Sulawesi Utara
BPJS Kesehatan Ingin Program Tepat Sasaran, Minta DTKS Disempurnakan
Penonaktifan kepesertaan PBI JK disebabkan tidak terdaftar dalam DTKS.
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Alexander Pattyranie
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pemerintah melakukan pembaruan data peserta Penerima Bantuan Iuran
Jaminan Kesehatan (PBI JK) secara berkala.
Langkah ini harus terus dilakukan agar data penerima bantuan iuran tepat sasaran.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, mengingat penetapan peserta PBI JK mengacu pada Data
Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), tentu perlu dukungan semua pihak terkait agar penyempurnaan DTKS
dapat terus dilakukan.
"DTKS terbit setidaknya setiap enam bulan sekali.
DTKS termutakhir diterbitkan pada Januari 2020, jumlahnya 97,3 juta jiwa.
Perlu dilakukan sosialisasi terus menerus agar masyarakat dapat mengetahui apakah dia dan anggota keluarganya terdaftar
dalam DTKS tersebut atau tidak, dan hal ini akan berpengaruh pada kepesertaannya sebagai PBI JK," kata Iqbal lewat rilis
disampaikan BPJS Kesehatan, Jumat (26/06/2020)
Penyebab penonaktifan kepesertaan PBI JK disebabkan tidak terdaftar dalam DTKS, sebab itu masyarakat perlu didorong
untuk dapat secara proaktif melaporkan ke Dinsos setempat apabila terjadi ketidaksingkronan data.
Misalnya, karena ada perubahan dalam susunan anggota keluarga (lahir, meninggal, kawin, cerai) sebagaimana
tercantum Kartu Keluarga (KK) sehingga sebagian anggota keluarga belum terdaftar dalam DTKS,
"Siharapkan penduduk tersebut dapat melaporkan data diri dan anggota keluarganya ke dinas sosial setempat
untuk pemutakhiran DTKS,” kata Iqbal.
BPJS Kesehatan berkomitmen mendukung upaya penyempurnaan DTKS tersebut, Iqbal menyampaikan sesuai instruksi
agar BPJS Kesehatan kantor cabang berkoordinasi dengan Dinas Sosial setempat, melalui penyampaian data DTKS yang
memiliki sebagian anggota keluarga belum terdaftar dalam DTKS.
“Harapannya data tersebut bisa menjadi data input untuk peningkatan kualitas dan kuantitas DTKS.
Jika berhasil, harapan kita jumlah DTKS di bulan Juli 2020 jumlahnya dapat meningkat sekitar 6,7 juta jiwa atau
menjadi sekitar 104 juta jiwa," katanya.
Semua pihak perlu pro aktif dan memberikan dukungan kepada Dinas Sosial agar setidaknya pada triwulan keempat
tahun 2020 jumah penduduk terdaftar dalam DTKS bisa menyentuh angka kuota sesuai amanah Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Di sisi lain, Iqbal mengatakan, sesuai amanah Peraturan Presiden RI Nomor 82 Tahun 2018 pasal 99, Pemerintah Daerah
wajib mendukung penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan, antara lain melalui peningkatan pencapaian kepesertaan
di wilayahnya, kepatuhan membayar iuran, peningkatan pelayanan kesehatan dan dukungan lainnya
Hal ini sudah sesuai ketentuan perundang-undangan dalam rangka menjamin kesinambungan Program Jaminan Kesehatan.
Dalam pasal 102 juga disebutkan Pemerintah Daerah yang menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Daerah wajib
mengintegrasikannya ke dalam Program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Pemerintah Daerah juga diharapkan mengikuti Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyusunan
APBD Tahun 2020 yang dengan sangat jelas ditekankan bahwa dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage (UHC),
Pemerintah Daerah melakukan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah dengan Jaminan Kesehatan Nasional guna
terselenggaranya jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk.
Sesuai dengan aturan yang berlaku, apabila terdapat masyarakat yang belum terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan
Sosial (DTKS) sebagai PBI JK, maka dapat dilaporkan kepada Dinas Sosial untuk didaftarkan dalam DTKS PBI JK yang
aktif di bulan berikutnya.
“Sebagai badan hukum publik yang tunduk pada regulasi yang ditetapkan pemerintah, BPJS Kesehatan tidak memiliki
wewenang untuk mendaftarkan masyarakat ke dalam DTKS," katanya.
Diharapkan Pemerintah Daerah dapat berperan aktif mendata dan mendaftarkan penduduknya yang belum masuk
ke dalam DTKS, untuk selanjutnya dilaporkan kepada Kementerian Sosial.
Iqbal pun menyatakan, mengingat penjaminan layanan kesehatan bagi peserta PBI JK oleh BPJS Kesehatan mengacu pada
DTKS, maka diperlukan upaya pihak yang terkait dengan mekanisme penyusunan DTKS untuk dapat melakukan
upaya penyempurnaan data.
“Masyarakat juga diharapkan dapat proaktif mengecek apakah dirinya dan keluarganya berstatus peserta PBI atau bukan,
dengan cara menghubungi Dinas Sosial Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan Care Center 1500400, Kantor Cabang BPJS
Kesehatan setempat, atau melalui akun media sosial resmi BPJS Kesehatan dengan menginfokan kartu identitas diri seperti
KTP atau Kartu Keluarga (KK),” kata Iqbal.
Iqbal melanjutkan, jika peserta PBI Jaminan berstatus peserta yang sudah dinonaktifkan paling lama 6 bulan lalu,
dan saat ini membutuhkan layanan kesehatan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan diri ke Dinas Sosial setempat
untuk mendapatkan surat keterangan.
Selanjutnya dilakukan pengaktifan kembali (re-aktifasi) sebagai peserta PBI JK oleh BPJS Kesehatan.
Bila berdasarkan hasil verifikasi dan validasi Dinas Sosial setempat yang bersangkutan masih memenuhi kriteria Fakir
Miskin atau Orang tidak Mampu, maka Dinas Sosial setempat bisa mengusulkannya ke Kementerian Sosial untuk terdaftar
dalam DTKS periode berikutnya.
Bila peserta yang dinonaktifkan tersebut sebetulnya mampu membayar sendiri iuran JKN-KIS untuk diri sendiri dan
keluarganya, maka disarankan untuk segera mengalihkan jenis kepesertaannya ke segmen Pekerja Bukan Penerima Upah
(PBPU) l, atau peserta mandiri dengan pilihan hak kelas rawat yang disesuaikan kemampuan peserta membayar iuran.
“Peserta yang beralih ke segmen mandiri/PBPU, kartunya bisa langsung aktif tanpa menunggu masa verifikasi
pendaftaran 14 hari.
Dengan catatan, pengalihan ke segmen PBPU tersebut harus dilakukan selambat-lambatnya 1 bulan sejak
kepesertaannya sebagai PBI JK dinonaktifkan,” kata Iqbal.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan dukungannya terhadap langkah
penyempurnaan DTKS tersebut.
Menurutnya, pemerintah diharapkan dapat mengkomunikasikan pembaruan DTKS kepada masyarakat yang bersangkutan.
“Proses cleansing pendataan ini bisa memanfaatkan teknologi yang ada agar sampai ke end user atau peserta,
baik yang aktif maupun yang dinonaktifkan," jelasnya
Paling tidak, hal ini bisa membuat peserta tidak bingung.
Sebenarnya ini bisa dilakukan, ketika mereka mendaftarkan atau mengeluarkan peserta, harus dikomunikasikan
kepada yang bersangkutan sebelum mereka nantinya mengirimkan ke Kementerian Sosial.
"Kementerian Sosial mengirimkan datanya ke BPJS Kesehatan. Harus ada dialog antara peserta yang datanya
diperbarui dengan Dinas Sosial.
Untuk itu, saya mendukung sekali proses pendataan ulang ini dan semoga pemerintah bisa mencapai kuota
PBI sesuai RPJM," ungkapnya.
(Tribunmanado.co.id/Ryo Noor)
BERITA TERPOPULER :
• Dibawa Orangtua ke Acara hingga Dicium Tamu, Bayi yang Baru Berusia 10 Bulan Terjangkit Covid-19
• Susi Pudjiastuti Diledek Presiden Jokowi di Depan Banyak Orang Gara-gara Megawati
• 30 Tamu Pesta Pernikahan Positif Covid-19 setelah Pengantin Pria Baru Menikah Meninggal Dunia
TONTON JUGA :