Djoko Tjandra Ditangkap
Djoko Tjandra Berhasil Ditangkap
Djoko Tjandra akhirnya ditangkap setelah 11 tahun menjadi buron. pada Kamis (30/7/2020) malam, Ia berhasil ditangkap di Malaysia.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Djoko Tjandra akhirnya ditangkap setelah 11 tahun menjadi buron.
Terkait hal tersebut, pada Kamis (30/7/2020) malam, Ia berhasil ditangkap di Malaysia oleh tim Tim Penyidik Gabungan Bareskrim Polri.
Dan tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma tadi malam.

Setelah sekian lama menjadi buronan, tersangka kasus pengalihan utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra berhasil ditangkap oleh Tim Penyidik Gabungan Bareskrim Polri, Kamis (30/7/2020) malam.
Djoko Tjandra tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma dengan pesawat khusus sekitar pukul 22.00 WIB.
Djoko Tjandra diketahui selama ini bersembunyi di Malaysia.
Dia merupakan buronan kasus hak tagih bank Bali.
Kasus ini melibatkan sederat nama petinggi Polri.
Salah satunya adalah Brigjen Prasetijo yang menyalahgunakan wewenangnya dengan mengeluarkan surat jalan untuk buron MA tersebut.
Karena ulahnya tersebut, Brigjend Pol Prasetijo Utomo dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Profil Djoko Tjandra
Seperti dikutip dari Tribunnewswiki, Djoko Tjandra atau Djoko Sugiarto Tjandra merupakan pemilik Grup Mulia.
Dia menjadi terpidana kasus korupsi pengalihah hak tagih (cessie) Bank Bali.
Djoko Tjandra lahir di Sanggau, Kalimantan Barat, pada 27 Agustus 1950.
Dia lahir dari keluarga pasangan Tjandra Kusuma dan Ho Yauw Hiang dan memiliki tujuh saudara kandung.
Ia menikah dengan Anna Boentaran dan mereka dikaruniai tiga orang putri, yaitu Joanne Soegiarto Tjandranegara, Jocelyne Soegiarto Tjandra dan Jovita Soegiarto Tjandra.
Pria bernama lengkap Djoko Sudiarto Tjandra alias Tjan Kok Hui merupakan penguasaha yang identik dengan Grup Mulia yang memiliki bisnis inti properti.
Dia didakwa menyalahgunakan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam kasus yang bergulir sejak tahun 1999 tersebut.
Pada 16 Juni 2009 ia resmi menjadi buron karena mangkir dari panggilan Kejaksaan setelah Majelis Peninjauan Kembali Mahkamah Agung menerima peninjauan kembali atas putusan bebas yang diterima oleh Djoko pada persidangan tahun 2000.
Hingga akhirnya pada 30 Jui 2020 dia berhasil ditangkap oleh Tim Gabungan Bareskrim Polri,

Perjalanan Karier
Saat berusia 17 tahun, Djoko bepergian ke Irian Jaya (sekarang provinsi Papua), di mana pada tahun 1968 ia membuka toko grosir bernama Toko Sama-Sama di ibukota provinsi tersebut, Jayapura.
Pada tahun 1972, ia membuka toko bernama Papindo di Papua Nugini.
Ia membuka bisnis distribusi di Melbourne pada tahun 1974.
Pada tahun 1975, ia mendirikan sebuah perusahaan kontraktor bernama PT Bersama Mulia di Jakarta.
Tiga tahun kemudian, sebagai ahli untuk PT Jaya Supplies Indonesia, ia memperoleh proyek dari Pertamina, PLN dan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
Dari tahun 1979 hingga 1981, ia mengembangkan pembangkit listrik Belawan di Sumatera Utara, memperluas kilang minyak di Balikpapan, mengembangkan Hydrocracking Complex di Dumai, sebuah kilang minyak di Cilacap, dan pupuk Kaltim di Bontang, Kalimantan Timur.
Pada tahun 1983, ia memasuki sektor properti, dengan mengembangkan blok kantor.
Di antara proyek-proyeknya adalah gedung Lippo Life, Kuningan Plaza dan BCA Plaza.
Ia juga terlibat dalam pengembangan Mal Taman Anggrek, yang dulunya merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Asia Tenggara.
Dia kemudian menggandeng Yyasan Dana Pensiun BRI yang memiliki lahan di Jalan Jeneral Gatot Subroto dan Jalan Jenderal Sudirman.
Dengan pola BOT ia membangun gedung BRI II dan Gedung Mulia Towe sengan masa sewa selama 30 tahub.
Setelah itu lahan milik Departemen Kehakiman digarapnya menjadi gedung Mulia Center dengan hak pengelolaan selama 22 tahun.
Djoko adalah tokoh utama dalam Grup Mulia, yang dimulai dengan PT Mulialand, yang didirikan pada awal 1970-an oleh Tjandra Kusuma (Tjan Boen Hwa) dan tiga anaknya: Eka Tjandranegara (Tjan Kok Hui), Gunawan Tjandra (Tjan Kok Kwang) dan Djoko Tjandra.
Mulialand terlibat dalam konstruksi dan properti.
Properti mewah yang dikembangkannya meliputi Hotel Mulia Senayan, Wisma Mulia, Menara Mulia, Wisma GKBI, Menara Mulia Plaza 89, Plaza Kuningan, dan apartemen Taman Anggrek.
Pada 5 November 1986, mereka mendirikan PT Mulia Industrindo, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur kaca dan keramik.

Skandal
Dibuat juga perjanjian pengalihan (cessie) tagihan piutang antara dua pihak yang sama. Namun dalam perjanjian ini, Djoko Tjandra berperan sebagai Direktur PT Era Giat Prima (EGP).
Kerja sama ini memunculkan perkara korupsi.
Lalu pada September 1999, perkara korupsi cessie Bank Bali yang melibatkan Djoko Tjandra mulai diusut oleh Kejaksaan Agung sesuai dengan laporan dari Bismar Mannu, Direktur Tindak Pidana Korupsi kepada Jaksa Agung.
Dalam kasus itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Djoko bebas dari tuntutan.
Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan melakukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp15 juta dan uangnya di Bank Bali sebesar Rp546 miliar dirampas untuk negara.
Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko Tjandra diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby.
Akan tetapi, Djoko diketahui telah melarikan diri ke Papua Nugini sebelum dieksekusi.
Kaburnya Djoko diduga karena bocornya putusan peninjauan kembali oleh MA.
Ketua MA Harifin A Tumpa mengakui kemungkinan bocornya informasi putusan.
Namun, informasi yang dibocorkan belum tentu akurat.
Harifin menyatakan, tidak mungkin bocoran informasi itu berasal dari majelis hakim yang menangani peninjauan kembali Joko Tjandra.
Pada 2012, Djoko diketahui telah berpindah kewarganegaraan menjadi warga Papua Nugini.
(Tribunnewswiki.com/SO)
Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki dengan judul " BREAKING NEWS: Buron Kejaksaan Agung, Djoko Tjandra Ditangkap di Bandara Halim Perdana Kusuma "