China Lawan Amerika
China dan Amerika Sulit untuk Dipisahkan, Saling Terkait
Dia mengatakan, China dan Amerika Serikat harus memulai kembali komunikasi untuk membahas perdagangan dan masalah lainnya
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kendati hubungan terus memanas, ternyata China dan Amerika Serikat saling membutuhkan.
Hal ini diungkap Penasehat kabinet Tiongkok.
Dia mengatakan, China dan Amerika Serikat harus memulai kembali komunikasi untuk membahas perdagangan dan masalah lainnya, dan menekankan dua ekonomi terbesar dunia itu terlalu saling terkait untuk dipisahkan.
Pandemi virus corona baru telah memperburuk hubungan yang sudah buruk antara Beijing dan Washington, dengan tuduhan dari Pemerintahan Trump tentang China yang menutup-nutupi dan menunda merilis informasi tentang wabah penyakit mematikan tersebut.
"China dan Amerika Serikat harus berkomunikasi tentang masalah-masalah utama, dan ruang lingkup komunikasi harus kembali normal, tidak hanya pada masalah perdagangan," kata Zhu Guangyao, penasihat kabinet China, Kamis (11/6/2020), seperti dikutip Reuters.
"Kita harus melanjutkan komunikasi strategis di berbagai tingkatan, termasuk politik, diplomasi, dan ekonomi," ujar mantan menteri keuangan China ini
Liu Huan, penasihat kabinet China lainnya, memperkirakan, ekonomi Tiongkok akan meningkat tajam pada kuartal ketiga tahun ini.
Ia percaya pertumbuhan ekonomi negeri tembok raksasa bisa sekitar 5% di kuartal ketiga, dan 3%-4% sepanjang tahun ini.
Ekonomi China berkontraksi 6,8% pada kuartal pertama tahun ini dari periode sama tahun lalu,
menyusut untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade terkahir karena wabah virus corona melumpuhkan produksi dan menekan pengeluaran.
Mencerminkan prospek yang tidak pasti, China tidak menetapkan target pertumbuhan tahunan tahun ini untuk pertama kalinya sejak 2002, dan menjanjikan lebih banyak pengeluaran pemerintah.
Tapi, proyeksi resesi global menambah tantangan mereka.
Pemerintah China menetapkan defisit anggaran 2020 setidaknya 3,6% dari produk domestik bruto (PDB), naik dari 2,8% di 2019.
Untuk itu, mereka menetapkan kuota penerbitan obligasi khusus pemerintah daerah sebesar 3,75 triliun yuan.
Medan perang baru AS-China: Beijing tolak hadir undangan berunding soal nuklir
Perlucutan senjata nuklir dapat menjadi front baru dalam perpecahan yang semakin dalam antara China dan Amerika Serikat.
Hal ini memungkinkan setelah Beijing menolak untuk bergabung dengan perundingan dengan Washington dan Moskow untuk memperpanjang perjanjian penting tersebut.
Melansir South China Morning Post, utusan kontrol senjata AS Marshall Billingslea pada hari Rabu mendesak Beijing untuk memikirkan kembali keputusannya menjelang negosiasi yang akan dilangsungkan pada akhir bulan ini.
Billingslea akan bertemu dengan wakil menteri luar negeri Rusia Sergei Ryabkov di Wina pada 22 Juni untuk membahas perpanjangan New Start, sebuah perjanjian pengurangan senjata nuklir yang dinegosiasikan di bawah pemerintahan Barack Obama yang akan berakhir Februari.
“China hanya mengatakan tidak memiliki niat untuk berpartisipasi dalam negosiasi trilateral. Itu harus dipertimbangkan kembali,” tweeted Billingslea.
Dia menambahkan, “Mencapai status kekuatan yang hebat membutuhkan perilaku dengan tanggung jawab kekuatan yang besar.
Tidak ada lagi Tembok Besar Kerahasiaan pada pembangunan nuklirnya. Kursi menunggu kehadiran China di Wina,” tulisnya, sehari setelah mengkonfirmasikan bahwa Beijing telah diundang ke perundingan tersebut.
Sementara itu, mengutip Wall Street Journal, Moskow tidak akan menekan China untuk bergabung dalam perundingan dengan negosiator AS dan Rusia.
Kendati demikian, menurut Deputi urusan Kementerian Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov pada Selasa (9/6/2020), absennya partisipasi China akan menimbulkan tantangan signifikan bagi pemerintahan Trump dalam mencapai kesepakatan nuklir.
South China Morning Post juga memberitakan, pada saat persaingan antara Washington dan Beijing meningkat, pemerintahan Donald Trump telah mendorong China agar hadir dalam kesepakatan di masa depan untuk menggantikan perjanjian New Start 2010, dengan alasan bahwa kemampuan nuklir dan rudal China, yang kini sedang dikembangkan dan dimodernisasi, menimbulkan ancaman yang semakin besar terhadap AS dan sekutunya.
Namun Beijing telah menolak undangan itu. Sebuah pernyataan di situs web kementerian luar negeri China mengatakan, Washington dan Moskow, dengan persediaan senjata nuklir terbesar di dunia, memiliki "tanggung jawab khusus dan prioritas tinggi untuk pelucutan senjata nuklir".
Pada bulan Desember, juru bicara kementerian luar negeri China Hua Chunying mengatakan AS berusaha mengalihkan tanggung jawab kepada pihak lain.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/presiden-as-donald-trump-dan-presiden-china-xi-jinping.jpg)