Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Isu G30S PKI

Cerita Sedih Anak Petinggi PKI & Anak D.I Pandjaitan Akrab, Sampai Rela Buang Nama Ayah Ganti Rusia

Peristiwa G30S/PKI memang menyimpan duka yang mendalam, namun kejadian tersebut sudah lama lewat;

Editor:
Istimewa/Internet
Svetlana Njoto, anak dari salah satu petinggi PKI dan Catherina Pandjaitan (Anak D.I Pandjaitan). 

TRIBUNMANADO,CO,ID - Peristiwa G30S/PKI memang menyimpan duka yang mendalam, namun kejadian tersebut sudah lama lewat;

Kini anak-anak pahlawan revolusi dan anak petinggi PKI pun bahkan telah menjalin hubungan persahabatan. 

Seperti halnya Svetlana Njoto, anak dari salah satu petinggi PKI dan Catherina Pandjaitan (Anak D.I Pandjaitan).

Cerita kedekatan dan persahabatan Svetlana Njoto dengan anak-anak pahlawan revolusi atau korban peristiwa G30S/PKI terjadi lantaran mereka sama-sama bergabung dalam Forum Silaturahmi Anak Bangsa

Svetlana Njoto bergabung dalam forum itu beberapa tahun yang lalu. 

"Saya bergabung dengan teman-teman yang lain, teman-teman yang orangtuanya pernah mengalami konflik di negara ini, dengan putra putri jenderal pahlawan revolusi, dengan putra Kartosuwiryo, cucu Daud Bereuh, dengan banyak sekali pihak yang lain," kata Svetlana.

Svetlana Njoto, anak dari salah satu petinggi PKI dan Catherina Pandjaitan (Anak D.I Pandjaitan).
Svetlana Njoto, anak dari salah satu petinggi PKI dan Catherina Pandjaitan (Anak D.I Pandjaitan). (Istimewa/Internet)

"Itu dalam prosesnya membangun persahabatan antara saya dengan teman-teman yang lain, khususnya dengan putra-putri jenderal revolusi, seperti dengan ibu catherine, dia sudah seperti kakak saya sendiri, juga dengan mbak nanik sutoyo, mba amelia," lanjut Svetlana. 

"Orang-orang melihat persahabatan saya dengan catherine itu agak terheran-heran juga, karena Catherine itu seringkali menganggap saya seperti, benar-benar mengurus saya seperti seorang kakak mengurus adiknya. Dia akan membetulkan pakaian saya, memberi saya syal kalau saya kedinginan, memberi saya sarung tangan, dan sebagainya," kata Svetlana. 

Selain itu, Svetlana juga menceritakan beban terberatnya setelah peristiwa G30S/PKI. 

Dia mengakui bahwa hidupnya sangat tertutup dan harus berbohong sampai reformasi terjadi di Indonesia. 

"Beban saya terberat yang barangkali tidak pernah diketahui teman-teman adalah ketika saya harus menyembunyikan identitas diri saya. Saya dilarang menggunakan nama saya oleh ibu saya. Nama saya Svetlana, sangat rusia. , ibu saya takut, jadi saya harus membuang nama saya," kata Svetlana. 

"Kedua, karena kemudian ayah saya hilang dan ibu saya ditahan, saya tinggal dengan orang-orang lain, keluarga yang berbaik hati mau menerima kami. Tapi satu-satunya balas budi yang bisa saya berikan adalah tidak memberitahukan kepada siapapun siapa saya. Jadi saya menyembunyikan semua itu bukan karena saya takut, tapi karean sayajuga bangga jadi anak bapak saya, tapi saya juga harus menjaga mereka-mereka yang sudah sudi merawat kami. Saya dan adik-adik saya, ada tujuh bersaudara dan saya adalah sulung. saya 9 tahun waktu itu," kata Svetlana. 

"Saya menjaga supaya jangan sampai mereka yang merawat saya terkena dampak dari stigma yang diberikan kepada saya," kata Svetlana.

DN Aidit, anggota dna Ketua Partai PKI. Disebut dalan peristiwa G30S PKI 1965.
DN Aidit, anggota dna Ketua Partai PKI. Disebut dalan peristiwa G30S PKI 1965. (kissanak.wordpress.com)

MELIHAT PERISTIWA G30S/PKI DARI SUDUT LAIN

Sementara itu, Peristiwa G30S/PKI dapat dipotret dari berbagai sudut pandang.

Para sineas dunia pun sudah membuat berbagai film menyangkut peristiwa G30S/PKI.

Setidaknya ada 2 film yang memotret G30/PKI dari sudut lain.

Inilah daftarnya :

1. Film The Year of Living Dangerously

Film ini menjadi salah satu film barat yang sukses memotret peristiwa G30S/PKI. 

Tidak main-main, film ini dibintangi aktor dan aktris hollywood, yakni Mel Gibson dan Linda Hunt. 

Film ini merupakan garapan Peter Weir yang menghabiskan dana dari MGM sebesar enam juta dollar. 

FIlm ini tayang perdana pada tahun 1982. 

Sebelum diangkat menjadi film, kisahnya sudah ada di sebuah novel di judul yang sama. 

Film itu mengisahkan mengenai para jurnalis internasional yang berada di Indonesia di masa sebelum, saat berlangsungnya, dan sesudah peristiwa G30S/PKI. 

Tapi walaupun film ini berkisah tentang peristiwa G30S/PKI, tetapi pembuatan film ini berlokasi di Australia dan Filipina. 

Film ini berkisah tentang seorang jurnalis ABS (diperankan Mel Gibson) yang ditugaskan meliput di Indonesia pada tahun 1965.

Potret Para Jenderal dan Perwira yang dibunuh dalam G30S PKI.
Potret Para Jenderal dan Perwira yang dibunuh dalam G30S PKI. (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung Persada, 1986)

Jurnalis tersebut datang ke Indonesia menjelang peristiwa G30S/PKI berkecamuk di Indonesia. 

Sebagai jurnalis asing, incarannya adalah meliput suasana politik di Indonesia. 

Itulah mengapa setting film ini banyak terjadi di Istana Presiden yang jadi tempat bekerja Soekarno. 

Film ini banyak menunjukkan scene di mana para jurnalis asing hendak mewawancara Soekarno, serta bagaimana mereka diperiksa ketika hendak masuk ke dalam istana presiden pada masa itu. 

Berikutnya film ini terjebak dalam alur romantisme sang jurnalis asing dengan staf di kedutaan Inggris yang diduga agen rahasia. 

Makanya dalam peristiwa ini diceritakan bahwa si agen rahasia itu membocorkan pemberontakan G30S/PKI kepada jurnalis asing tersebut. 

Makanya dia sudah tahu bahwa PKI akan bergerak dari beberapa hari sebelum peristiwa terjadi. 

Sementara itu, para wartawan asing pun memiliki perbedaan pendapat. Ada yang mendukung Soekarno, ada pula yang mendukung PKI. 

Hal itu diperlihatkan detail lewai sikap para pemeran film tersebut. 

Bahkan ditunjukkan pula ada jurnalis asing yang memiliki jalur dan koneksi untuk menemui DN Aidit pada masa itu. 

DN Aidit merupakan salah satu tokoh yang diincar untuk diwawancarai para wartawan asing, tapi tak semuanya memiliki akses ke DN Aidit. 

Dalam film ini juga kita akan menyaksikan potret kemisikinan Indonesia pada masa itu. 

Lalu ada pula potret pandangan negara barat terhadap Soekarno yang ternyata Soekarno sangat disegani sebagai suara dunia ketiga. 

Kita juga jadi tahu di mana tempat nongkrong para wartawan asing pada masa itu, yakni di Hotel Indonesia di Bundaran HI. 

Selain itu kita juga jadi bagaimana sikap wartawan asing pada masa itu, ternyata beberapa dari mereka gemar bersedekah dengan warga Indonesia. 

Nah, simak langsung saja filmnya supaya lebih jelas ya.

 2. Shadow Play 

Peristiwa G30S/PKI dibahas secara jelas dari sudut para korban pembantaian massal pasca peristiwa G30S/PKI dalam film berjudul Shadow Play. 

Film ini merupakan garapan Chris Hilton dengan melibatkan aktor hollywood, Linda Hunt, serta sastrawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer. 

Shadow Play merupakan film dokumenter yang berisi wawancara dengan orang-orang yang menjadi saksi mata peristiwa G30S/PKI, dan mereka yang menjadi tahanan politik pasa G30S/PKI. 

Orang-orang ini mengisahkan mulai dari ada di mana mereka ketika peristiwa G30S/PKI terjadi. 

Lalu ada pula yang menceritakan soal peristiwa ketika mereka ditangkap dan ditahan pemerintah. 

Pada akhirnya film ini juga membahas dugaan keterlibatan Amerika Serikat dan CIA dalam peristiwa G30S/PKI. 

Alasan-alasan mengapa dugaan Amerika Serikat dan CIA terlibat pun diframing cukup detail dalam film ini. 

Bahkan film ini juga menceritakan tentang para jurnalis asing yang bekerja di Indonesia ketika peristiwa G30S/PKI pecah.

Pada akhirnya film ini juga meminta konfirmasi dari pihak CIA menyangkut dugaan keterlibatan CIA dalam peristiwa G30S/PKI.

CIA Head Station of Jakarta pada 1964 - 1966, Hugh Tovar,, Hugh Tovar, lalu memberikan klarifikasi mengenai desas-desus keterlibatan CIA. 

Hugh Tovar pun membantah bahwa CIA terlibat. 

Tapi Hugh Tovas membenarkan bahwa CIA mengirim orang ke Indonesia, tetapi itu hanya untuk melaporkan kondisi dan situasi di Indonesia pada waktu itu. (cc)

 Artikel ini telah tayang di Wartakotalive

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved