Kasus Korupsi
Imam Nahrawi Bersumpah Demi Allah dan Rasulullah Tidak Pernah Terima Dana Hibah KONI, KPK Bertindak
KPK sebelumnya membuka peluang untuk menetapkan pihak lain sebagai tersangka dalam kasus ini.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi pengakuan terdakwa kasus korupsi dana Hibah KONI, yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi.
Imam Nahrawi mengaku bahwa tidak pernah menerima suap dana Hibah KONI.
Melalui Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar menyatakan pihaknya bakal menggelar rapat pada pekan depan.
Hal itu terkait pengembangan kasus suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
KPK sebelumnya membuka peluang untuk menetapkan pihak lain sebagai tersangka dalam kasus ini.
Hal ini menyusul keterangan eks Menpora Imam Nahrawi usai sidang putusan yang meminta KPK agar aliran dana hibah Kemenpora kepada KONI sebesar Rp 11,5 miliar diungkap.
Imam Nahrawi mengklaim tidak menerima sepeser pun uang tersebut.
"Terkait pengembangan kasus kita akan rapat minggu depan untuk mendalami hal tersebut."
"Dengan rapat dengan seluruh penyidik, para direktur, deputi, apakah kemudian informasi itu bisa dikembangan atau tidak," kata Lili di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (30/6/2020).

Lili mengatakan, pihaknya bakal mencermati kecukupan alat bukti dan keterangan saksi untuk melakukan pengembangan kasus tersebut.
"Lagi-lagi kita lihat apakah cukup alat bukti dan saksi, dan kemudian apakah itu disebutkan dalam putusan," ujarnya.
Sebelumnya, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mempertimbangkan mengajukan upaya hukum banding terhadap vonis dari majelis hakim.
Majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Imam Nahrawi.
Politikus PKB itu meminta KPK agar aliran dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sebesar Rp 11,5 miliar, diungkap.
"Kami mohon izin, melanjutkan pengusutan (perkara) aliran dana Rp 11,5 miliar dari KONI kepada pihak-pihak yang nyata-nyata tertera di BAP (Berita Acara Pemeriksaan)."
"Yang tidak diungkap di sini," kata Imam Nahrawi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).

Setelah meminta aliran dana itu untuk diungkap, Rosmina, ketua majelis hakim, sempat menegur Imam Nahrawi karena berbicara di luar konteks.
Semula, Rosmina meminta Imam Nahrawi menyampaikan keterangan apakah menerima vonis tersebut atau tidak.
"Terdakwa hanya mempunyai hak (menjawab) menerima, pikir-pikir, apa banding (terhadap putusan)," kata Rosmina.
Namun, Imam Nahrawi kembali menegaskan agar aliran dana Rp 11,5 miliar tersebut diungkap.
Dia mengklaim tidak menerima sepeser pun uang tersebut.
"Fakta sudah ada Yang Mulia. Tentu, kami mempertimbangkan ini dibongkar ke akar-akarnya."
"Saya, demi Allah dan Rasulullah tidak pernah menerima Rp 11,5 miliar. Yang Mulia mempunyai pertimbangan itu, saya hormati," ujarnya.

Imam Nahrawi mengaku akan mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding.
"Kami pikir-pikir. Tentu akan berusaha agar Rp 11,5 miliar dari dana KONI bisa dibongkar."
"KPK mendengar, media mendengar. Fakta hukum sudah pernah terungkap dan mohon tidak didiamkan," tambahnya.
Imam Nahrawi memakai kemeja berwarna putih, peci berwarna hitam, dan kacamata.
Terlihat, kedua bola mata Imam Nahrawi bengkak.
Sebelumnya, Imam Nahrawi divonis pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).
Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut.
Hal itu terkait pemberian dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), serta penerimaan gratifikasi.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut."
"Sebagaimana diancam dakwaan kesatu dan kedua," kata Rosmina, hakim ketua saat membacakan amar putusan.
Selain pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.
Imam Nahrawi Nahrawi diperintahkan membayar uang sebesar Rp 18,1 miliar.
Mengingat Imam Nahrawi sebagai politikus dan pernah menjabat sebagai menteri, maka mencabut hak untuk dipilih menempati jabatan publik selama 4 tahun setelah selesai menjalani hukuman pidana.
Sedangkan upaya pengajuan sebagai justice collaborator yang diajukan Imam Nahrawi ditolak majelis hakim.
Imam Nahrawi didakwa menerima suap bersama-sama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum, sebesar Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,64 miliar.
Pada sidang pembacaan tuntutan, jaksa penuntut umum menuntut Imam Nahrawi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Imam Nahrawi juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp 19,1 miliar dan mencabut hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama lima tahun terhitung, sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
Pengajuan JC Ditolak
Upaya Imam Nahrawi mengajukan permohonan sebagai justice collaborator ditolak majelis hakim.
Politikus PKB itu mengaku alasan mengajukan diri sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau justice collaborator, untuk membongkar aliran dana Rp 11,5 miliar terkait kasus pemberian dana hibah Kemenpora kepada KONI.
"Menolak permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa," kata Rosmina, ketua majelis hakim, saat membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).
Sementara, menurut anggota majelis hakim, Muslim, Imam Nahrawi tidak memenuhi syarat untuk mengajukan JC.
"Mempertimbangkan permohonan JC yang diajukan melalui surat 19 Juni 2020 dengan alasan ingin mengungkap aliran hibah Rp 11,5 miliar."
"Berdasarkan SEMA 04 Tahun 2011, syarat untuk menjadi adalah bukan pelaku utama, sehingga tidak cukup syarat untuk menjadi JC terhadap terdakwa," jelas Muslim.
Majelis hakim memutuskan Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut terkait pemberian dana hibah Kemenpora kepada KONI, serta penerimaan gratifikasi.
Selain pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Imam Nahrawi Nahrawi diperintahkan membayar uang senilai Rp 18,1 Miliar.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai sejumlah hal memberatkan untuk Imam Nahrawi.
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi.
Terdakwa adalah pimpinan tertinggi kementerian yang seharusnya menjadi panutan, dan terdakwa tidak mengakui perbuatan.
Sedangkan hal meringankan adalah terdakwa bersikap sopan, kepala keluarga, mempunyai tanggung jawab anak-anak yang masih kecil, dan belum pernah dihukum.
Sebelumnya, Imam Nahrawi didakwa menerima suap bersama-sama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum, sebesar Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,64 miliar.
Pada sidang pembacaan tuntutan, jaksa penuntut umum menuntut Imam Nahrawi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Imam Nahrawi juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp 19,1 miliar dan mencabut hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama lima tahun, terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok. (Ilham Rian Pratama)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Imam Nahrawi Bersumpah Sama Sekali Tidak Terima Dana Hibah KONI, KPK Segera Gelar Rapat, https://wartakota.tribunnews.com/2020/07/01/imam-nahrawi-bersumpah-sama-sekali-tidak-terima-dana-hibah-koni-kpk-segera-gelar-rapat?page=all