UU Cipta Kerja
Polisi Dituduh Seorang ASN Sebagai Provokator Demo UU Cipta Kerja, Jadi Tersangka Tapi Tidak Ditahan
Terkait hal tersebut seorang yang berprofesi sebagai ASN menuduh polisi provokasi demo UU Cipta Kerja.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Soal demo tolak UU Cipta Kerja yang Rusuh.
Terkait hal tersebut seorang yang berprofesi sebagai ASN menuduh polisi provokasi demo UU Cipta Kerja.
Diketahui hal tersebut diunggah ke media sosial, akbatnya ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: Ingat Wanita yang Dibakar Hidup-Hidup, Setelah 6 Minggu Jalani Perawatan, Kini Meninggal Dunia
Baca juga: Pasien Positif Covid 19 di Kota Kotamobagu Bertambah Empat, Tiga Sembuh
Baca juga: SOSOK Calon Suami Artis Cantik Berdarah Manado ini Ternyata Teman Dekatnya Sandiaga Uno
FM (41), seorang Aparatur Sipil Negara ( ASN) di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) ditetapkan sebagai tersangka kasus penyebaran berita bohong atau hoaks.
FM ditangkap aparat Polres Banjarbaru setelah mengunggah status di media sosialnya.
Status itu menuduh polisi sebagai penyusup dan provokator dalam unjuk rasa mahasiswa tolak Omnibus Law di Banjarmasin pada, Kamis (15/10/2020).
Kasubag Humas Polres Banjarbaru, Iptu Tajudin mengatakan, setelah melewati beberapa pemeriksaan dan mengumpulkan keterangan dari sejumlah saksi, maka status FM telah dinaikkan menjadi tersangka.
"Kami sudah melakukan gelar perkara untuk menetapkan dari lidik dan terlapor menjadi tersangka.
Jadi sudah kita periksa sebagai tersangka," ungkap Iptu Tajudin dalam keterangan yang diterima, Minggu (18/10/2020) malam.
Dalam pemeriksaan itu, tersangka FM mengakui membuat status tersebut.
Status itu, kata Tajudin, justru bisa menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Apalagi menuduh institusi Polri sebagai provokator unjuk rasa.
"Tersangka akan dijerat tindak pidana penyebaran berita bohong atau hoax sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 14 ayat 2 dan atau pasal 15 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana," jelasnya.
Walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka FM ungkap Tajudin tidak ditahan karena ancaman hukumannya hanya di bawah 3 tahun penjara.
"Mengingat ancaman hukuman 3 tahun, maka, terhadap tersangka tidak bisa dilakukan penahanan, namun proses hukum tetap dilanjutkan," bebernya.
Baca juga: Ingat Wanita yang Dibakar Hidup-Hidup, Setelah 6 Minggu Jalani Perawatan, Kini Meninggal Dunia
Baca juga: Joan Mir Salip Posisi Quartararo di Puncak, Alex Rins Naik, Klasemen MotoGP Usai GP Aragon 2020
Surati Jokowi, inilah sosok bupati berteriak lantang tolak omnibus law UU Cipta Kerja, politisi PPP.
Siapakah dia?
Gelombang aksi unjuk rasa menolak omnibus law UU Cipta Kerja terus bermunculan di berbagai daerah.
Salah satunya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Ribuan buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati, Jalan Tegar Beriman, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (16/10/2020).
Dalam orasinya, mereka mendesak Bupati Bogor Ade Yasin untuk mendukung upaya buruh dalam menolak regulasi tersebut.
Pasalnya, dalam regulasi yang baru disahkan oleh pemerintah dan DPR itu dianggap hanya berpihak kepada kepentingan para investor dan justru mengebiri hak buruh.
Menyikapi aksi unjuk rasa tersebut, Bupati Bogor Ade Yasin sekaligus politisi Partai Persatuan Pembangunan atau PPP akhirnya bersedia menemui mereka.
Dalam orasinya itu, Ade Yasin mendukung sepenuhnya aspirasi para buruh dan secara tegas juga menolak omnibus law UU Cipta Kerja.
"Hidup buruh, saudara-saudaraku yang tercinta, saya bupati pasti akan berpihak kepada rakyatnya karena jumlah pabrik dan buruh terbesar di sini," teriak Ade Yasin di hadapan buruh.
"Ribuan buruh bekerja di sini dan itu masyarakat saya. Apapun asalnya, apakah dia warga Tapanuli, Maluku, tapi selama dia hidup di Kabupaten Bogor saya akan dukung perjuangan saudara, tolak omnibus law," lanjutnya mengatakan.
Sebagai komitmennya membela kepentingan warganya yang mayoritas buruh tersebut, Ade Yasin mengaku akan mengirimkan surat rekomendasi kepada Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi.
Ia berharap, Presiden dapat segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) omnibus law.
Menurutnya, sikap keberpihakan dari para pemimpin saat ini sangat dibutuhkan.
Terlebih lagi, dalam regulasi itu diketahui memang banyak pasal yang mengebiri hak buruh.
Oleh karena itu, wajar jika aksi unjuk rasa menolak regulasi tersebut terus bermunculan di berbagai daerah.
"Ini masyarakat saya dan jumlah buruh di Kabupaten Bogor terbesar ya ikatannya se-Indonesia juga dengan pengusaha terbesar se-Indonesia, sehingga ketika mereka meminta saya untuk mendukung untuk menyerahkan surat.Ya saya serahkan karena mereka masyarakat saya," kata Ade ditemui terpisah usai berorasi di hadapan massa buruh.
"Dalam situasi seperti ini kita diminta memilih, kan?" imbuh Ade ketika ditanya mengenai konsekuensi mengikuti demo.
Dalam kesempatan tersebut, Ade juga mengapresiasi aksi unjuk rasa yang dilakukan para buruh.
Sebab, aksi tersebut dilakukan secara santun dan tidak menimbulkan kerusuhan.
Alasan pemerintah 'paksakan' Omnibus Law UU Cipta Kerja
Di tengah lantangnya penolakan berbagai elemen masyarakat sipil, omnibus law RUU Cipta Kerja resmi disahkan menjadi undang-undang melalui rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020).
UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Di dalamnya mengatur mengenai ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan alasan pentingnya RUU Cipta Kerja.
RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja," ujar Airlangga Hartarto.
"UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," lanjut dia.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, UU Cipta Kerja akan mampu membangun ekosistem berusaha yang lebih baik.
Menurut Puan, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat.
Dia menegaskan, muatan UU Cipta Kerja mengutamakan kepentingan nasional.
"RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," kata dia.
Kompas.com mencatat beberapa poin pasal bermasalah dan kontroversial dalam Bab IV tentang Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, di antaranya sebagai berikut:
* Pasal 59
UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
* Pasal 59 ayat (4)
UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.
Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.
Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.
* Pasal 79
Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.
Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.
Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Kemudian, Pasal 79 ayat (5) menyebutkan, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
* Pasal 88
UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.
Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.
Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Pasal-pasal UU Ketenagakerjaan yang dihapus
Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.
Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain tercantum pada Pasal 91, aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan juga dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.
Namun, dalam UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya.
Selain itu, UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja/buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.
Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja/buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam.
Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.
Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156.
Namun, Pasal 169 ayat (3) menyebutkan, jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, hak tersebut tidak akan didapatkan pekerja.
Pasal 169 ini seluruhnya dihapus dalam UU Cipta Kerja.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tuduh Polisi Provokasi Demo, Seorang ASN Jadi Tersangka", https://regional.kompas.com/read/2020/10/19/06413901/tuduh-polisi-provokasi-demo-seorang-asn-jadi-tersangka.