Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Heboh

Djoko Tjandra Bikin KTP Elektronik di Kantor Kelurahan Tak Sampai 1 Jam, NIK-nya Masih Terdaftar

Kronologi awal perekaman KTP elektronik Djoko Tjandra pun dibeberkan Lurah Grogol Selatan Asep Subahan.

Editor: Alexander Pattyranie
ISTIMEWA
Foto Djoko Tjandra dalam perekaman KTP Elektronik di Kantor Kelurahan Grogol Selatan. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Baru-baru ini heboh Djoko Tjandra melakukan perekaman KTP-elektronik

di Kantor Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Bahkan, perekaman e-KTP buronan Kejagung ini tak sampai satu jam.

Kronologi awal perekaman KTP elektronik Djoko Tjandra pun dibeberkan Lurah Grogol Selatan Asep Subahan.

Mulanya, Asep dihubungi oleh Anita yang mengaku pengacara Djoko Tjandra.

Dalam percakapan itu mulanya ia ditanya soal status kependudukan Djoko Tjandra, apakah masih terdaftar di Kelurahan

Grogol Selatan atau tidak.

"Saya dihubungi pengacara Pak Djoko Tjandra, namanya Bu Anita."

"Dia menanyakan apakah status kependudukan Pak Djoko Tjandra masih terdaftar di Grogol Selatan," katanya saat

dikonfirmasi, Selasa (7/7/2020).

Kemudian Asep langsung berkoordinasi dengan Satpel Kependudukan dan Catatan Sipil untuk melihat

status NIK Djoko Tjandra di dalam sistem.

Didapati Djoko Tjandra masih menjadi warga Kelurahan Grogol Selatan.

Hanya yang bersangkutan belum melakukan perekaman KTP elektronik.

"KTP yang dipegang Pak Djoko Tjandra itu masih yang lama, belum KTP Elektronik," tuturnya.

Lantaran persyaratan perekaman KTP-el tidak bisa diwakilkan, maka Djoko Tjandra diminta datang ke Kelurahan Grogol Selatan pada 8 Juni 2020 pukul 08.00 WIB.

Pada hari itu Djoko Tjandra datang mengenakan setelan jas bersama tiga orang lainnya, yakni Anita selaku pengacara, seorang sopir, dan satu orang lagi yang tidak diketahui namanya.

"Satu orang lagi siapa? Ini yang saya kurang ketahui bodyguard atau siapa. Yang pasti datangnya berempat," ungkapnya.

Setiba di lokasi, Djoko Tjandra diarahkan Asep menuju Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Saat itu Djoko Tjandra tidak terlihat sakit, memakai tongkat, ataupun dipapah.

Dia berjalan sendirian dari pintu masuk kelurahan menuju PTSP.

Ia diminta menunggu, sementara Asep menanyakan kesiapan petugas perekaman.

Asep menjelaskan proses perekaman KTP-el Djoko Tjandra sejak kedatangan hingga perekaman selesai, hanya memakan waktu kurang dari satu jam.

Hal itu terjadi lantaran Djoko datang sejak pagi, selang satu jam dari waktu buka pelayanan pada pukul 07.00 WIB.

"Proses bikin KTP ini kurang dari satu jam karena begitu beliau datang pelayanan sudah buka dari jam 7," jelasnya.

Sepengetahuan Asep, kala itu Djoko Tjandra tidak menampakan keanehan.

Ia bersikap dan berpenampilan layaknya warga biasa yang mau merekam KTP.

Usai perekaman rampung dan KTP tercetak, selaku Lurah, Asep mengaku sama sekali tidak berbicara dengan yang bersangkutan.

Dia hanya sebatas mengantar Djoko Tjandra ke pintu gerbang kelurahan.

"Saya melihat dia sebagai warga biasa, tidak ada rasa takut. Seperti warga biasa saja."

"Saya selaku lurah nggak sampai ngobrol dengan yang bersangkutan."

"Saya sama sekali enggak berbicara dengan beliau, saya hanya mengantarkan sampai ke pintu gerbang," aku Asep.

Adapun nama dalam KTP elektronik yang tercetak bukan atas request nama Djoko Tjandra.

Tapi, penerbitan nama mengacu pada database sistem kependudukan dan catatan sipil.

Djoko Tjandra juga tidak mengisi formulir apapun karena pertimbangan data yang bersangkutan sudah ada di sistem Dukcapil, hanya perekamannya saja yang belum.

"Kita tidak mencetak KTP atas nama Djoko Tjandra, tapi kita menerbitkan KTP yang namanya memang sudah ada di sistem Kependudukan dan Catatan Sipil," terang Asep.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly buka suara terkait polemik keberadaan Djoko Soegiarto Tjandra.

Djoko merupakan buron dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.

Menjadi buronan Kejaksaan Agung selama sekira 11 tahun, Djoko Soegiarto Tjandra tiba-tiba terdeteksi sudah berada di Indonesia selama tiga bulan.

“Dari mana data bahwa dia 3 bulan di sini? Tidak ada datanya kok,” kata Yasonna dalam keterangan tertulis, Selasa (30/6/2020).

“Di sistem kami tidak ada, saya tidak tahu bagaimana caranya. Sampai sekarang tidak ada."

"Kemenkumham tidak tahu sama sekali (Djoko Tjandra) di mana."

"Makanya kemarin kan ada dibilang ditangkap, kita heran juga."

"Jadi kami sudah cek sistem kami semuanya, tidak ada,” ungkapnya.

Yasonna pun menyerahkan data-data kronologi status daftar pencarian orang (DPO) Djoko Soegiarto Tjandra kepada pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi.

Kronologi Status DPO

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menyampaikan 6 poin kronologi status Djoko Soegiarto Tjandra, yang masuk daftar pencegahan dan DPO.

Pertama, runut Arvin, ada permintaan pencegahan atas nama Djoko Soegiarto Tjandra oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 24 April 2008. Pencegahan ini berlaku selama 6 bulan.

"Kedua, red notice dari Interpol atas nama Djoko Soegiarto Tjandra (terbit) pada 10 Juli 2009," jelas Arvin.

Ketiga, lanjut Arvin, pada 29 Maret 2012 terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung yang berlaku selama 6 bulan.

Keempat, permintaan DPO dari Sektetaris NCB Interpol Indonesia terhadap Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan (WN Papua Nugini) pada 12 Februari 2015.

Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.

Kelima, pada 5 Mei 2020, ada pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol, red notice atas nama Djoko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak 2014, karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung.

"Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Djoko Soegiarto Tjandra dari Sistem Perlintasan pada 13 Mei 2020," papar Arvin.

Keenam, pada 27 Juni 2020, terdapat permintaan DPO dari Kejaksaan Agung.

Sehingga, nama Djoko Tjandra dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.

“Di samping kronologi di atas, perlu disampaikan juga bahwa atas nama Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chen tidak ditemukan dalam data perlintasan,” beber Arvin.

Jaksa Agung Sakit Hati

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut Djoko Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, sudah berada di Indonesia selama tiga bulan.

Ia mengaku begitu sakit hati dengan informasi tersebut, karena DDjoko Tjandra telah buron selama bertahun-tahun.

"Informasinya lagi yang menyakitkan hati saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini."

"Baru sekarang terbukanya," kata Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/6/2020).

Burhanuddin mengatakan, sudah beberapa tahun ini Kejaksaan Agung mencari keberadaan Djoko Tjandra.

Ia juga menerima informasi bahwa Djoko Tjandra bisa ditemui di Malaysia dan Singapura.

"Kami sudah minta ke sana sini, tidak bisa ada yang bawa,” ujarnya.

Burhanuddin mengatakan, Djoko Tjandra dikabarkan telah mendaftarkan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.

Ia mengakui kelemahan intelijen kejaksaan dalam memperoleh informasi.

"Pada tanggal 8 Juni DDjoko Tjandra informasinya datang di Pengadilan Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK-nya."

"Ini juga jujur kelemahan intelijen kami, tetapi itu yang ada."

"Ini akan jadi evaluasi kami bahwa dia masuk karena memang aturannya, katanya, untuk masuk ke Indonesia dia tidak ada lagi pencekalan," paparnya.

Meski begitu, Kejaksaan Agung belum bisa memastikan kabar Djoko Tjandra telah tertangkap.

Buronan kakap itu dikabarkan telah diamankan pada Sabtu (27/6/2020) lalu.

Dari informasi yang beredar, Djoko Tjandra telah diterbangkan menggunakan pesawat carteran dari Papua Nugini menuju Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Sebagaimana diketahui, Djoko telah berstatus warga Papua Nugini.

Namun, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, pihaknya hingga kini masih belum memastikan informasi tersebut.

"Hingga saat ini belum terkonfirmasi," kata Hari Setiyono kepada Tribunnews, Minggu (28/6/2020).

Sebaliknya, Kejaksaan Agung juga belum bisa memastikan kabar tersebut merupakan kabar bohong alias hoaks atau tidak. Pihaknya akan mengonfirmasi lebih lanjut terkait kabar tersebut.

Mantan Direktur Era Giat Prima Djoko Tjandra meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Port Moresby, pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan keputusan atas perkaranya.

MA menyatakan Djoko Tjandra bersalah, dan harus membayar denda Rp 15 juta, serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.

Djoko diduga memberikan keterangan palsu dirinya tidak memiliki masalah hukum di Indonesia.

Sehingga, ia sukses menyandang status warga Papua Nugini. Padahal, di Indonesia ia berstatus buronan.

Kejaksaan kini tengah berupaya memulangkan Djoko, salah satunya dengan meyakinkan Djoko bermasalah secara hukum di Indonesia, sehingga Pemerintah Papua Nugini bersedia membantu kepulangan sang buronan.

Perintahkan Tangkap

Djoko Tjandra disebut sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hal itu diungkapkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, Senin (29/6/2020).

Menurutnya, dalam beberapa hari terakhir Kejaksaan Agung memang intens mencari Djoko Tjandra.

"Hari ini ada pengajuan PK atas nama Djoko Tjandra. Djoko Tjandra adalah buronan kami."

"Sudah tiga hari ini kami cari, tapi belum muncul," kata Burhanuddin di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.

Burhanuddin mengatakan, pihaknya sudah memerintahkan Jamintel untuk menangkap Djoko Tjandra apabila buronan itu hadir dalam sidang tersebut.

Burhanuddin meminta jajarannya menangkap dan menjebloskannya ke penjara.

"Beliau mengajukan PK di PN Jaksel, insyaallah saya sudah perintahkan untuk tangkap dan eksekusi," ucapnya.

Djoko Tjandra pernah divonis bebas dalam perkara korupsi cessie Bank Bali tersebut.

Pada Oktober 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membebaskannya dari segala tuntutan hukum.

Namun, Kejaksaan Agung tak menyerah dan akhirnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

MA pada Juni 2009 akhirnya memutus perkara ini dan menghukum Djoko Tjandra dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta.

Selain itu, MA memerintahkan untuk merampas uang hasil kejahatan Djoko Tjandra senilai Rp 546 miliar untuk negara.

Pada akhirnya, Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini sehari setelah putusan PK oleh MA ditetapkan.

(Wartakotalive/Danang Triatmojo)

BERITA TERPOPULER :

 Demi Nikahi Ladyboy Tercantik Se-Thailand, Pengusaha Tajir Ini Ceraikan Istrinya

 Kasus Sembuh Terus Membludak, Jumlah Pasien Aktif Covid-19 Terus Berkurang

 Kisah Dramatis Korban Begal, Suami Peluk Istri Hamil 7 Bulan : Jangan Bergerak, Melawan Kami Tembak

TONTON JUGA :

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul KRONOLOGI Djoko Tjandra Bikin KTP Elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Tak Sampai 1 Jam

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved