Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Vaksin Covid 19

Vaksin Covid-19 akan Disuntik Sebanyak 2 Kali, Erick Thohir: Rentan Waktu Dua Minggu

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan, tiap satu orang perlu dilakukan dua kali vaksinisasi. Rentang waktunya, berkisar dua

Editor: Rhendi Umar
via https://pontas.id/
Erick Thohir Angkat Komisaris Utama BUMN Angkasa Pura II 

Pemberian atau transfusi plasma darah kepada pasien yang sedang terinfeksi Covid-19 belum bisa diberikan bila uji klinis belum terselesaikan dengan baik.

Prof dr David H Muljono SpPD FINASIM FAASLD PhD, SelakuWakil Kepala Bidang Penelitian Translasional di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, mengatakan, pemberian sebelum terselesaikan uji klinik, terapi terapi plasma konvalesen dapat berisiko gagal.

"Kalau tidak di uji klinik atau tidak selesai di uji netralisasinya itu bisa berbahaya, karena kita tidak tahu apakah isi plasma itu apa," kata David kepada Kompas.com melalui virtual daring, Selasa (25/8/2020).

Seperti diketahui, plasma konvalesen adalah plasma darah yang diambil dari pasien Covid-19 yang telah sembuh, dan kemudian diproses agar dapat diberikan kepada pasien yang sedang terinfeksi virus corona, SARS-Cov-2 penyebab Covid-19.

Pemberian plasma darah pasien sembuh dari Covid-19 ini diharapkan dapat membantu pasien yang sedang terinfeksi untuk lebih kuat lagi melawan serangan virus tersebut.

Mengapa plasma konvalesen perlu uji klinis?

Plasma darah atau plasma konvalesen terbaik yang diberikan dalam terapi ini, haruslah mengandung antibodi spesifik terhadap virus SARS-CoV-2 dan juga memiliki titer (kadar) yang tidak rendah atau harus lebih dari 1/80.

"Kita itu belum tahu ya, makanya perlu dites atau diuji itu supaya kita tahu apakah plasma darahnya itu memang mengandung antibodi yang spesifik apa nggak, titernya cukup apa nggak," kata David.

Sebab, para peneliti belum mengetahui kedua inti dasar tersebut hanya dengan melihat sampel plasma darah yang diambil dari penyintas Covid-19 saja.

Selain itu juga, David berkata, pemberian plasma darah atau plasma konvalesen ini meski terbilang lebih sederhana daripada pembuatan vaksin tetapi tetap memiliki risiko berbahaya.

"Itu kalau kita beri (plasma darah penyintas) tapi antibodinya tidak spesifik atau spesifik (antibodi untuk SARS-CoV-2) tapi titernya (kadar) rendah itu bisa jadi risiko untuk pasien penerima, bisa ada reaksi tubuh yang parah," kata dia.

Contoh antibodi tidak spesifik yang dimaksudkan David adalah dalam sampel plasma darah itu hanya ada antibodi virus corona saja. Bisa saja tidak mengandung virus corona SARS-CoV-2, melainkan jenis lain.

Apabila antibodi non-spesifik ini masuk ke dalam tubuh pasien penerima, justru tidak akan terbentuk sistem pertahanan kekebalan tubuh yang lebih baik dari sebelumnya. Bahkan, bisa terjadi keluhan yang baru lagi.

Jangan terburu-buru terapkan terapi plasma konvalesen

Oleh sebab itu, David berkata, perizinan untuk penerapan terapi plasma darah ini tidak perlu terburu-buru mengejar negara lain yang sudah mengeluarkan izin penerapan plasma darah untuk pasien Covid-19.

Sumber: Kontan
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved