News
Tamparan Keras untuk Nadiem Makarim! NU, Muhammadiyah, PGRI Mundur dari Organisasi Penggerak
Baru-baru ini beredar kabar buruk untuk Nadiem Makariem, diketahui ada beberapa ormas mundur dari program andalan Kemendikbud.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Baru-baru ini beredar kabar buruk untuk Nadiem Makariem.
Diketahui ada beberapa ormas mundur dari program andalan Kemendikbud.
Terkait hal tersebut diketahui ormas besar Tanah Air tersebut sangat berpengaruh di Indonesia.
• Ini 5 Zodiak yang Percaya Diri, Leo Menjadi Orang yang Paling Percaya Diri dari Seluruh Zodiak
• Apakah Wortel Bisa Sembuhkan Mata Minus, Berikut Penjelasannya
• 23 Fakta di Balik Kematian Yodi Prabowo, Sempat Berobat, Korban Sampaikan Pesan Beruang-ulang

Tamparan keras bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dua ormas besar Tanah Air; Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, mundur dari salah satu program andalan Kemendikbud.
Hal ini menyebabkan Nadiem Makariem Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pembantu Presiden Jokowi melakukan evaluasi programnya.
Pasalnya, NU dan Muhammadiyah dua ormas berpengaruh di Republik ini.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim akan melakukan evaluasi lanjutan terhadap Program Organisasi Penggerak (POP).
Evaluasi ini dilakukan setelah beberapa organisasi masyarakat menyatakan mundur karena menilai banyak kejanggalan dalam program ini.
"Kemendikbud telah memutuskan untuk melakukan proses evaluasi lanjutan untuk menyempurnakan program organisasi penggerak," ujar Nadiem dalam konferensi pers secara daring, Jumat (24/7/2020).
Nadiem mengatakan proses evaluasi lanjutan ini akan melibatkan pakar pendidikan dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan lembaga negara.
"Proses evaluasi lanjutan ini akan melibatkan berbagai macam pakar pendidikan dan berbagai organisasi masyarakat dan lembaga-lembaga pendidikan. Saya kira bahwa penyempurnaan dan evaluasi lanjutan ini dilakukan setelah pemerintah menerima masukan dari berbagai pihak," kata Nadiem.
Seperti diketahui, PGRI, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak yang diluncurkan Kemendikbud.
Mereka mengkritik tidak jelasnya klasifikasi organisasi yang mendapatkan bantuan dana Program Organisasi Penggerak. Serta kejanggalan dalam proses verifikasi.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah telah menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
PGRI, NU dan Muhammadiyah menarik diri sebagai mitra, karena dinilai bermasalah.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk mundur dari Program Organisasi Penggerak.
Berikut fakta- fakta lengkap yang tribun-timur.com rangkum dari berbagai sumber hingga PGRI, NU, Muhammadiyah dari POP, benarkah soal bagi-bagi anggaran yang tidak adil?:
1. Program Dinilai Tak Efisien
Melalui surat yang ditandatangani Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi dan Wakil Sekjen, Muhir Subagja menyebutkan bahwa PGRI memutuskan untuk tidak bergabung dalam POP Kemendikbud.
"Dalam perjalanan waktu, dengan mempertimbangkan beberapa hal, menyerap aspirasi dari anggota dan pengurus dari daerah."
"Pengurus Besar PGRI melalui Rapat Koordinasi bersama Pengurus PGRI Provinsi Seluruh Indonesia, Perangkat Kelengkapan Organisasi."
"Badan Penyelenggara Pendidikan dan Satuan Pendidikan PGRI yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Juli 2019 memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud," papar Unifah melalui suratnya, Jumat (24/7/2020), dikutip dari Tribunnews.com.
PGRI menilai waktu pelaksanaan program yang sedikit, sehingga dirasa tidak efisien dalam menjalankan Program Organisasi Penggerak.
"Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien," kata Unifah.
"Serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari," sambungnya.
2. Kriteria Penetapan Peserta Tidak Jelas
Tak hanya itu, ada alasan lain yang membuat PGRI memutuskan untuk mundur dari POP Kemendikbud.
PGRI juga menilai pemilihan peserta Program Organisasi Penggerak tidak jelas.
Alasan ini sama dengan organisasi lain yang mengundurkan diri lebih dulu yakni NU dan Muhammadiyah.
Bahkan, Unifah menilai, kriteria dalam penetapan peserta POP Kemendikbud juga tidak jelas.
"Kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas," ujar Unifah.
PGRI memandang perlunya program yang sangat dibutuhkan para guru.
Prioritas program yang dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru.
3. Muhammadiyah Gelar Pelatihan
Sementara, Muhammadiyah membeberkan sejumlah pertimbangan hingga akhirnya memutuskan mundur dari POP.
Hal ini disampaikan Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno melalui keterangan tertulisnya.
"Setelah kami ikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI dan mempertimbangkan beberapa hal,
"Maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut," beber Kasiyarno, Selasa (21/7/2020), dikutip dari Kompas.com.
Meski demikian, Muhammadiyah tetap akan membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru.
Pelatihan yang dimaksud melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan dalam POP.
4. Proses Seleksi Tak Jelas
Lebih lanjut, mundurnya NU dikarenakan permasalahan proses seleksi yang dinilai kurang jelas.
Ketua LP Maarif NU, Arifin Junaidi menyampaikan, alasan lain NU memutuskan mundur dari POP Kemendikbud.
Alasan lain mundurnya NU, Arifin menuturkan, karena saat ini Lembaga Pendidikan Maarif NU sedang fokus menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah.
Pelatihan tersebut dilaksanakan di 15 persen dari total sekolah atau madrasah sekitar 21.000 sekolah/madrasah.
Arifin menambahkan, mereka yang ikut pelatihan harus melatih guru-guru di satuan pendidikannya dan kepala sekolah serta kepala madrasah lain di lingkungan sekitarnya.
Sedangkan POP harus selesai akhir tahun ini.
5. DPR Protes 2 Organisasi Sosial Dapat Rp 20 Miliar
Komisi X DPR mempertanyakan masuknya dua organisasi sosial yakni Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sebagai mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dalam Program Organisasi Penggerak.
“Kami tidak memungkiri jika program organisasi penggerak bisa diikuti oleh siapapun yang memenuhi persyaratan.
Kendati demikian, harus digarisbawahi bahwa program organisasi penggerak juga merupakan upaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat,
khususnya yang bergerak di bidang pendidikan,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda kepada wartawan, Selasa (21/7/2020).
Huda menjelaskan semangat Program Organisasi Penggerak merupakan upaya untuk melibatkan entitas-entitas masyarakat yang bergerak di bidang Pendidikan dalam meningkatkan kapasitas tenaga pendidik di Indonesia.
Untuk mendukung program ini maka Kemendikbud mengalokasikan anggaran hampir Rp 600 miliar.
Anggaran tersebut akan dibagikan untuk membiayai pelatihan atau peningkatan kapasitas yang diadakan organisasi masyarakat yang terpilih.
“Proses rekruitmen organisasi penggerak ini telah dilakukan. Berdasarkan data yang kami terima ada 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi dengan 183 proposal jenis kegiatan,” katanya.
Berdasarkan data tersebut, kata Huda, juga diketahui jika Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation termasuk dua dari 156 ormas yang lolos sebagai Organisasi Penggerak.
Mereka masuk Organisasi Penggerak dengan Kategori Gajah. Untuk kategori ini organisasi penggerak bisa mendapatkan alokasi anggaran hingga Rp20 miliar per tahun dengan sasaran lebih dari 100 sekolah baik jenjang PAUD/SD/SMP.
“Dengan demikian Sampoerna Foundation maupun Tanoto Foundation masing-masing bisa mendapatkan anggaran hingga Rp20 miliar untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru penggerak di lebih 100 sekolah,” katanya.
Politikus PKB ini merasa aneh ketika yayasan-yayasan dari perusahaan raksasa bisa menerima anggaran dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan guru.
Menurutnya, yayasan-yayasan tersebut didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).
Harusnya dengan semangat CSR mereka mengalokasikan anggaran dari internal perusahaan untuk membiayai kegiatan yang menjadi concern perusahaan dalam memberdayakan masyarakat.
“Lha ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, Yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri,” pungkasnya.
Untuk diketahui Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud.
Program ini bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.
Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.
Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp20 miliar/tahun, Macan Rp5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.
6. Reaksi Tanoto Foundation
Tanoto Foundation mnejadi bahan pembicaraan.
Karena Tanoto Foundation berhasil lolos Program Organisasi Penggerak.
Apalagi keikutsertaan Tanoto Foundation disorot oleh Komisi X DPR RI.

Apa itu Tanoto Foundation?
Tanoto Foundation adalah organisasi filantropi independen yang bekerja sama dengan pemerintah dan mitra lainnya dalam memajukan bidang pendidikan di Indonesia sejak 1981.
Demikian disampaikan Haviez Gautama Communications Director Tanoto Foundation.
"Tanoto Foundation bukan CSR karena tidak menggunakan dana operasional perusahaan dan dikelola secara independen dan terpisah dari kegiatan bisnis"kata Haviez dalma rilisnya.
Tanoto Foundation dipilih oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menjadi salah satu pelaksana Program Organisasi Penggerak (POP).
Tanoto Foundation tidak menerima dana dari pemerintah dan sepenuhnya membiayai sendiri Program PINTAR Penggerak ini dengan nilai investasi lebih dari Rp50 miliar untuk periode dua tahun (2020-2022).
Proses seleksi dilakukan terhadap 324 proposal dari 260 Ormas, di mana terpilih 183 proposal dari 156 ormas.
Melalui Program PINTAR Penggerak, Tanoto Foundation akan bekerja untuk mengembangkan kapasitas tenaga pengajar di 260 Sekolah Penggerak (160 Sekolah Dasar dan 100 Sekolah Menengah Pertama) rintisan di empat kabupaten, yakni Kampar (Riau), Muaro Jambi (Jambi), Tegal (Jawa Tengah) dan Kutai Barat (Kalimantan Timur).(Tribunnews.com/Indah Aprilin/Fahdi Fahlevi) (Kompas.com/Ayunda Pininta Kasih)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul " Kabar Buruk Nadiem Makarim! NU, Muhammadiyah, PGRI Mundur Organisasi Penggerak Hilang Legitimasi? "