Harga Cengkih
Harga Cengkih Turun Dampak Merosotnya Konsumsi Rokok, Pemprov Dorong Ekspor Cengkih
Konsumsi rokok nasional menurun hingga 40 persen di masa Pandemi Covid 19. Dampaknya harga cengkih ikut merosot.
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Chintya Rantung
TRIBUNMANADO. CO. ID, MANADO - Konsumsi rokok nasional menurun hingga 40 persen di masa Pandemi Covid 19. Dampaknya harga cengkih ikut merosot di kisaran Rp 50.000 per kilogram.
Kepala Dinas Perkebunan Sulut, Refly Ngantung mengatakan, cengkih menjadi satu di antara bahan untuk memproduksi rokok di Indonesia.
Kebutuhan cengkih nasional tiap tahun mencapai 120.000 ton
"90 persennya diolah untuk bahan campuran pembuatan rokok, " ujar Refly kepada tribunmanado.co.id
Kenapa harga turun? Refly mengatakan, karena kondisi sekarang di tengah pandemi Covid konsumsi rokok menurun sampai 40 persen
"Sampai-sampai ada pabrik yang sempat tutup tidak memproduksi rokok, " kata dia.
Kalkulasinya kebutuhan cengkih 120.000 ton, terpaksa yang digunakan untuk produksi rokok estimasinya tinggal 60 persen, atau sekitar 72.000 ton.
"Ada 48.000 ton tidak termanfaatkan," ungkapnya.
Di samping itu, produksi cengkih petani dua tahun belakangan cukup bagus "Panennya lumayan, " kata dia.
Alhasil berlaku hukum pasar, saat barang banyak tapi pembeli sedikit maka harga turun
"Cengkih itu mekanisme pasar berlaku, " kata dia.
Sebelum Covid, harga cengkih masih bertahan di angka Rp 70.000, namun seiring turunnya produksi rokok ikut mengantar merosotnya harga cengkih.
"Ini berlaku secara nasional bukan hanya di Sulut saja, " kata diam
Refly mengimbau agar jangan menjual semua hasil panen cengkih. Jadikan sementara waktu rumah sebagai resi gudang sambil menunggu harga kembali membaik.
Solusi lain, Pemprov mendorong ekspor cengkih ke mancanegara.
Selasa (25/8/2020), Gubernur Sulut, Olly Dondokambey melepas ekspor sejumlah komiditas andalan Sulut, satu di antaranya cengkih.
"26 ton cengkih diekspor ke India, saat harga rendah, rupanya ekspor jadi pilihan," ungkap dia.
Peluang ekspor makin terbuka lebar jika Pelabuhan Bitung menjadi Hub Internasional, dan Bandara Sam Ratulangi menjadi port ekspor ke mancanegara.
"Dibukanya pasar ekspor ini harga komoditi akan meningkat, " ungkap dia.
Antisipasi Kemarau
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Sam Ratulangi Manado, musim kemarau di Sulut bergeser mulai Bulan Agustus, dan diperkirakan puncaknya pada bulan September sampai Oktober 2020.
Tidak turunnya hujan dalam periode yang melebihi satu bulan menyebabkan terjadinya kekeringan di beberapa wilayah Sulut.
Refly Ngantung mengungkapkan, kondisi ini perlu dilakukan langkah antisipasi.
Pemprov lewat Dinas Perkebunan Sulut pun sudah melayangkan surat imbauan perihal Antisipasi Musim Kemarau kepada kepala dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten/kota se Provinsi Sulut.
Adapun, 5 Poin penting yang disampaikan.
Pertama, Dinas yang membidangi Perkebunan di kabupaten/kota dapat mengantisipasi kebakaran hutan, dan lahan dengan mengimbau petani agar tidak membuka lahan perkebunan dengan cara membakar.
Kedua, menginformasikan kepada masyarakat luas untuk lebih siap dan antisipatif terhadap dampak puncak musim kemarau.
Ketiga, mendorong petani/kelompok tani untuk mengoptimalkan pemanfaatan bantuan embung, irigas perpompaan dan perpipaan untuk melindungi tanaman perkebunan dari kekeringan
Keempat, mengimbau petani yang menerima bantuan bibit seperti bibit kelapa, pala, cengkih, kakao, kopi, aren dan vanili untuk menyiram tanaman baik yang sudah ditanam maupun yang belum ditanam.
Bila belum ditanam, sebaiknya menunda penanaman sampai musim penghujan sambil memelihara bibit tanaman jangan sampai mati.
Kelima, daerah yang tidak mengalami kemarau seperti Bolsel tetap mewaspadai adanya potensi curah hujan dengan kriteria tinggi sampai sangat tinggi. (ryo)