Berita Heboh
Masih Ingat Tanah Bergerak di Aceh? Pakar Ini Yakini Disebabkan Tanah Sudah Jenuh terhadap Air
Seorang pakar meyakini fenomena itu terjadi karena Tanah Sudah Jenuh terhadap Air.
TRIBUNMANADO.CO.ID, BANDA ACEH - Masih Ingat Tanah Bergerak di Aceh?
Peristiwa itu terjadi di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar.
Seorang pakar meyakini fenomena itu terjadi karena Tanah Sudah Jenuh terhadap Air.
Meski permukaan tanah di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar
terus menurun dari hari ke hari, tetapi penyebab utama terjadinya fenomena geologis
itu belum terjawab secara pasti.
Kalaupun ada klaim pihak tertentu tentang penyebabnya itu masih bersifat asumsi atau
klaim sepihak setelah melakukan observasi beberapa jam di lokasi kejadian.
Dr Nazli Ismail, misalnya, meyakini fenomena tanah bergerak yang terjadi sejak 10 Januari
lalu itu disebabkan tanah di Gampong Lamkleng sudah jenuh terhadap air setelah berhari-hari
turun hujan lebat menjelang tanggal 10 Januari 2021 dan setelahnya.
Kebetulan, kata Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah
Kuala (USK) ini, lokasi tanah bergerak tersebut hanya sekitar 300 meter dari Sungai (Krueng) Aceh.
Rekahannya pun memanjang mengikuti alur sungai.
Tebing tanah pun miringnya ke arah sungai.
Ketika hujan turun deras dan tanahnya labil, kata Nazli, semua itu berkontribusi terhadap
terjadinya fenomena tanah bergerak di Lamkleng yang kedalamannya kini sudah hampir 2 meter.
Selain Nazli, ada lagi ilmuwan yang berpendapat tentang penyebab terjadinya fenomena
tanah longsor atau tanah amblas di Gampong Lamkleng itu.
Dia adalah Khairul Umam ST MSc, Laboran Teknik Geologi Fakultas Teknik USK.
Saat berkunjung ke lokasi Sabtu (16/1/2021), untuk tahap awal Khairul menyimpulkan
bahwa pergerakan tanah yang terjadi di Lamkleng itu akibat rayapan tanah.
Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa
butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali.
Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan pohon atau rumah miring,
bahkan tumbang.
"Kondisi tanah di bawah datar, sedangkan di atas berjalan secara perlahan-lahan," ujar Anggota
Tim Survei Geologi dari Prodi Teknik Geologi USK ini kepada Serambinews.com, Minggu (17/1/2021).
Menurut Khairul, dalam peta geologi, tidak ada patahan sesar Sumatra di kawasan Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie.
Namun, pergerakan ini murni karena kerentanan tanah.
Kondisi tanah yang rentan tak sanggup lagi menampung beban di atasnya seperti bangunan,
sehingga secara perlahan-lahan lereng tanah turun, terutama saat curah hujan tinggi.
"Kemungkinan, pergerakan tanah ini bisa lambat terjadinya apabila musim kemarau," kata Khairul.
Di luar pendapat Khairul Umam dan Nazli Ismail di atas, kini muncul klaim baru dari sejumlah
mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) tentang penyebab tanah longsor
di Gampong Lamkleng itu.
Para mahasiswa ini datang ke Aceh bukan khusus untuk meneliti fenomena geologis berupa
pergerakan tanah di Gampong Lamkleng, Aceh Besar.
Mereka berada di Banda Aceh dan Aceh Besar justru untuk melakukan riset jejak
paleotsunami (tsunami purba) di Guha Ek Luntie, Kecamatan Lhoong, Ace Besar.
Begitu mendengar kabar ada fenomena tanah bergerak di Gampong Lamkleng,
para mahasiswa tersebut pun tertarik untuk datang, melihat langsung kondisinya.
Setelah berkoordinasi dengan pejabat di Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA),
para mahasiswa ITB itu pun difasilitasi dan dikawal untuk sampai ke Gampong
Lamkleng pada 13 Januari lalu.
"Adik-adik mahasiswa dari ITB itu ingin observasi lapangan. Kita temani ke Lamkleng.
Semoga memenuhi harapan mereka untuk riset," kata sumber Serambinews.com di BPBA.
Setelah observasi lapangan beberapa jam di lapangan, para mahasiswa itu pun menarik
kesimpulan bahwa pergerakan tanah di Gampong Lamkleng itu erat kaitannya dengan
aktivitas galian C (material pasir dan batu) di sungai terdekat.
"Ya, begitu informasi yang saya terima dari tim mahasiswa ITB yang datang ke lokasi tanah
bergerak di Gampong Lamkleng itu," kata sumber tersebut.
Ia juga merincikan pendapat tim mahasiswa ITB tersebut bahwa fenomena tanah bergerak
itu merupakan akumulasi dari aktivitas galian C pada masa lalu dan masa kini.
Sumber Serambinews.com menduga, di antara akademisi dan laboran teknik geologi yang
survei ke lokasi sudah ada yang tahu tentang korelasi antara fenomena tanah bergerak
itu dengan aktivitas galian C di sungai terdekat.
"Namun, dugaan saya mungkin beliau tidak nyaman untuk mengungkapkannya," kata sumber Serambinews.com.
Ia juga menimpali, "hal itu menunjukkan hipotesa gerakan tanah tersebu karena aktivitas
hidrologi secara perlahan mulai terbantahkan," katanya.
Di akhir perbincangannya dengan Serambinews.com, sumber tersebut hanya mengingatkan
bahwa, "Untuk kasus ini adagium 'Kita jaga alam, alam jaga kita' tampaknya berlaku secara absolut."
Dengan munculnya pemikiran dari para mahasiswa ITB itu, berarti hingga saat ini sudah ada
tiga pendapat tentang penyebab terjadinya fenomena tanah bergerak atau tanah longsor
di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie.
Ditunggu, hasil survei berikutnya untuk memperkuat atau justru membantah pendapat yang
sudah ada, sehingga penyebab tanah bergerak itu tak lagi jadi misteri.
(serambinews.com/Yarmen Dinamika)
BERITA TERPOPULER :
Baca juga: Masih Ingat Kisah Pengusaha Kaya Gugat Istri Karena Anak Mereka Jelek? Ini Fakta dari Foto Viral Itu
Baca juga: Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, Calon Pengantin Wanita Ini Tewas Terjepit Lift di Tempat Kerja
Baca juga: Kisah Sedih Gadis Cantik yang Dikurung dalam Kandang dan Berpakaian dari Kain Karung Beras
TONTON JUGA :
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Diduga, Ini Faktor Baru Penyebab Tanah Bergerak di Kuta Cot Glie
Penulis: Yarmen Dinamika
Editor: Muhammad Hadi