai bulan Januari 2021 sampai Desember 2021, dan dapat diperpanjang kembali jika ada kebijakan baru terkait penangangan pandemi Covid-19.

Satuan biaya itu juga hanya berlaku untuk tenaga kesehatan di daerah yang masuk darurat pandemik dan melakukan tugas penanganan Covid-19.

Jika dibandingkan dengan tahun lalu, besaran insentif nakes tahun 2021 ini turun cukup signifikan.

Pada tahun 2020, besaran insentif dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum/dokter gigi Rp 10 juta, bidan atau perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta. Sementara santunan kematian bagi tenaga medis yang meninggal karena tertular corona masih tetap sama sebesar Rp300.000.000.

Keputusan Menkeu Sri Mulyani itu tak ayal menuai beragam tanggapan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut pemangkasan sebanyak 50 persen itu tidak sepatutnya dilakukan saat kondisi pandemi dan kematian nakes akibat Covid-19 mengganas.

IDI menilai pemerintah tidak memiliki rasa prihatin di atas kondisi krisis. IDI khawatir keputusan sepihak pemerintah itu dapat membuat kekecewaan dan demotivasi para nakes di seluruh tanah air.

”Kalau perlu duduk bersama dibahas kembali antara Kemenkeu, Kemenkes, dan organisasi profesi. Kalau sampai tenaga kesehatan marah, selesai semua kita,” kata Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto, Kamis (4/2). ”Bukannya kami mengejar uang, dengan insentif kemarin hanya cukup saja dengan tanda kutip,” imbuhnya.

Slamet mengaku sempat mendapat keluhan dari teman sejawat dokter saat surat tertanggal 1 Februari 2021 yang dikirimkan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin itu beredar.

Tak hanya berbicara soal materi, Slamet merasa kecewa terhadap keputusan sepihak pemerintah tanpa rembukan terlebih dahulu.

Menurutnya, jika alasannya karena negara tak lagi memiliki anggaran, maka ia mempertanyakan kenapa pendapatan pegawai Kementerian Keuangan tak ikut dipangkas.

Padahal, insentif untuk tenaga kesehatan sebelum pemotongan juga masih jauh lebih kecil dibandingkan gaji pegawai Kemenkeu.

”Yang pasti insentif yang diterima tenaga kesehatan masih jauh di bawah take home pay-nya (gaji bersih) pegawai Kementerian Keuangan eselon III, masak diturunkan," kata dia.

Slamet meminta pemerintah berterus terang bilamana negara sedang krisis keuangan. Sebab menurutnya IDI bakal memaklumi.

"Kami mau terbuka kok, kalau negara tidak ada uang mau apalagi. Namun pemerintah tidak peka, tidak sense of crisis. Kan kasihan nakes dan dokter sampai mengorbankan keselamatannya. Saya rasa perlu dikaji ulang lah ini," kata dia.

Dengan harapan itu, Slamet meminta agar pemerintah duduk bersama cukup dengan tiga elemen itu sehingga seluruh permasalahan klir dan dapat dicari jalan tengah.

Slamet mengaku belum bisa menjawab pertanyaan para dokter yang berkeluh ke IDI karena ia sendiri tidak mengetahui parameter apa yang digunakan pemerintah dalam memutuskan kebijakan anyar ini.

"Kalau memang begitu, tidak usah bayar saja, jadi terus terang saja, jangan tiba-tiba mengeluarkan SK sepihak," kata Slamet.

Hal serupa juga disampaikan Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadilah.

Ia menilai pemerintah tidak peka dengan kondisi nakes di lapangan yang berjibaku setiap harinya dengan Covid-19. Belum lagi risiko ikut terpapar Covid-19 yang harus ditanggung para nakes.

Menurut Harif, meski nakes sudah mendapatkan vaksin Covid-19, bukan berarti beban kerja mereka pun berkurang. Mengingat kasus Covid-19 di tanah air terus bertambah dengan angka kematian yang juga melonjak.

Dihubungi terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, rencana pemangkasan besaran insentif tenaga kesehatan (nakes) itu dilakukan agar pendanaan lebih efektif.

Menurut Nadia yang juga Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Kemenkes itu, pemerintah berencana menambah relawan petugas kesehatan untuk penanganan pandemi virus corona.

"Ada penyesuaian [anggaran] supaya lebih efektif, karena relawan kesehatan akan bertambah dan ini petugas kesehatan yang bukan pegawai tetap, jadi kita juga memperbanyak upaya padat karya," kata Nadia.

Nadia menerangkan, meski jumlah relawan bertambah, insentif nakes akan tetap ada pada 2021. Hanya saja, terdapat penyesuaian besaran insentif.

"Jumlah relawan bertambah tetap ada penyesuaian insentif untuk nakes," tutur dia lagi.

Penambahan jumlah relawan petugas kesehatan tersebut juga dianggap sebagai bentuk memenuhi kebutuhan nakes pada masa pandemi Covid-19. Nadia berharap, kebutuhan SDM tenaga kesehatan dapat terpenuhi di tempat-tempat perawatan.

Adapun perihal pemotongan insentif nakes itu, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani berdalih besaran insentif tenaga kesehatan masih dikoordinasikan bersama Kementerian Kesehatan.

"Kemenkeu bersama Kemenkes masih terus melakukan penghitungan detail rencana belanja detail dengan perkembangan dinamis ini sehingga dukungan untuk penanganan covid dapat terpenuhi di 2021 ini," jelasnya.

Sementara Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan membatalkan keputusan pemangkasan itu. DPR khawatir pemotongan insentif itu membuat nakes yang berjibaku di garda terdepan menangani Covid-19 kecewa.

"Seandainya garda terdepan ini mereka mendengar insentifnya dikurangi, ini pasti berbahaya. Dia sudah merelakan nyawanya, merelakan waktunya memakai APD 24 jam, mereka sudah mengerahkan semuanya 24 jam," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Ansory Siregar dalam rapat dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Rabu (3/2) kemarin.

Dengan kondisi itu, Ansory mendesak agar rencana pemotongan insentif nakes dibatalkan dan Kemenkes diharapkan segera melunasi insentif yang dilaporkan menunggak itu. Komisi IX pun seluruhnya sepakat untuk membawa dua kesimpulan itu dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kemenkes.

Menjawab desakan DPR itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemangkasan insentif tenaga kesehatan (nakes) sebesar 50 persen masih dalam tahap diskusi antara pihaknya dan Kemenkeu.

"Yang insentif nakes inilah memang agak apa ya. Di dalam ada diskusi, tadi pagi saya ada rapat dengan Pak Presiden dan ada ibu Menteri keuangan. Saya sudah bicara dengan beliau, kesimpulannya akan ada diskusi lagi," kata Budi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

Budi melanjutkan rencana pemangkasan insentif itu masih akan dikaji dengan pertimbangan aspirasi dari anggota legislatif. Kemenkeu, kata Budi bakal mengevaluasi dengan mempertimbangkan keadaan batas anggaran Kemenkes.

"Jadi aspirasi ini ditangkap oleh Kemenkeu, nanti kita akan mendiskusikan lagi. Anggaran di Kemenkeu memang sudah kena dari batas yang diberikan izinnya komisi anggaran DPR RI," lanjut Budi.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved