Demo di Thailand
Mengapa Thailand Punya Aturan Lese-Majeste yang Khusus Untuk Raja? Berikut Bunyi Hukum Tersebut
Para pengunjuk rasa juga menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, menuntut konstitusi baru, dan menuntut pemilihan baru.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Baru-baru ini Thailand sementara bergejolak.
Para pengunjuk rasa di Thailand menantang monarki Raja Thailand Maha Vajiralongkorn dengan menempel plakat di lapangan sebelah Istana Kerajaan di Bangkok.
Plakat yang ditempel pada Minggu (20/9/2020) tersebut menyatakan bahwa Thailand adalah milik rakyat, bukan milik Raja Thailand.
Aksi unjuk rasa yang tumbuh sejak Juli tersebut telah mematahkan tabu lama bahwa mengkritik monarki adalah sebuah larangan sebagaimana dilansir dari Reuters.
• Makam Seorang Wanita Dibongkar, Satu Potongan Kain Kafan yang Hilang Ditemukan Bersama Boneka
Para pengunjuk rasa juga menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, menuntut konstitusi baru, dan menuntut pemilihan baru.
Pada akhir pekan lalu, sebuah gerakan yang dimotori oleh sekelompok mahasiswa di Thailand berkembang dengan pesat.
Dalam aksinya, mereka tidak hanya menyuarakan sikap yang menentang Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha, tapi juga mulai mempertanyakan monarki.
Bahkan, mereka mulai memasang plakat berbunyi "negara milik rakyat", yang ditujukan kepada Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn.
Tentu, aksi mereka itu bakal berujung kepada penjara jika berdasarkan hukum Lese-Majeste.
Seperti apa itu?
Berikut rangkumannya dilansir BBC pada 2017.
Seperti apa tepatnya hukum itu berbunyi?
Dalam Artikel 112 Hukum Pidana Thailand, termuat bahwa siapa pun tidak ada yang boleh menghina raja, ratu, bahkan putra mahkota.
Siapa pun yang berani menyuarakan hujatan kepada anggota kerajaan, bakal diganjar dengan hukuman penjara selama 15 tahun.
Undang-undang itu disebut tidak mengalami perubahan sejak Bangkok memperkenalkan aturan pidana pada 1908, dan diperkuat di 1976.