Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Nasional

DPR RI Ribka Tjiptaning Tolak Vaksin Covid-19 di Indonesia: "Sanksi Rp 5 Juta Mending Saya Bayar"

Ribka Tjiptaning menyampaikan penolakan vaksin Sinovac yang berasal dari China IX DPR dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Editor: Frandi Piring
Istimewa
Politikus PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning Tegas menolak divaksinasi. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Politisi PDIP, Ribka Tjiptaning yang merupakan Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP kini menjadi sorotan publik tanah air.

Pengakuan Ribka Tjiptaning tiba-tiba menolak vaksin covid-19 menjadi perbincangan publik.

Anggota Parlemen yang akrab disapa Mbak Ning ini mengungkapkan penolakan vaksin di depan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat rapat kerja Komisi IX DPR, Selasa (12/1/2021).

Di mana pada hari ini, Rabu (13/1/2021) Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta para pejabat negara lainnya akan menjalan vaksinasi covid-19.

Ribka Tjiptaning menyampaikan penolakan vaksin Sinovac yang berasal dari China tersebut saat rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Selasa (12/1/2021).

(Foto: Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP, Ribka Tjiptaning./istimewa)

Penolakan Ribka tersebut beralasan belum ada satu pun pihak yang dapat memastikan keamanan vaksin Covid-19 tersebut.

Bahkan, Ribka pun siap menerima sanksi akibat dari penolakan vaksin covid-18 itu.

Ribka rela membayar jika ada sanksi bagi para pihak yang menolak untuk divaksin.

"Kalau persoalan vaksin, saya tetap tidak mau divaksin, maupun sampai yang 63 tahun bisa divaksin. Saya sudah 63 nih, mau semua usia boleh tetap (saya tolak)," tegasnya.

"Misalnya saya hidup di DKI, semua anak cucu saya dapat sanksi Rp 5 juta mending saya bayar, saya jual mobil kek.

Bagaimana, orang Bio Farma juga masih bilang belum uji klinis ketiga dan lain-lain," tambhanya di ruang rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta.

(Foto: Detik detik Presiden Joko Widodo Disuntik Vaksin Covid-19, Rabu (13/1/2021)/Capture Youtube Tribunnews)

Lalu bagaimanakah sosok Ribja Tjiptaning yang sebenarnya?

Berikut profil Ribka Tjiptaning yang dikutip dari TribunJogja.

Dikutip tribunjogja.com dari halaman wikipedia Ribka yang juga seorang dokter ini adalah keturunan ningrat alias berdarah biru.

Ayahnya bernama Raden Mas Soeripto Tjondro Saputro seorang keturunan Kasunan Solo (Pakubowono) dan pemilik sebuah pabrik paku di Solo.

Sedangkan Ibunya dari keturunan Kasultanan Kraton Yogyakarta bernama Bandoro Raden Ayu Lastri Suyati.

Sewaktu kecil, Ribka yang dilahirkan di Solo, Jawa Tengah 1 Juni 1959.

Dalam hal pendidikan, Ribka mengenyam pendidikan formal di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dari tahun 1978 hingga tahun 1990.

Setelah lulus dan menjadi seorang dokter, ia pun membuka sebuah klinik kesehatan di kawasan Ciledug, Tangerang.

Ribka pun telah menjadi anggota PDI-Perjuangan sejak 1992.

Hingga kini, ia telah tiga kali berhasil masuk ke Senayan, yaitu pada 2004, 2009, dan 2019.

Saat ini, ia merupakan salah satu anggota dari Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan.

Sebelumnya, Ribka pun pernah menjabat sebagai Ketua di komisi yang sama pada periode 2009-2014.

Di komisi IX, ia menyoroti masalah-masalah di bidang tenaga kerja dan transmigrasi, kependudukan, dan kesehatan.

Bukan sekali ini Ribka menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah.

Pada 2015, ia pernah menyampaikan penilaiannya yang menyatakan bahwa belum ada menteri yang dapat menerjemahkan konsep yang dibawa oleh Jokowi ke dalam pemerintahan.

Selain itu, ia juga pernah mengatakan bahwa para menteri Jokowi memiliki koordinasi yang kurang dalam menyusun Peraturan Pemerintah (PP).

Saat itu, peraturan yang disoroti adalah kebijakan baru tentang Jaminan Hari Tua (JHT).

Kebijakan tersebut berkaitan dengan kebijakan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa JHT baru dapat dicairkan apabila karyawan telah menjalani masa kerja selama 10 tahun.

Padahal, dalam aturan sebelumnya, masa kerja yang dipersyaratkan adalah 5 tahun.

Selain JHT, di 2015 Ribka juga mengritik BPJS Kesehatan.

Menurut Ribka, pemerintah harus fokus pada Program Indonesia Sehat. Sebab, ia menilai masih banyak rumah sakit yang belum mau bekerja sama dengan BPJS.

Februari 2018, Ribka juga pernah melontarkan kritik kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atas ketimpangan tindakan terhadap pelaku penjual kosmetik murah kelas kecil dan kelas besar.

Saat menjabat sebagai Ketua Komisi IX DPR RI periode 2009-2014, Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang kemudian disetujui dalam Rapat Paripurna DPR pun menjadi pembicaraan.

Pasalnya, salah satu ayat yang mengatur tembakau sebagai zat adiktif hilang.

Akibat kasus tersebut, Ribka pun dilarang memimpin rapat panitia khusus dan panitia kerja oleh Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat.

Ribka juga sempat dihadapkan pada petisi daring yang menolaknya menjadi calon Menteri Kesehatan.

Adapun alasan penolakan tersebut selain karena kasus hilangnya ayat tembakau dalam RUU Kesehatan yang disahkan, Ribka diduga terlibat dalam kasus intervensi obat infus.

Dalam kasus tersebut, ada anjuran kepada Kementerian Kesehatan untuk menghentikan penggunaan infus dari pabrik tertentu dan menggantinya dengan produk pabrik lain.

Kemudian, pada 2018, namanya kembali terseret dalam kasus ujaran kebencian oleh Alfian Tanjung karena menuding 85 persen kader PDIP adalah PKI.

Alfian menyatakan bahwa pernyataannya bersumber dari ucapan Ribka bahwa 20 juta orang Indonesia adalah kader PKI.

Terakhir, Ribka pun kembali menarik perhatian saat menyampaikan kritik dalam rapat kerja antara Komisi IX bersama Menteri Kesehatan dan Direksi BPJS.

Pemerintah Cari Solusi

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ( Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan, pihaknya akan membicarakan usulan subsidi terhadap iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan dengan kementerian terkait.

"Memang nanti ada subsidi. Ini juga akan dibicarakan antar-kementerian," kata Muhadjir setelah kunjungannya ke beberapa rumah sakit di Malang, Jawa Timur, Jumat (9/11/2019).

Dia berharap agar DPR dapat memahami semua proses untuk rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut mengingat hal ini menyangkut dana yang begitu besar.

"Saya tak bisa janji muluk-muluk, akan kami carikan solusi secepatnya," kata dia.

Kendati demikian, pihaknya akan mempertimbangkan untuk mengakomodasi keinginan DPR agar iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III mandiri tidak naik.

Pihaknya akan tetap melihat, menghitung, dan mempertimbangkan dari berbagai sisi atas penolakan kenaikan iuran tersebut.

"Saya tahu DPR bawa aspirasi, tapi pemerintah juga memahami bahwa kami harus memenuhi sesuai kemampuan pemerintah, termasuk soal anggaran," kata dia.

Jika usulan subsidi ini dipenuhi, kata dia, dibutuhkan Rp 4 triliun dalam setahun.

Dengan demikian, tak mudah untuk memutuskan hal tersebut sehingga harus ada penghitungan yang benar.

"Saya harus konsultasi dengan Menteri Keuangan bagaimana kesiapannya. Kalau ada alternatif, apa yang harus kita lakukan?" ujar dia.

"Kami sangat serius perhatikan masalah ini. Jadi mohon yang terhormat DPR, bahwa kami juga sedang mencari solusi terbaik," kata dia.

Tautan:

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Profil Ribka Tjiptaning yang Tolak Vaksin Covid-19, Seorang Dokter dan Keturunan Ningrat, https://wartakota.tribunnews.com/2021/01/13/profilribka-tjiptaning-yang-tolak-vaksin-covid-19-seorang-dokter-dan-keturunan-ningrat?page=all.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved