Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah

Kisah Ibu Guru Dian & Anak-anak di Pedalaman Bolmong, Seperti Ibu Muslimah dan Laskar Pelangi

Cerita tentang seorang guru perempuan yang mengajar anak-anak di pedalaman Kabupaten Bolmong Provinsi Sulawesi Utara.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Handhika Dawangi
Istimewa
Dian Praharsini Abdullah dan anak-anak didik di Pedalaman Kabupaten Bolmong Sulut. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Menjadi guru adalah cita - cita Dian Praharsini Abdullah. 

Tapi bekerja di daerah terpencil adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan.

Ketika diangkat menjadi PNS kabupaten Bolmong dan ditempatkan di Desa Kolingangaan, salah satu desa terpencil di Bolmong, sejuta tanya berkecamuk di pikirannya.

"Saya bahkan mengira Kolingangaan itu di Dumoga, ternyata di Bilalang," kata dia.

Kolingangaan Bolmong.
Kolingangaan Bolmong. (https://www.google.com/maps/dir//Kolingangaan,+Bilalang,+Kabupaten+Bolaang+Mongondow,+Sulawesi+Utara/@0.8326864,124.2555752,62137m/data=!3m1!1e3!4m8!4m7!1m0!1m5!1m1!1s0x327e1a9839b3ec95:0x49caccbe34567015!2m2!1d124.3421397!2d0.850394)

Pengalaman pertama menuju ke desa itu sungguh mengerikan.

Di atas sebuah kendaraan pick up, duduk di atas tumpukan kayu, dilaluinya jalan yang berbatu, penuh turunan, tanjakan dan tikungan sepanjang 9 kilometer.

Desa itu terletak jauh di dalam hutan.

Kepala Dian yang terus menerus kena sinar matahari sempat sakit.

Begitu pula sekujur tubuhnya akibat duduk dalam posisi yang salah selama berjam - jam.

Dian terkejut. Agak shock. Tapi ia tak menyerah.

Dia maju terus demi menggapai cita - citanya menjadi pendidik.

Periode mengajar dimulai dan seribu satu kesulitan ia alami, menggodanya untuk menyerah.

Dian harus menetap di sana. Rumah tinggalnya milik seorang aparat desa.

Air sulit. Harus ditimba sejauh ratusan meter.

Jangan berharap hiburan dari android.

Daerah sinyal terdekat berjarak 5 kilometer.

Kontras dengan Lolak, daerah asal Dian yang panas membara, daerah itu dingin.

Di malam hari, selimut kadang tak sanggup membendung hawa dingin.

Tapi Dian tetap setia pada cita - citanya.

Berbagai pengalaman sulit itu membentuk karakternya jadi pendidik tangguh yang akan jadi sandaran hidup para siswanya.

Ia menjelma bagai pohon yang meneduhi mereka dari teriknya sinar matahari ataupun hujan lebat.

Sebut dia, SD tempatnya mengajar punya 30 siswa.

Ia menjadi guru kelas tiga.

"Jumlah muridnya hanya empat orang," kata dia.

Ia mengaku mencurahkan semua ilmunya pada murid - muridnya.

Dia ingin mengantar mereka ke gerbang pengetahuan masing - masing dan menggapai cita - cita.

"Saya mengajar mereka pengetahuan dan karakter. Mereka bak keluarga saya, siang saya mengajar, malam mereka datang ke rumah, ada yang nginap karena orang tua mereka pergi ke kebun selama berhari - hari," ujarnya.

Dikepung seribu satu kesulitan, ia tak resah. Keresahannya muncul tatkala para siswanya tidak lagi kelihatan di kelas.

Apalagi jika berembus kabar mereka akan berhenti sekolah dan mengikuti jejak orang tuanya sebagai petani.

"Saya pasti ke rumah orang tua siswa dan membujuk mereka agar sekolah lagi," kata dia.

Di masa Covid ini, pembelajaran terhenti. Ia pun lagi hamil.

"Saya rindu mereka," katanya masygul.

Dia tak sabar untuk segera mengajar.

Di usianya yang masih muda, di awal karirnya sebagai guru, Dian telah merintis sejarah untuk membebaskan anak - anak miskin di pedalaman dari putus sekolah.

Segenap daya ia kerahkan untuk tujuan itu, seperti halnya Ibu Muslimah dan Laskar Pelangi dalam Novel best seller yang dikarang Andrea Hirata. (art)

Subscribe YouTube Channel Tribun Manado:

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved