Calon Presiden 2024
Ingin Lihat Moeldoko dan Gatot Nurmantyo Jadi Capres, Refly Harun: Terwujud Jika Hapus Ambang Batas
Moeldoko sempat menyinggung Koalisi Aksi Masyarakat Indonesia (KAMI) yang dideklarasikan Gatot Nurmantyo.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pemilihan Presiden (Pilpres) nanti akan dilaksanakan pada tahun 2024.
Meskipun masih lama, namun sejumlah calon yang diprediksi akan meramaikan hajatan tersebut mulai banyak diperbincangkan.
Ada beberapa nama yang mulai digadang-gadang untuk maju sebagai calon presiden, diantaranya mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan Jenderal (Purn) Moeldoko.
• Relawan Jokowi Bakal Polisikan Najwa Shihab, Buntut Aksi Sang Presenter Wawancarai Kursi Kosong
• Sosok Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Dikenal Cerdas hingga Dijuluki Otak Setan saat SMA
Pakar hukum tata negara, Refly Harun pun membahas sejumlah calon nama yang diprediksi akan meramaikan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, diunggah Senin (5/10/2020).
Diketahui, Moeldoko sempat menyinggung Koalisi Aksi Masyarakat Indonesia (KAMI) yang dideklarasikan Gatot Nurmantyo.
Menurut Refly, KAMI yang dibentuk Gatot tersebut bukan 'kendaraan politik' yang bertujuan menargetkan Pilpres 2024.
Di sisi lain muncul isu Moeldoko juga akan maju sebagai calon presiden dalam pemilihan mendatang.
"Kalau dikatakan mereka 'kebelet' pilpres atau nyapres, saya tidak ingin berkomentar," terang Refly Harun.
"Tapi yang ingin saya ketahui apakah mereka bisa mendapatkan perahu untuk candidacy," tambahnya.
Ia menyinggung sulit bagi kedua tokoh tentara itu untuk mencalonkan diri.
Pasalnya baik Moeldoko maupun Gatot Nurmantyo sama-sama tidak bernaung di partai politik.
Meskipun begitu, keduanya sudah dikenal masyarakat dengan bidang area yang berbeda.
"Kita tahu dalam sistem pemilu atau pilpres kita hanya partai politik yang bisa mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden," jelas Refly.
"Mereka berdua, dua-duanya bukan pemilik partai politik, tidak bergabung dengan partai politik. Mereka hanyalah orang yang berpengaruh di makomnya masing-masing," singgungnya.
"Moeldoko di lingkar Istana, Nurmantyo di KAMI dan civil society," kata pakar hukum tersebut.
Meskipun sulit karena ada ambang batas pilpres (presidential threshold), Refly mengaku tetap ingin melihat Moeldoko dan Gatot Nurmantyo maju sebagai calon.
"Saya pribadi menginginkan mereka bisa menjadi calon, dua-duanya. Bila perlu calon presiden itu 10 atau 15 sesuai dengan jumlah partai yang ikut dalam pilpres atau ikut dalam pemilu," komentarnya.
Refly menegaskan, hal itu dapat terwujud jika ambang batas pilpres sudah dihapuskan.
Tidak hanya kedua sosok ini, banyak kepala daerah maupun tokoh politik lainnya dapat mengajukan diri sebagai calon presiden.
"Kalau presidential treshold dihapus, seperti yang sering saya singgung selama ini, maka sesungguhnya orang seperti Moeldoko bisa nyalon, Nurmantyo bisa nyalon, Anies bisa nyalon, Ganjar bisa nyalon, Ridwan Kamil bisa nyalon, Prabowo bisa nyalon, bahkan Puan Maharani," ungkapnya.
Lihat videonya mulai menit ke-6.00:
Gatot Nurmantyo Pernah Tolak Jabatan Panglima, sampai Robek Surat dari Jokowi
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengaku pernah meminta agar surat penunjukan dirinya agar dirobek.
Pakar hukum tata negara Refly Harun lalu membahas hal tersebut.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, diunggah Minggu (27/9/2020).
Refly Harun menanggapi pengakuan Gatot tersebut yang mengaku meminta Ketua DPR Setya Novanto merobek surat tersebut.
"Jadi diangkat sebagai panglima TNI, malah menolak. Ini menarik," komentar Refly Harun.
"Kita tidak tahu kebenarannya, itu adalah versi dan pengakuan dari Gatot Nurmantyo sendiri," lanjut dia.
Refly lalu menyinggung penunjukkan Gatot Nurmantyo memang melanggar giliran angkatan TNI dalam menduduki jabatan panglima.
"Tapi kalau kita lihat sesungguhnya memang ada konvensi, ketetapan tidak tertulis, bahwa yang namanya panglima TNI digilirkan di antara tiga angkatan," paparnya.
Menurut dia, hal itu sebenarnya sudah dimufakatkan sejak era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ketika Moeldoko menjabat, harusnya yang menggantikan berasal dari Angkatan Udara," jelas Refly.
"Entah kenapa yang diajukan adalah KSAD Gatot Nurmantyo. Artinya tradisi pergiliran angkatan itu tidak terjadi," tambah pengamat politik itu.
Sebelumnya Refly Harun membacakan kutipan berita dari Kompas.tv.
Menurut Gatot, ia dihubungi Ketua DPR yang menjabat saat itu, Setya Novanto (Setnov).
Saat itu Setya Novanto menyebutkan Jokowi telah berkirim surat kepada DPR untuk mengajukan Gatot Nurmantyo menjadi calon tunggal Panglima TNI.
"Setelah membacakan surat rekomendasi dari Jokowi, kata Gatot, Setnov kemudian bertanya kepada dirinya terkait tindak lanjut dari surat Jokowi tersebut," ucap Refly Harun membacakan kutipan berita.
"Kemudian beliau tanya, ‘surat ini harus saya apakan?’" ujar Gatot."
"Gatot pun kemudian memberikan dua pilihan kepada Setnov. Pertama, tanpa diduga Gatot menyarankan kepada Setnov untuk merobek surat dari Jokowi tersebut."
"Tak hanya dirobek, kata Gatot, dirinya juga menyampaikan untuk membuang surat tersebut ke tong sampah setelah dirobek. Kedua, Gatot menyerahkan kepada Setnov untuk diapakan surat tersebut."
Dari sikap Gatot tersebut, Refly menduga mantan KSAD itu hendak menolak tawaran jabatan sebagai panglima.
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Muncul Isu Gatot Nurmantyo dan Moeldoko 'Ngebet' Pilpres, Refly Harun: Bila Perlu Capres 10 atau 15