Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Proses Vaksinasi

Pernyataan Wamenkumham Jika Menolak Vaksinasi Akan Dipidana, Begini Tanggapan Pakar Hukum Kesehatan

Seperti yang diketahui proses vaksinasi akan dimulai. Presiden Jokowi disuntik vaksin aan jadi tanda dimulainya proses vaksinasi.

Editor: Glendi Manengal
Tribunnews
Vaksinasi Akan Dimulai 13 januari 2021 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Seperti yang diketahui proses vaksinasi akan dimulai.

Presiden Jokowi disuntik vaksin aan jadi tanda dimulainya proses vaksinasi.

Terkait hal tersebut kabarnya jika ada yang menolak vaksinasi Covid-19 akan pidana.

Baca juga: Buang Tembakan 5 Kali dan Ancam Tante dari Pacarnya, AL Dijemput Polisi di Tempat Futsal

Baca juga: Sinopsis Ikatan Cinta Malam Ini 13 Januari 2021: Mama Rosa Bakal Bongkar Rahasia Aldebaran ke Andin

Baca juga: Black Box Sriwijaya Air Ditemukan, Pesawat Tak Meledak di Udara, Mesin Bekerja Sebelum Benturan

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej menyebutkan bahwa masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19 dapat dijatuhi hukuman pidana paling lama 1 tahun penjara. 

Pernyataan tersebut langsung mendapat berbagai respon pro dan kontra di masyarakat.

Edward mengatakan, vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari kewajiban seluruh warga negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.

"Ketika pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak, secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena tadi dikatakan, ini merupakan suatu kewajiban," kata Edward dalam webinar yang disiarkan akun YouTube PB IDI, Sabtu (9/1/2021) lalu, dikutip dari Kompas.com.

Guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada itu mengatakan, ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. 

Pasal 93 UU tersebut menyatakan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.

Sementara itu, pada pasal 9 UU yang sama, disebutkan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. 

"Jadi ketika kita menyatakan bahwa vaksin ini adalah suatu kewajiban maka secara mutatis mutandis jika ada warga negara yang tidak mau divaksin maka bisa dikenakan sanksi, bisa berupa denda, bisa berupa penjara, bisa juga kedua-duanya," ujar Edward.

Edward mengatakan, sanksi serupa juga berlaku bagi perbuatan lain yang tidak sesuai kekarantinaan kesehatan seperti tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak. 

Akan tetapi, Edward menegaskan, sanksi pidana tersebut bersifat sebagai pilihan terakhir ketika sarana hukum lainnya tidak berfungsi.

Menurut Edward, jika masyarakat sudah memahami pentingnya vaksinasi Covid-19 bagi kesehatan, upaya paksa dengan menjatuhkan sanksi pidana tidak perlu lagi dilaksanakan. 

"Sedapat mungkin sanksi itu adalah jalan terakhir. Apa yang harus diutamakan, bersifat persuasif dan lebih diutamakan lagi adalah sosialisasi dari teman-teman tenaga kesehatan," kata Edward

Ia juga mengatakan, dalam Pasal 69 UU 31 Tahun 1999 tentang HAM, dinyatakan pula bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, dalam hal ini hak atas kesehatan dengan mengikuti vaksinasi Covid-19. 

"Kita hidup dalam masyarakat, di samping ada hak, ada kewajiban. Jadi vaksinasi merupakan kewajiban ini dalam rangka menghormati hak orang lain untuk mendapatkan pemenuhan kesehatan yang layak," kata Edward.

Vaksinasi Covid-19 rencananya dimulai pada pekan ini di mana Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang divaksinasi. Kendati demikian, pelaksanaan vaksinasi masih menunggu izin penggunaan darurat atau emergency use authorization dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Tanggapan pakar hukum kesehatan

Sementara itu, sejumlah pihak memiliki pandangan berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Wamenkumham.

Pakar Hukum Kesehatan Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Dr. Hasrul Buamona S.H.,M.H., menilai pernyataan Wamenkum HAM  yang mempidanakan warga yang tidak mau divaksin Covid-19 adalah tidak tepat.

Ketika memberikan pernyataan tentang kemungkinan sanksi pidana, Wamenkum HAM Prof. Dr. Eddy OS Hiariej, SH.,M.Hummerujuk pada Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Menurut Hasrul, Wamenkumham keliru bilamana Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 yang dijadikan dasar hukum untuk mempidanakan setiap orang yang tidak ingin divaksin, walaupun norma pidana dalam hal ini bersifat ultimum remedium.

Dalam Pasal 93 berbunyi "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

"Apabila kembali melihat defenisi kekarantinaan kesehatan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 2018 adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat," ungkap Hasrul melalui keterangan pers yang diterima, Selasa (12/1/2020).

Hasrul menilai, dari defenisi ini sebenarnya lebih cenderung kepada pengaturan aktivitas sosial masyarakat yang

mana hal ini kemudian terbagi dalam beberapa bentuk karantina yaitu Karantina Wilayah, Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit dan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

"Perlu diketahui kekaratinaan kesehatan lebih pada suatu kebijakan untuk pembatasan kegiatan dan pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular.

Sehingga, secara hukum Pasal 93 UU No.6 Tahun 2018 tidak tepat digunakan untuk mempidanakan setiap orang yang tidak ingin di vaksin Covid-19 sebagaimana dijelaskan di atas," terangnya.

Terkait Pasal 93 diatas, Hasrul  mengingatkan bahwa terdapat asas hukum lex scripta, lex certa dan lex stricta.

Yang mana asas-asas hukum ini mengatur bahwa hukum pidana harus tertulis, jelas, tegas dan tidak bisa dianalogi.

Apabila Wamenkumham ingin terapkan sanksi pidana walaupun sebagai ultimum remedium, menurutnya,

Wamenkumham dapat menggunakan Pasal 14 ayat (1) UU.4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular yang berbunyi.

“Barang siapa dengan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,

diancam pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1 juta," ujarnya.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Tanggapi Wamenkumham, Pakar Hukum Kesehatan Hasrul Buamona: Tidak Tepat Penolak Vaksin Dipidanakan, https://wartakota.tribunnews.com/2021/01/12/tanggapi-wamenkumham-pakar-hukum-kesehatan-hasrul-buamona-tidak-tepat-penolak-vaksin-dipidanakan.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved