Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah

Kaya Mendadak, Miskin Pun Mendadak, Kisah Sedih Tukang Perahu di Objek Wisata Pulau Tiga

Sabtu (18/1/2021) siang itu, mustinya adalah hari panen bagi tukang perahu yang biasa mengantar wisatawan ke pulau tiga.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
tribunmanado.co.id/Arthur Rompis
Seorang pria tidur pulas di atas perahu yang  terbalik. Dengkurannya bersaing dengan debur ombak dari pantai pulau tiga, Maelang, Kecamatan Sang Tombolang, Kabupaten Bolmong. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Seorang pria tidur pulas di atas sebuah perahu yang  terbalik. 

Suara dengkurannya bersaing dengan debur ombak dari pantai pulau tiga, Maelang, Kecamatan Sang Tombolang, Kabupaten Bolmong.

Sabtu (18/1/2021) siang itu, mustinya adalah hari panen bagi tukang perahu yang biasa mengantar wisatawan ke pulau tiga.

Tapi hari itu, pengunjung hanya bisa dihitung dengan jari.

Sialnya lagi, semuanya sudah puas berwisata di pinggir pantai. Tak ada yang mau bermain ke pulau.

Tukang perahu, yang biasanya menjadi tokoh utama objek wisata yang sudah mendunia itu, tersisih.

Kemalasan pun mendera mereka. Apalagi cuaca mendung dan baru saja makan.

Seorang diantaranya jatuh tertidur. Lainnya asyik bermain gaple di bawah pohon, tak jauh dari posisi tukang perahu tadi.

Kehidupan para tukang perahu di pulau tiga memang bak kisah dongeng si itik buruk rupa.

Ketenaran pulau tersebut mulai tiga tahun lalu, membuat mereka kaya mendadak.

Pengunjung yang datang sehari mencapai ratusan. Bila hari libur bisa ribuan.

Mereka antre menyewa perahu menuju pulau tiga. Ongkosnya 25 ribu per orang.

"Pendapatan kami per hari bersih 1 juta," kata Meidi, seorang tukang perahu pada Tribun Manado Sabtu (17/1/2021) pagi.

Pernah, kata dia, pendapatannya mencapai 3 jutaan perhari. Itu di hari setelah lebaran.

"Pengunjung datang dari seluruh Sulut. Bahkan luar Sulut. Ada pula dari Cina dan Eropa," katanya.

Kehidupan Meidi berubah sejahtera. Ia bisa membangun rumah dan menabung. Hal yang tak mungkin dilakukannya dulu.

Sebelum booming pantai itu, kehidupannya sungguh nelangsa. Pekerjaannya buruh bangunan di Manado. Dengan gaji 
harian yang hanya  cukup makan sehari.

"Saya diselamatkan oleh objek wisata ini, saya bisa bikin rumah, teman teman saya yang lain bisa nabung, ada yang 
sudah berpikir mau naik haji," kata dia.

Namun semuanya seperti mimpi indah. Ketika bangun, keindahan lenyap. Berganti kepahitan hidup dalam kenyataan.

Datangnya wabah Covid membuat Meidi kembali ke saat saat yang gelap.Tempat wisata ditutup pada pertengahan tahun lalu.

Meidi pun bekerja serabutan. Kemiskinan kembali lagi dalam sekejab.

Ketika new normal dan objek wisata itu dibuka, pengunjung sangat kurang. Susah payah ia mencari pelanggan.

"Sekarang dapat 100 ribu saja sudah untung," kata dia.

Mardi seorang penjual makanan di lokasi wisata membeber kisah sedih anaknya yang jadi tukang perahu.

Mardi, nama sang anak, kini ikut kapal ikan demi menyambung hidup.

"Setelah covid, ia berhenti jadi tukang perahu, kerja serabutan hingga akhirnya ikut kapal ikan," kata dia.

Perahu milik anaknya kini sudah dibawa ke darat. Ia sudah lupa perahu itu berada di mana, kebun atau rumah.

Ia bercerita, dulu sang anak bisa beroleh penghasilan 500 hingga sejuta perhari.

"Kini hanya bisa kirim tak sampai sejuta per bulan, dengan itu kami bergantung hidup. Ayahnya sudah tua. Tak bisa lagi turun ke sawah," kata dia.

Ia berharap program vaksinasi oleh pemerintah bisa mengatasi Covid dan tempat itu kembali ramai. (tribunmanado.co.id)

Baca juga: Viral Video Anak Penyandang Down Syndrom Tak Rela Abangnya Menikah, Terungkap Perlakuan Sang Kakak

Baca juga: Inka Menangis Kenang Kebaikan Sang Ayah Aiptu Kifni Kawulur: Papa Paling Baik Sekali

Baca juga: Promo Alfamart Terbaru, Diskon Harga Beras hingga Aneka Snack, Cek Katalognya!

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved