UU Cipta Kerja
Presiden Jokowi Tolak Usulan MUI dan Muhammadiyah, Tegur Komunikasi Kabinet yang Buruk
Pemerintah merasa kewalahan menghadapi unjuk rasa, penolakan dan ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI.
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah merasa kewalahan menghadapi unjuk rasa, penolakan dan ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR RI.
Terkait hal ini Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur jajaran kabinet karena komunikasi publik yang buruk dalam menyampaikan Undang-undang Cipta Kerja.
Hal itu disampaikan Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu (21/10/2020).

"Khusus dalam konteks omnibus law, memang sebuah masukan dari berbagai pihak dan presiden sangat sangat tahu, kami semuanya ditegur sama presiden, bahwa komunikasi kita sangat jelek," kata Moeldoko.
Mantan Panglima TNI tersebut mengatakan bahwa pihaknya akan berbenah diri untuk memperbaiki komunikasi publik.
Namun, menurut dia, Undang-undang Cipta Kerja dibuat karena jumlah angkatan kerja yang tinggi dari tahun ke tahun di Indonesia.
Terdapat 2,9 juta angkatan kerja dan 3,5 juta orang kehilangan pekerjaannya.
Belum lagi menurut Moeldoko jumlah pengangguran yang mencapai Rp 6,9 juta orang.
"Kondisi ini adalah kondisi real yang harus diselesaikan oleh pemerintah, karena tujuan negara yang kedua adalah kesejahteraan umum, memajukan kesejahteraan umum adalah tugas yang ada dalam konstitusi," tuturnya.
Baca juga: Kata Moeldoko, Jokowi Tegur Semua Kementerian Karena Komunikasi yang Jelek soal UU Cipta Kerja
Lebih jauh Moeldoko mengatakan salah satu bentuk kesejahteraan umum yang disiapkan presiden adalah menyiapkan calon-calon pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan.
"Itu adalah sebuah realitas bahwa kartu pra kerja yang kemaren 33 juta tiga hari berikutnya menjadi 34,2 juta ini kondisi real," katanya.
Muhammadiyah minta ditunda
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar pertemuan dengan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (21/10/2020).

Dalam pertemuan tersebut, rombongan Muhammadiyah terdiri dari Ketua Umum Haedar Nashir, Sekretaris Umum Abdul Mu'ti, dan Ketua Majelis Hukum dan HAM Sutrisno Raharjo.
Sementara Jokowi didampingi Mensesneg, Prof Pratikno, dan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Pertemuan tersebut membahas soal UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR melalui sidang paripurna.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi menegaskan tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).
"Presiden juga menegaskan sikap dan pandangan terkait banyaknya kritik dari masyarakat. Terhadap kritik tersebut Presiden menegaskan posisinya yang tidak akan menerbitkan Perpu," ungkap Abdul Mu'ti, melalui keterangan tertulis, Rabu (21/10/2020).
"Tetapi membuka diri terhadap masukan dari berbagai pihak, termasuk kemungkinan merevisi materi UU Cipta Kerja yang bermasalah," kata Abdul Mu'ti.
Abdul Mu'ti mengungkapkan Jokowi mengakui komunikasi politik antara Pemerintah dengan masyarakat terkait UU Cipta Kerja memang kurang dan perlu diperbaiki.
Pada pertemuan tersebut, Muhammadiyah juga menyampaikan masukan agar Jokowi menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja.
Baca juga: Kronologi Pasien Positif Covid-19 Kabur Lalu Berbaur dengan Massa Demo Anti UU Cipta Kerja
Menurut Abdul Mu'ti, masukan ini diberikan agar menciptakan situasi yang tenang di masyarakat dan kemungkinan perbaikan.
"PP Muhammadiyah mengusulkan agar Presiden dapat menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja sesuai peraturan yang berlaku. Di Indonesia terdapat beberapa UU yang ditunda pelaksanaannya karena berbagai alasan misalnya kesiapan, penolakan dari masyarakat," tutur Abdul Mu'ti.
Catatan dan masukan tersebut disampaikan dalam bentuk tertulis dan diserahkan langsung kepada Jokowi.
"Terhadap masukan tersebut, Presiden menyatakan akan mengkaji dengan seksama," pungkas Abdul Mu'ti.
Permintaan MUI Soal Perpu Ditolak Jokowi
Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menggelar pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (16/10/2020) sekitar pukul 10.00 WIB.
Dalam pertemuan tersebut, rombongan pengurus MUI dipimpin oleh Wakil Ketua MUI Muhyiddin Junaidi. Pada pertemuan tersebut, pengurus MUI menyampaikan ketidaksetujuan masyarakat terutama umat Islam kepada UU Cipta Kerja.
"Buya Muhyidin Junaedi menyampaikan bahwa undang-undang Cilaka, atau sekarang Cipta Kerja ini ditolak oleh umat dan berbagai elemen masyarakat dengan unjuk rasa," ungkap Wasekjen MUI Najamudin Ramli dalam webinar 'Lintas Elemen Tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja, Serius?', Sabtu (17/10/2020).
Berdasarkan hal tersebut, pengurus MUI mengusulkan agar Jokowi mencabut UU Cipta Kerja itu dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).
Namun permintaan tersebut ditolak oleh Jokowi. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mendorong agar MUI melakukan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Presiden Jokowi Diminta Terbitkan Perppu untuk Batalkan UU Cipta Kerja
"MUI meminta supaya presiden mengeluarkan Perpu di hadapan Pak Jokowi. Tapi pak Jokowi menyatakan mungkin dia tidak bisa. Beliau mendorong kepada mahkamah konstitusi dan beliau menjanjikan akan mengadopsi di aturan pemerintah," ucap Najamudin.
Seperti diketahui, pengesahan Undang-undang Cipta Kerja mendapatkan kritikan dari berbagai kelompok masyarakat.
Bahkan elemen buruh dan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020).
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi