Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Internasional

Ganggu Perekonomian Global, Konflik Geopolitik AS-China Masih Tinggi, Ini Saran Mahbubani

Hingga kini AS dan China masih terus berebut kekuasaan dunia yang menyebabkan perekonomian dunia menjadi tidak stabil.

Editor: Isvara Savitri
ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO
Kishore Mahbubani. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) dan China hingga kini masih terus bersaing berebut kekuatan.

Persaingan sengit geopolitik AS dan China ini menjadi pertaruhan pemulihan ekonomi global ke depan.

Menurut mantan diplomat Singapura sekaligus Dosen Praktik Kebijakan Publik Lee Kuan Yew School of Public Policy di Universitas Nasional Singapura, Kishore Mahbubani mengatakan perseteruan geopolitik dua negara ini masih akan berlangsung selama 10 tahun ke depan.

“Persaingan geo politik ini bisa menghambat pemulihan ekonomi global,” ujar Mahbubani dalam Mandiri Investment Forum 2021, Rabu (3/2/2021) lalu.

Persaingan ini selalu dan masih akan terjadi ketika AS yang saat ini masih menjadi kekuatan terbesar dunia dalam proses disalip oleh kekuatan terbesar kedua, yaitu Tiongkok.

Berhentinya dua raksasa dunia itu bersaing akan mempercepat pemulihan ekonomi.

Maka, saran Mahbubani, dunia harus bersuara untuk menghentikan kedua negara berebut kekuasaan dalam geopolitiknya.

"Jika ini terjadi, bisa terjadi pembalikan yang luar biasa,” kata Mahbubani.

Apalagi, saat ini dunia membutuhkan kerjasama dalam menangangi pandemi virus corona (Covid-19).

Salah satu tantangan ke depan kata dia adalah kenaikan angka kemiskinan. 

Di bawah kepemimpinan Joe Biden, AS ada kemungkinan  mengurangi tensi perang dengan China dengan mulai melakukan banyak dialog.

Namun, ini bukan berarti perang kedua negata ini  berhenti .

“Tensinya akan turun, jika era Trump 90 persen hubungan China dan AS adalah kompetisi dan 10 persen kerja sama,  Biden akan membawa 60 persen kerja sama dan 40 persen kompetisi,” ujar dia. 

Aliansi AS di bawah Biden akan lebih kuat, khususnya Asia Timur untuk mendukung AS.

Namun ini tak mudah, menyusul keputusan Trump keluar dari Transpacific Partnership dan sulit kembali.

Sumber: Kontan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved