UU Omnibus Law
Demo Tolak UU Cipta Kerja Memakan Korban, Kepala Tindi Sang Mahasiswi Berdarah Kena Lemparan Besi
Korban seorang perempuan diketahui bernama Tindi Thirtyana (20) dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dimensi Polines Semarang.
Jokowi menyebutkan, masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa atau bahkan puluhan UU.
• Temui Para Pendemo Tolak UU Cipta Kerja, Anies Baswedan: Menegakkan Keadilan Kewajiban Kita
Isi Omnibus Law Cipta Kerja
Konsep omnibus law yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi banyak berkaitan dengan bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi.
Pada Januari 2020, ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan.
Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu:
- Penyederhanaan perizinan tanah
- Persyaratan investasi
- Ketenagakerjaan
- Kemudahan dan perlindungan UMKM
- Kemudahan berusaha
- Dukungan riset dan inovasi
- Administrasi pemerintahan
- Pengenaan sanksi
- Pengendalian lahan
- Kemudahan proyek pemerintah
- Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
UU Cipta Kerja, yang baru saja disahkan terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Di dalamnya mengatur berbagai hal, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Dalam Omnibus Law yang terdiri dari 900 halaman tersebut, terdapat beberapa pasal yang dianggap merugikan pekerja:
Berikut poin-pon beserta pasal-pasalnya:
1. Penghapusan upah minimum
Salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP).
Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah.
Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum.
Baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.
Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.
2. Jam lembur lebih lama