Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pajak Pulsa

Penjelasan Lengkap Kementeraian Keuangan Soal Pajak Pulsa, Kartu Perdana, Token Listrik dan Voucher

Pemerintah akan memberlakukan kebijakan baru yakni pajak penjualan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.

Editor: muhammad irham
int
Ilustrasi token listrik 

"Itulah kenapa PPN disebut Pajak Objektif, karena yg dikenai objeknya yaitu konsumsi. Disebut juga Pajak Tidak Langsung, karena sasarannya konsumen barang/jasa tapi pemungutannya melalui pengusaha di tiap mata rantai: pabrikan>distributor>pengecer>konsumen akhir," bebernya.

Di akhir utasnya, Prastowo menilai kebijakan baru ini tidak perlu dijadikan polemik.

Ia menyampaikan hal ini sudah merupakan hal yang biasa, karena menguntungkan publik dan negara.

"Jadi sesungguhnya tak perlu terjadi polemik dan kontroversi. Ini hal yg biasa, bahkan menguntungkan publik dan negara. Semoga penjelasan sy bermanfaat. Mohon bantu jelaskan ke mereka yg msh ragu atau tidak jelas. Mari terus bekerja sama utk kebaikan Indonesia tercinta. Salam," tutupnya.

Berikut utas lengkap Prastowo terkait kebijakan aturan baru pajak pembelian pulsa:

"Paket Reformasi Pajak 1983 melahirkan UU 6 Tahun 1983 (UU KUP), UU 7 Tahun 1983 (UU PPh), UU 8 Tahun 1983 (UU PPN), dan UU 12 Tahun 1985 (UU PBB). Sejak 1984, sistem dan praktik perpajakan Indonesia berubah signifikan. Reformasi melibatkan para ahli dr AS dan Belanda," tutur Prastowo.

Lebih lanjut, Prastowo menerangkan PPN adalah pajak konsumsi barang atau jasa.

Hal ini berarti siapapun yang membeli barang atau jasa yang menurut UU dikenai pajak, maka akan wajib membayar PPN.

Karena itu PPN disebut sebagai Pajak Objektif, karena yang dikenai objeknya yaitu konsumsi.

Tak hanya itu, PPN juga disebut sebagai Pajak Tidak Langsung karena sasarannya konsumen barang atau jasa, namun pemungutannya melalui pengusaha di tiap mata rantai.

"Itulah kenapa PPN disebut Pajak Objektif, karena yg dikenai objeknya yaitu konsumsi. Disebut juga Pajak Tidak Langsung, karena sasarannya konsumen barang/jasa tapi pemungutannya melalui pengusaha di tiap mata rantai: pabrikan>distributor>pengecer>konsumen akhir," bebernya.

Di akhir utasnya, Prastowo menilai kebijakan baru ini tidak perlu dijadikan polemik.

Ia menyampaikan hal ini sudah merupakan hal yang biasa, karena menguntungkan publik dan negara.

"Jadi sesungguhnya tak perlu terjadi polemik dan kontroversi. Ini hal yg biasa, bahkan menguntungkan publik dan negara. Semoga penjelasan sy bermanfaat. Mohon bantu jelaskan ke mereka yg msh ragu atau tidak jelas. Mari terus bekerja sama utk kebaikan Indonesia tercinta. Salam," tutupnya.

Berikut utas lengkap Prastowo terkait kebijakan aturan baru pajak pembelian pulsa:

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved