Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pelanggaran Kode Etik

DKPP Kuliti 9 Penyelenggara Pemilu di Sulut: Kasus Ijazah Palsu, Selingkuh hingga Like Medsos Calon

Di Provinsi Sulawesi Utara,  sedikitnya 9 penyelenggara Pemilu, baik komisioner KPU maupun Bawaslu dikuliti di sidang etik oleh DKPP.

Penulis: Ryo_Noor | Editor: Rizali Posumah
tangkapan layar Sidang Kode Etik DKPP
Sidang kode etik DKPP - 9 penyelenggara Pemilu, baik komisioner KPU maupun Bawaslu dikuliti di sidang etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.  

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Kasus pemberhentian Arief Budiman sebagai  KPU RI hanya segelintir kasus yang menjerat para penyelenggara pemilu. 

Di Provinsi Sulawesi Utara,  sedikitnya 9 penyelenggara Pemilu, baik komisioner KPU maupun Bawaslu dikuliti di sidang etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. 

Ada yang kena jerat pelenggaran etik,  ada lagi yang tak terbukti melanggar hingga dipulihkan nama baiknya,  
Namun ada pula yang  kasusnya masih berproses. 

Kasusnya pun beragam,  mulai dari kasus meloloskan ijazah palsu calon kepala daerah, kasus perselingkuhan hingga kasus like facebook kepala daerah

Siapa saja penyelenggara yang terseret sidang kode etik oleh DKPP? tribunmanado.co.id, merangkum sejumlah nama

1. Stela Runtu dan Darul Halim

Paling santer mencuat ke publik kasus ijazah palsu Calon Bupati Minahasa Utara,  Shintia Gelly Rumumpe. 

Dua nama yang oleh DKPP dinilai paling bertanggung jawab yakni Ketua KPU Minut,  Stela Runtu dan Darul Halim,  Koordinator Divisi Teknis KPU Minut. 

Alhasil di antara 5 komisioner KPU Minut, Stela dan Darul mendapang hukuman paling berat karena meloloskan ijazah palsu Calon Bupati Minut.

Stela dicopot dari jabatan Ketua KPU Minut, sementara Darul harus menanggalkan jabatan koordinator Divisi Teknis KPU Minut. Dua komisioner ini juga mendapat teguran keras dari DKPP. 

Meski diberhentikan dari jabatan,  Stela dan Darul tetap masih berstatus komisioner KPU Minut

Adapun, kasus ini mencuat di tahapan pendaftaran bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Minut. 

Shintia Gelly Rumumpe, satu di antara calon yang terindikasi menggunakan ijazah palsu yang dilegalisir bukan oleh pejabat yang berwenang.

Pengadu Noldy Awuy dan Efraim Kahagi telah melakukan sanggahan tertulis ke KPU Kabupaten Minahasa Utara terkait pencalonan SGR sebagai calon bupati yang diusung Partai Nasdem atas dugaan penggunaan ijazah palsu.

Sanggahan tertulis itu ditindaklanjuti dengan verifikasi faktual oleh Teradu dengan mendatangi SMU Pelita 3 Nomor 3 yang berada di Jakarta Timur. 

Setelah klarifikasi ke Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur membantah telah melagalisir ijazah SGR. Sementara itu, SMU Pelita 3 Nomor 3 mengatakan SGR tidak ditemukan dalam buku induk siswa.

Pada 16 September 2020, KPU menerima kelengkapan berkas ijazah SMU milik SGR yang telah dilegalisir oleh Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Minut dan dinyatakan memenuhi syarat oleh para Teradu (KPU) yang disaksikan oleh Bawaslu.

Pengadu meyakini legalisir ijazah SGR tidak dilakukan oleh pejabat yang berwenang yakni pihak sekolah SMU Pelita 3 Nomor 3, Pulogadung, atau Suku Dinas Pendidikan Nasional Jakarta Timur (tempat sekolah berada).

Efraim Kahagi mengungkapkan sejumlah kejanggalan atas ijazah SGR yang diserahkan dalam pencalonannya sebagai bupati sehingga berkesimpulan terjadi pemalsuan. 

Antara lain NIP (Nomor Induk Pegawai) kepala sekolah yang berbeda, stempel logo sekolah dan tanggal penerbitan ijazah.

Atas dasar itu, kedua Pengadu menilai para Teradu telah menyalahgunakan jabatan secara sadar terkait dokumen perbaikan yang diserahkan SGR yang mana sebelumnya telah diputuskan dalam pleno tidak memenuhi syarat.

Sementara itu, para Teradu membantah dalil aduan yang disampaikan Pengadu. Menurut Ketua KPU Minut Stella Martina Runtu, seluruh tahapan pendaftaran pasangan calon telah sesuai dengan aturan dan dilakukan dengan transparan.

Ia menilai pernyataan Pengadu yang mengatakan ijazah SGR sudah dinyatakan palsu dalam rapat pleno sama sekali tidak benar dan sangat tendensius dan sensasional. 

Kedua Pengadu juga dinilai gagal paham atas prosedur kerja, tugas pokok, dan fungsi KPU sebagai penyelenggara pemilu.

“Bukan wewenang dari KPU Kabupaten Minahasa Utara bahwa ijazah tersebut palsu atau tidak. Ada lembaga lain yang berwenang yakni Satuan Pendidikan yang mengeluarkan ijazah (SMU Pelita 3 Nomor 3) atau instansi penegak hukum,” ungkapnya. 

Teradu menambahkan pengembalian dokumen persyaratan bukan karena ijazah palsu, tetapi karena ada masa perbaikan termasuk legalisasi ijazah. Hal tersebut berlaku juga bagi pasangan calon lain yang dokumennya belum lengkap.

Terkait legalisir ijazah SGR, para Teradu mengaku telah melakukan verifikasi ke Suku Dinas Pendidikan Nasional Jakarta Timur dan SMU Pelita 3 Nomor 3. Hasil verifikasi mengatakan yang bersangkutan (SGR) telah menunjukan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang asli. 

2. Hendra Lumanauw, Dikson Lahope, dan  Robby Manopo 

Ketiga komisioner KPU Minut ini masih satu paket terlibat kasus etik meloloskan ijazah palsu Calon Bupati Shintia Gelly Rumumpe. 

DKPP memutuskan ketiga sosok ini juga melanggar kode etik.  Hanya saja, sanksi untuk Hendra,  Dikson dan Robby masih lebih ringan yakni diberi teguran keras.

3. Simon Awuy dan Rocky Ambar

Ketua Bawaslu Minut,  Simon Awuy dan Anggota Bawaslu Rocky Ambar juga ikut terseret kasus ijazah palsu Calon Bupati Minut SGR. 

Namun,  DKPP RI memutuskan 2 Komisioner Bawaslu Minahasa Utara ini tidak terbukti  melanggar kode etik. 

DKPP menyidangkan kasus dugaan ijazah palsu Calon Bupati Minut,  Shintia Gelly Rumumpe.

Sidang kode etik itu dilangsungkan secara virtual, Rabu (13/1/2021).

Ketua DKPP memutuskan menolak seluruhnya aduan yang diajukan para pengadu. 

Sebenarnya, selain dua nama di atas ada lagi nama Rahman Ismail sebagai teradu dua dalam kasus tersebut

Namun DKPP tak lagi membacakan nama Rahman Ismail dalam putusan tersebut.  DKPP sebelumnya sudah mengambil keputusan terhadap Rahman Ismail dalam kasus berbeda dengan sanksi pemberhentian tetap

Adapun Kasus disidangkan DKPP menyangkut dua perkara,  yakni perkara 131-PKE-DKPP/X/2020 dan perkara 142-PKE-DKPP/XI/2020. 

4. Rahman Ismail

Rahman Ismail terpaksa harus menelan pil pahit,  setelah dipecat DKPP RI dari jabatan Anggota Bawaslu Minut atas pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. 

Rahman ini dipecat akibat dugaan skandal perselingkuhan lewat putusan DKPP bernomor 114-PKE-DKPP/X/2020 tertanggal 16 Desember 2020 itu

Meski sudah dipecat, Rahman balik melawan.  Melaui kuasa hukumnya menggugat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait putusan tersebut

Isyana Konoras, Kuasa hukum Rahman menilai pemecatan dalam putusan bernomor 114-PKE-DKPP/X/2020 tertanggal 16 Desember 2020 itu berlebihan dan cacat hukum serta mencerminkan kesewenang-wenangan anggota DKPP RI.

"Poin-poin kecacatan yang dilakukan oleh Ketua dan Anggota DKPP yakni perkara yang diadukan kepada teradu Rahman Ismail adalah tuduhan perbuatan asusila dan disertai dengan pengancaman pembunuhan sehingga sidang perkara tersebut digelar secara tertutup, karena berkaitan dengan harkat dan martabat penyelenggara pemilu. Sehingga hal tersebut juga harus terjadi dalam sidang pembacaan putusannya, bukan diekspos seperti itu," ujarnya

Ia mengatakan atas kecerobohan anggota DKPP yang dilakukan secara sengaja tersebut menyebabkan hancur-leburnya harkat dan martabat teradu Rahman Ismail yang publikasi di media cetak, media online dan sosial media berupa justifikasi yang bersumber pada putusan tersebut. 

5. Topan Balilio

Topan Balilio,  Komisioner KPU Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel)  juga satu di antara penyelenggara Pemilu yang 'dikuliti' DKPP. 

Kasusnya cukup unik,  Topan dilaporkan karena diduga me-like postingan video akun media sosial facebook Calon Bupati Bolsel di Pilkada 2020.

DKPP pun masih memproses kasus ini,  terakhir digelar sidang pemeriksaan untuk perkara nomor 188-PKE-DKPP/XII/2020 pada Senin (11/1/2021).

Topan diadukan oleh Ketua DPRD Kabupaten Bolsel, Arifin Olii, melalui kuasanya Jein Djauhari.

Topan diperiksa karena diduga telah memberikan tanda atau simbol like (suka) pada video kampanye yang di-posting oleh tim kampanye pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Bolsel, yaitu Riston Mokoagow-Selviah Van Gobel.

Selain itu, Pengadu juga menduga Teradu memiliki hubungan kekeluargaan dengan Calon Bupati Bolsel, Riston Mokoagow. Menurut Pengadu, hal ini belum pernah diumumkan oleh Teradu kepada publik.

Dalil-dalil di atas pun dibantah oleh Topan selaku Teradu. Terkait dugaan menyukai postingan video, pada 25 Oktober 2020 sekitar pukul 12.00 WITA, Topan dihubungi oleh salah staf KPU Kabupaten Bolsel dan staf tersebut menanyakan kepadanya tentang video terkait.

Ditanyai hal itu, Topan pun mengaku terkejut dan menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memberikan tanda suka (like) terhadap posting-an itu. Bahkan ia mengatakan tidak mengetahui adanya posting-an video salah satu tim kampanye pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bolsel.

Dalam dalil Pengadu, video tersebut di-posting oleh akun bernama Pieter Nasiki dan disukai oleh akun Facebook Teradu pada 21 Oktober 2020.

“Untuk membuktikan keyakinan, saya langsung membuka log aktivitas Facebook dari tanggal 21-25 Oktober 2020, dalam log aktifitas tersebut tidak ada satu pun riwayat yang memberikan bukti teradu memberikan tanda suka (like) pada salah satu postingan yang dimaksud,” ungkap Topan.

Ia menambahkan, dirinya juga telah menonton video yang di-posting berulang-ulang. Hasilnya, tidak ada nama akun facebook miliknya yang memberikan tanda suka untuk video tersebut.

Tak hanya itu, Topan juga menyatakan bahwa dirinya telah menghubung akun facebook atas nama Pieter Nasiki selaku akun yang mempublikasi video itu melalui aplikasi pesan singkat messenger. Akun facebook atas nama Pieter Nasiki memberikan balasan bahwa akun facebook atas nama Topan Bolilio tidak pernah memberikan tanda suka pada posting-an miliknya.

Bantahan juga dilontarkan oleh Topan atas dalil Pengadu terkait hubungan kekerabatan yang dimilikinya dengan Calon Bupati Bolsel, Riston Mokoagow. Menurutnya, tidak ada yang ditutup-tutupi terkait ini.

Kepada majelis, ia mengakui bahwa dirinya memang memiliki hubungan kerabatan  dengan Riston Mokoagow. Topan telah menyerahkan surat pernyataan terkait ini kepada Kasubbag Teknis Grace Winda dan menyampaikannya kepada koleganya sesama komisioner KPU Kabupaten Bolsel.

Menurut pengakuannya, Riston adalah adik iparnya. Istri dari Risto, kata Topan, adalah adik kandungnya.

“Pada tanggal 19 September 2020, Teradu menyatakan diri untuk tidak terlibat dalam proses verifikasi dokumen pencalonan paslon Bupati dan Wakil Bupati Riston Mokoagow dan Selvia Abdul Wahab Van Gobel dan juga penyusunan jadwal kunjungan ke sekolah dan kampus di mana pasangan calon in casu pernah mengenyam pendidikan,” jelas Topan.

Ia menambahkan, dirinya juga telah menyatakan diri tidak terlibat dalam proses penyusunan dan verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam di atas setelah kunjungan KPU Bolaang Mongondow Selatan ke Sekolah dan Kampus pasangan calon pada 27 September 2020.

“Lebih lanjut teradu telah melaksanakan Konferensi Pers tanggal 8 Oktober 2020 di hadapan wartawan terkait dengan penyampaian adanya hubungan keluarga/sanak saudara penyelenggara pemilu dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bolaang Mongondow Selatan,” tandasnya. (ryo) 

Baca juga: Desa Liberia Timur Masuk Nominasi Kampung Tangguh Tingkat Nasional

Baca juga: Daftar Nama 6 Korban Sriwijaya Air yang Temuan Potongan Tubuhnya Sudah Berhasil Diidentifikasi

Baca juga: Status Bolsel Turun Jadi Zona Orange, Warga Positif Covid-19 Bertambah 1 Orang

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved