Korupsi di Kabinet Jokowi
2 Menteri Ditangkap KPK, Rocky Gerung Sindir Presiden Jokowi: Kan Tidak Ada Visi Misi Menteri, Jadi?
Sempat diragukan publik akan keberaniannya untuk mengungkap kasus-kasus korupsi di tanah air, akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Sempat diragukan publik akan keberaniannya untuk mengungkap kasus-kasus korupsi di tanah air, akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan keseriusan dan keberaniannya menindak para koruptor.
Terakhir, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara. Sebelumnya mantan Menteri KKP, Edhy Prabowo ditangkap KPK begitu tiba di Bandara Soekarno Hatta dari Honolulu, Amerika Serikat.

Terkait hal ini, pengamat politik Rocky Gerung tetap bersikap nyinyir dan menyindir Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan menggunakan kalimat terkait visi presiden yang sering diucapkan.
Seperti diketahui, Jokowi beberapa kali mengungkapkan tidak ada visi misi menteri, yang ada adalah adalah visi misi presiden dan wakil presiden.
Ucapan tersebut diinterprestasikan oleh Rocky Gerung melalui akun Twitter pribadinya.
Tidak ada visi misi, sambung Rocky, artinya semua tindak tanduk menteri adalah perintah presiden. Bila itu terjadi, jadi siapa sebenarnya koruptor.
"Tidak ada visi menteri. Artinya tindak tanduk menteri adalah perintah persiden. Jadi siapa koruptor?" tulis Rocky Gerung.
Seperti diketahui, Minggu dini hari, Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menyerahkan diri atas kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Baca juga: Istri Bongkar Pengkhianatan Suaminya yang Adalah Pilot, Tidur Dengan Ratusan Wanita di Seluruh Dunia
Baca juga: Kecelakaan Maut, Hindari Lubang Tabrakan Tak Terelakkan, Doni Tewas di Lokasi, Widayati Patah Tulang
Baca juga: VIRAL di Seluruh Dunia, Foto Dokter Peluk Pria Berambut Putih, Pasien Covid-19 yang Sedang Sedih
Menanggapi ditangkapnya Mensos, Jokowi menegaskan tidak akan melindungi pejabat yang terlibat korupsi, termasuk para menteri kabinet Indonesia Maju.
"Saya tidak akan melindungi yang terlibat korupsi," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (06/12/2020).
Presiden menyampaikan hal tersebut pasca penetapan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan penerimaan sesuatu oleh Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya di Kementerian Sosial RI terkait bantuan sosial (bansos) COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020 pada Minggu 6 Desember 2020 dini hari.
"Kita semua percaya KPK bekerja secara transparan, terbuka, baik, profesional dan pemerintah akan terus konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi," tutur Presiden.
Presiden pun mengatakan sudah sejak awal mengingatkan para pejabat negara tersebut.
"Perlu juga saya sampaikan bahwa saya sudah ingatkan sejak awal kepada para menteri Indonesia Maju jangan korupsi, sudah sejak awal," ucap Presiden menegaskan.

Presiden mengaku sudah berulang kali mengingatkan pejabat negara untuk berhati-hati menggunakan anggaran.
"Berulang kali saya mengingatkan ke semua para pejabat negara baik itu menteri, gubernur, bupati, wali kota dan semua pejabat untuk hati-hati dalam menggunakan uang dari APBD kabupaten/kota, APBD provinsi dan APBN, itu uang rakyat," ujar Presiden.
Apalagi kali ini Juliari tersandung perkara terkait bantuan sosial yang sangat diperlukan masyarakat.
"Apalagi ini terkait dengan bantuan sosial, bansos dalam rangka penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Bansos itu sangat dibutuhkan oleh rakyat," ungkap Presiden.
KPK menduga Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menerima suap senilai Rp17 miliar dari "fee" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 di Jabodetabek.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan perkara tersebut diawali adanya pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan 2 periode.
Menurut Firli, pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima "fee" Rp12 miliar yang pembagian-nya diberikan secara tunai oleh Kasubdit Penanganan Korban Bencana Sosial Politik sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Matheus Joko Sanatoso kepada Juliari melalui Kabiro Umum Kemensos Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan orang kepercayaan Juliari bernama Shelvy N untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang "fee" dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.
Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus.
Untuk "fee" tiap paket bansos di sepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.
Baca juga: Novotel Manado Bercahaya Sambut Natal dan Tahun Baru
Baca juga: VIRAL di Seluruh Dunia, Foto Dokter Peluk Pria Berambut Putih, Pasien Covid-19 yang Sedang Sedih
Dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu, 5 Desember di beberapa tempat di Jakarta, petugas KPK mengamankan uang dengan jumlah sekitar Rp14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp11, 9 miliar, sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta).
KPK pun menetapkan 5 orang tersangka yaitu sebagai tersangka penerima suap Juliari Peter Batubara, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sedangkan tersangka pemberi suap adalah dua orang pihak swasta yaitu Ardian IM dan Harry Sidabuke.