Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Nasional

VIRAL Surat Nikah dan Cerai Soekarno dan Istri Kedua Inggit Garnasih Dijual, Ini Nomor WA Penjualnya

Ada surat nikah dan surat cerai Soekarno dengan Inggit Garnasih yang merupakan istri kedua Bung Karno.

Editor: Frandi Piring
instagram @popstroeindo
Surat Nikah dan Surat Cerai Inggit Ganarsih dan Soekarno. 

Kemudian, Inggit menikah lagi. Seorang pengusaha yang juga aktif di organisasi Sarekat Islam bernama Haji Sanusi menyuntingnya.

Pernikahan mereka baik-baik saja meskipun tidak bisa juga dibilang bahagia karena ia sering ditinggal suaminya yang terlalu sibuk. Hingga datanglah Sukarno.

Sukarno masih berumur 21 tahun saat tiba di Bandung. Ia melanjutkan kuliah ke kota kembang setelah lulus dari Hogere Burger School (HBS) di Surabaya.

Ketika itu, Sukarno bukan lajang lagi. Ia punya istri bernama Siti Oetari yang tidak lain adalah putri kesayangan bapak kost-nya di Surabaya, Haji Oemar Said Tjokroaminoto.

Namun, rasa cinta Sukarno ada Oetari lebih condong seperti cinta kepada saudara. Sukarno sering berinteraksi dengan Inggit, apalagi mereka tinggal serumah, lalu terjadilah peristiwa di suatu malam itu.

"Pada awalnya kami menunggu. Selama beberapa bulan kami menunggu dan tiba-tiba dia berada dalam rengkuhanku. Ya, itulah yang terjadi,” tutur Sukarno kepada Cindy Adams seperti yang dikisahkan dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965).

“Aku menciumnya. Dia menciumku. Lalu aku menciumnya kembali dan kami terperangkap dalam rasa cinta satu sama lain. Dan semua itu terjadi selagi ia masih istri dari Sanusi dan aku suami dari Oetari," lanjutnya.

Dan akhirnya, Sukarno menceraikan Oetari, begitu pula dengan Inggit yang secara resmi berpisah dengan Sanusi. Keduanya lalu menikah di rumah orangtua Inggit di Jalan Javaveem, Bandung.

Setia Hingga ke Tanah Buangan

Inggit Garnasih adalah perempuan yang menyertai setiap jengkal kehidupan Sukarno dalam proses menuju pendewasaan dengan berbagai dinamikanya.

Ketika Sukarno ditangkap di Yogyakarta pada 29 Desember 1929 dan dijebloskan ke Penjara Banceuy di Bandung lalu dipindahkan ke Sukamiskin, Inggit tidak pernah lelah memberikan semangat kepada suaminya itu.

Setiap menjenguk Sukarno di penjara, Inggit kerap kali menyelipkan uang di dalam makanan yang dibawanya agar Sukarno bisa membujuk penjaga untuk membelikannya surat kabar.

Selama Sukarno dibui, Inggit juga menjadi perantara suaminya agar bisa terus berhubungan dengan para aktivis pergerakan nasional lainnya.

Untuk menulis pesan dari Sukarno, Inggit memakai kertas rokok lintingan. Inggit kala itu memang berjualan rokok buatan sendiri.

Rokok yang diikat dengan benang merah khusus hanya untuk para relasi suaminya, yang di dalamnya berisi pesan-pesan dari Sukarno (Peter Kasenda, Bung Karno Panglima Revolusi, 2014).

Sumber: Warta Kota
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved