Berita Nasional
Gubernur Anies Baswedan Diminta Menghukum Pasien Isolasi Mandiri, Terungkap Alasannya
Tri Yunis Miko Wahyono salah satu faktor terus meningkatnya jumlah pasien Covid-19 di DKI Jakarta adalah mereka yang diisolasi mandiri.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Anies Baswedan diminta untuk menghukum pasien positif Covid-19 yang diisolasi mandiri namun tak patuh.
Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono salah satu faktor terus meningkatnya jumlah pasien Covid-19 di DKI Jakarta adalah mereka yang diisolasi mandiri.
Meski sudah dinyatakan positif Covid-19, mereka masih banyak yang pergi keluar rumah setidaknya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Kalau mereka ini keluar harusnya dihukum kalau keluar rumah. Ini enggak ada hukuman," kata Miko saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/8/2020).
Selain tak ada hukuman, pengawasan terhadap pasien isolasi mandiri juga terbilang sangat lemah. Mereka hanya dikontrol oleh petugas kesehatan via telepon setiap harinya.
Hal ini tentunya menjadi peluang bagi mereka yang terinfeksi inu keluar rumah lalu menularkan ke orang lain.
Oleh karena itu, Miko menyarankan Pemprov DKI menerapkan hukuman bagi para pasien isolasi mandiri yang membandel ini.
"Seperti di Singapura saja, pertama kalau keluar dia didenda. Tapi kalau sudah sampai tiga kali keluar itu harus ada sanksi penjara," ucap Miko.
Akan tetapi, penerapan hukuman ini harus beriringan dengan pemenuhan kebutuhan mereka yang terpapar Covid-19.
Jika kebutuhan mereka terpenuhi, tentu tak ada alasan bagi para pasien isolasi mandiri ini untuk keluar rumah.
Kasus Covid-19 di Ibu Kota sejauh ini terus melonjak. Jumlah pasien positif Covid-19 di DKI Jakarta bertambah 659 orang per Senin ini.
Sehingga jumlah akumulatif pasien positif Covid-19 di DKI Jakarta hingga hari ini adalah 34.295 orang.
Berdasarkan data pada laman corona. jakarta.go.id, sebanyak 25.463 orang dari total keseluruhan pasien positif Covid-19 sembuh atau bertambah 1.896 orang dibanding Minggu kemarin.
Sedangkan 1.112 orang dilaporkan meninggal dunia atau 3,2 persen dari total keseluruhan kasus positif Covid-19.
Anak Berpotensi Lebih Besar Tularkan Virus Corona
Anak-anak tak kebal dari virus corona dan bahkan berpotensi pula menularkan ke orang lain.
Hal tersebut sebagaimana yang telah diingatkan oleh ahli.
Sebuah studi baru menyebut meski anak-anak sering tidak menunjukkan gejala bukan berarti mereka tidak membawa jejak virus.
Seperti dikutip dari Science Alert, Jumat (21/8/2020), studi yang dipublis di Journal of Pediatrics ,mengatakan, begitu anak-anak tertular virus corona, para ilmuwan mengatakan mereka mungkin membawa virus dalam jumlah yang sangat tinggi.
Sehingga anak-anak yang telah positif Covid-19 tersebut berpotensi menularkan ke orang lain.
"Selama pandemi kami telah mencapai kesimpulan sebagian besar orang yang terinfeksi adalah orang dewasa."
"Namun bukan berarti kita boleh mengabaikan anak-anak sebagai penyebar potensial virus ini," ungkap Alessio Fasano, ahli gastroenterologi anak yang juga bekerja di MassGeneral Hospital for Children di Boston.
Dalam studinya, peneliti melakukan penelitian di dua rumah sakit di Boston terhadap 192 anak-anak dan remaja berusia 0-22 tahun.
Peneliti menemukan 49 anak terinfeksi Covid-19 dan 18 anak mengalami sindrom inflamasi multisistem-penyakit yang terkait dengan Covid-19.
Tak diduga, peneliti menemukan pula kalau anak-anak yang dirawat di rumah sakit memiliki tingkat virus corona yang lebih tinggi di saluran udara, terutama dalam dua hari pertama tertular, dibandingkan dengan orang dewasa.
Hasil tersebut tentu mengejutkan, sebab tingginya tingkat virus tersebut berpotensi pada penyebaran virus yang lebih banyak sehingga risiko penularannya pun lebih besar.
Meskipun penelitian ini tidak memeriksa penularan virus corona secara langsung, temuan tersebut juga menunjukkan bahwa anak-anak mungkin merupakan sumber penyebaran virus yang tak terdeteksi.
Lebih lanjut, peneliti menyebut jika anak-anak yang terinfeksi Covid-19 hanya menunjukkan gejala ringan atau tanpa gejala. Hal tersebut membuat strategi pengendalian infeksi menjadi jauh lebih sulit.
Demam biasanya merupakan gejala pertama Covid-19, namun pada studi ini peneliti hanya menemukan separuh anak yang demam akibat terinfeksi Covid-19.
Temuan tersebut pun menunjukkan pemeriksaan suhu bukanlah alat yang efektif digunakan jika sekolah di buka kembali.
Sebaliknya peneliti menyarankan untuk fokus pada strategi jaga jarak, penggunaan masker atau pembelajaran jarak jauh.
"Tanpa tindakan pengendalian infeksi seperti ini, ada risiko yang signifikan bahwa pandemi akan terus berlanjut dan anak-anak dapat membawa virus ke dalam rumah, membuat orang dewasa berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah," papar Fasano.
Ia pun menambahkan studi memberikan fakta bagi pembuat kebijakan untuk membuat keputusan terbaik bagi tempat-tempat yang melayani anak-anak, seperti sekolah atau tempat penitipan anak.
" Anak-anak menjadi salah satu sumber penyebaran virus corona dan ini harus diperhitungkan dalam tahap perencanaan pembukaan sekolah," tambah Fasano.
BERITA TERKINI TRIBUNMANADO:
• Pria Ini Ngaku Pegawai Bank Swasta, Cetak Uang Palsu Mirip Aslinya, Ternyata Identitas Tahanan Kabur
• Besok Gubernur Jabar Uji Klinis Vaksin Covid-19, Persiapan Ridwan Kamil: Memaksimalkan Kebugaran
• Hasil Swab Test Ketua Pengadilan Negeri Medan Positif Covid-19, PN Belum Rencana Lockdown