Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini Bola

Diego Maradona Pergi Bersama 'Tangan tuhan-nya'

SAYA termasuk beruntung dapat menyaksikan kehebatan Diego Armando Maradona di pentas PD 1986 Mexico, di usia segar-segarnya 26 tahun.

Editor: Aswin_Lumintang
STAFF / AFP
Diego Maradona mencium trofi Piala Dunia setelah membawa timnas Argentina memenangi final lawan Jerman di Azteca Stadium, Mexico City, 29 Juni 1986. 

By : Reymoond 'Kex' Mudami,

Gumam bola dari dusun

SAYA termasuk beruntung dapat menyaksikan kehebatan Diego Armando Maradona di pentas PD 1986 Mexico, di usia segar-segarnya 26 tahun. Di pentas yang selain mencatat Argentina merengkuh trophy tertinggi untuk kedua kalinya, di edisi PD ini Maradona kesohor dengan penampilan istimewa dan tentu saja meski dibalut kontraversi, gol tangan tuhannya kadung menempatkan Diego sebagai seorang bintang yang hebat juga urakan.

Diego Maradona meninggal dunia, Simak perjalanan karir hingga kontroversinya.
Diego Maradona meninggal dunia, Simak perjalanan karir hingga kontroversinya. (Kolase Tribun Manado/© AP Photo/Twitter)

PD 86 seperti menjadi panggungnya pemain cebol bertinggi 166 cm itu, di pertandingan melawan Inggris ia memimpin lakon dramatis. Pertandingan yang sempat dibumbui aroma politik kedua negara karena perseteruan perang Malvinas antara Inggris dan Argentina, yang tak urung ikut menuansai lapangan hijau.
Inggris saat itu termasuk favorit kuat, di tim ini bersemayam sejumlah nama besar seperti Gary Lineker pemain berwajah bayi yang kemudian menjadi top skorer dengan 6 goal, di tengah hadir gelandang elegan Jhon Barnes, di belakang berdiri bak batu karang Bryan Robson libero tangguh dan tentu saja di bawah mistar gawang tampil kipper terbaik di era itu, Peter Shilton.

So aroma perang Malvinas benar-benar tersaji di pertandingan ini. Argentina beroleh motivasi lebih, karena di perang sesungguhnya mereka kalah superior dari Inggris. Apa yang terjadi kemudian benar-benar permainan yang hebat.

Maradona menciptakan gol pada sebuah umpan diagonal melalui tangan kiri, ia melompat dan ‘menanduk’ dengan tangan, bola melenting di atas bentang tangan Shilton masuk ke gawang.

Si boncel belari seperti tanpa dosa, merayakan gol dengan cara yang illegal namun lolos dari amatan hakim garis dan wasit yang spontan meniup pluit, gol, sah.!. Meski diburu kipper dan para pemain Inggris namun wasit Ali Bennaceur tetap pada keputusan. Sikap tegas yang kemudian ia sesali saat beberapa jam kemudian menyaksikan kembali rekaman angle itu, Ali Bennaceur menggeleng kepala pertanda telah dikibulin oleh Diego.

Pun beberapa waktu tak lama setelah gol tangannya diketahui, Maradona dengan enteng menyebut jika gol itu adalah gol tangan tuhan. Pernyataan yang membelah opini publik pada dua respon, yang menerima tertawa ngeyel, dan yang menolak berbalik mencaci pernyataan itu.

Untungnya, di tengah hujatan public bola dan fans Inggris yang dikenal bar-bar, Diego memberi sebuah perimbangan yang dramatis, ia menciptakan gol kedua jauh lebih sensasi lagi. Gol yang tercatat dalam sejarah, gol ini ia ciptakan setelah menerima bola dari lapangan tengah, menggiring melewati 6 pemain berkelas Inggris, termasuk lolos dari hadangan Robson dan Shilton. Sebuah gol berkelas yang harus diakui dunia lahir dari seniman bola dunia.
Potensi hebat

Diego menahbiskannya sebagai dewa sepakbola yang paling mungkin menyamai bahkan melewati kedigjayaan Edson Arantes Do Nascimento Pele. Setelah ivent PD 86 ia tetap menjadi bintang dan magnet sepakbola dunia. Kehebatannya pula yang mampu mengangkat klub kecil Napoli mampu merajai Liga Italia dan antarklub Eropa.

Hanya memang sikap urakannya acap membawa Maradona dalam berbagai situasi runyam, ia acap mabuk dan menggunakan obatan-obatan, perilaku yang membuatnya diberi cap minus. Ia memang tak ditakdirkan menjadi pelatih sehebat gocekannya di lapangan hijau.

Dan takdir pula menutup kisah hebat

Maradona. Entah ada hubungan atau tidak, namun pendapat saya pribadi, gol tangan tuhan itu seperti menyandera Argen untuk sulit meraih tropy PD lagi setelah edisi 86. Walau dengan materi juara Argen selalu tersandung. Di dua edisi Piala Dunia terakhir meski diperkuat anak ajaib Lionel Messi, prestasi Argen tak kunjung juara.

Saya bergumam , tabir Argen bisa terkuak dan menjadi juara dengan syarat Diego meralat pernyataanya bahwa gol atas Inggris itu bukan gol tangan tuhan, namun tangannya sendiri. Lepas dari persepsi ini, namun dengan besar hati dan penuh rasa hormat, kita melepas pergi selamanya sosok pemain yang pernah mengguncang planet ini.

Selamat jalan Diego, kau tetap bintang selamanya. (*)

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved