Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sosok Tokoh

17 Pahlawan Nasional Asal Manado, Diminta Soekarno Bentuk Pemerintahan hingga Gugur Usia 24 Tahun

17 tokoh asal Manado yang memiliki peran penting dalam mewujudkan dan mempertahankan NKRI

Penulis: Aldi Ponge | Editor: Aldi Ponge
Istimewa
Gubernur Olly Sebut AA Maramis Si Perumus Pancasila, Layak Dianugerahi Pahlawan Nasional 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Berikut 17 tokoh asal Sulawesi Utara yang menjadi pahlawan dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.

Sebetulnya, banyak pahlawan asal Sulawesi Utara yang gugur selama perjuangan kemerdekaan.

Banyak rakyat kecil juga yang menjadi korban terutama saat merebut kemerdekaaan.

Namun, baru  9 orang tokoh sudah dianugrahi gelar sebagai pahlawan nasional.

Gubernur Olly Beli Semangka 10 Ton dari Petani Minsel, Diantar Langsung ke Rumah Gubernur

Daftar Daerah Berpotensi Hujan Lebat, Jumat 21 Agustus 2020, Prakiraan Cuaca BMKG

Berikut 17 tokoh asal Manado yang memiliki peran penting dalam mewujudkan dan mempertahankan NKRI:

1. Pierre Tendean

Kisah Kapten Pierre Tendean Batal Menikah Karena Dibunuh saat Tragedi G30S/PKI
Kisah Kapten Pierre Tendean Batal Menikah Karena Dibunuh saat Tragedi G30S/PKI (Tribun Kaltim)

Kapten Czi (Anumerta) Pierre Andreas Tendean, lahir pada 21 Februari 1939. Dia meninggal saat pemberontakan PKI pada 30 September 1965 atau wafat pada usia 26 tahun.

Dia mengawali karier militer dengan menjadi intelijen dan kemudian ditunjuk sebagai ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution dengan pangkat letnan satu, ia dipromosikan menjadi kapten anumerta setelah kematiannya.

Pierre adalah anak dari Dokter AL Tendean asal Manado dan Maria Elizabeth Cornet, keturunan Indo-Perancis. Dia bahkan dijuluki "Robert Wagner dari Panorama" oleh gadis-gadis remaja Bandung.

Robert Wagner merupkan actor dan bintang film Amerika Serikat yang terkenal tahun 1960-an. Bumi Panorama, itulah sebutan untuk kampus Akademi Teknik Angkatan Darat.

Pierre adalah anak kedua dari tiga bersaudara, kakak dan adiknya bernama Mitze Farre dan Rooswidiati. Pierre mengenyam sekolah dasar di Magelang, lalu melanjutkan SMP dan SMA di Semarang tempat ayahnya bertugas.

Sejak kecil, ia sangat ingin menjadi tentara dan masuk akademi militer, namun orang tuanya ingin ia menjadi seorang dokter seperti ayahnya atau seorang insinyur.

Karena tekadnya yang kuat, ia pun berhasil bergabung dengan ATEKAD di Bandung pada 1958.

Dia bertugas memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Malaysia. Pada 15 April 1965,

Pierre dipromosikan menjadi letnan satu, dan ditugaskan sebagai ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved