NEWS
Kisah Oma Martje, Mata-mata RI yang Melihat Langsung Kejamnya Belanda: Airmata Saya Menetes
Martje Engkol selalu merasakan sensasi emosi yang luar biasa, di setiap hari proklamasi 17 Agustus
TRIBUNMANADO.CO.ID - Martje Engkol selalu merasakan sensasi emosi yang luar biasa, di setiap hari proklamasi 17 Agustus,
Sepanjang hari itu, airmatanya bercucuran berulangkali.
Sekujur tubuhnya bergetar. Hal itu juga ia rasakan pada proklamasi kali ini.
"Airmata saya menetes berulangkali," kata dia kepada Tribun Manado di sela - sela pertemuan para veteran dengan Gubernur Sulut Olly Dondokambey usai peringatan detik - detik proklamasi, Rabu (17/8).
Kepada Tribun Manado, ia mengatakan, proklamasi selalu membawanya pada kenangan puluhan tahun silam.
Kala itu, Martje menjadi mata - mata republik dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Tamblang Tompaso.
"Tugas saya melaporkan keadaan Belanda kepada pasukan kita," kata dia.

Cara memberi laporan, kata dia, lewat orang tertentu. Pernah ia diperintah orang tersebut untuk menulis pesan di atas kertas dan menaruhnya di sebuah tempat di kebun.
"Waktu itu saya kasih tahu berapa jumlah pasukan musuh dan posisinya," ujar dia.
Selain memberi informasi, tugas Martje lainnya adalah menyediakan makanan bagi pejuang. Makanan disediakannya dalam plastik yang digantungnya di pohon di belakang rumah.
"Kami melakukannya pada malam hari," kata dia.
Dibeber Martje, banyak informan yang tidak beruntung. Mereka ditangkap belanda.
"Mereka disiksa disatu rumah, dipukuli secara bergantian," kata dia.
Salah satu informan yang tidak beruntung itu adalah ayah Martje.
Ayah Martje mengalami stress berkepanjangan.