Eks Dirut Jiwasraya Didakwa Rugikan Negara Rp 16,8 Triliun
Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Ada 6 terdakwa yang diadili dalam sidang perdana kemarin (3/6).
• Presiden dan Kemeninfo Divonis Bersalah: Menkominfo Akan Gunakan Hak Hukum
Dari pihak Jiwasraya ada tiga terdakwa yakni Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018, Hendrisman Rahim; Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, Hary Prasetyo; serta mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan. Sementara tiga terdakwa dari pihak swasta yakni Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro; Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat; dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartomo Tirto.
Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung mendakwa keenam terdakwa telah melakukan korupsi dalam pengelolaan dana Jiwasraya. Sehingga mereka didakwa merugikan negara senilai Rp 16,8 triliun. Penghitungan itu berdasarkan audit BPK tanggal 9 Maret 2020.
"Memperkaya diri terdakwa Hendrisman Rahim atau orang lain yaitu Hary Prasetyo, Syahmirwan, Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro, atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara yaitu sebesar Rp 16.807.283.375.000 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," ungkap jaksa Bima Suprayoga saat membacakan surat dakwaan, Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/6).
Jaksa mengungkapkan angka ini berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada periode Tahun 2008 sampai 2018 Nomor: 06/LHP/XXI/03/2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Penghitungan kerugian negara tersebut terjadi dalam pembelian 4 saham (BJBR, PPRO, SMBR, dan SMRU) dan 21 reksa dana pada 13 manajer investasi," ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, Hendrisman selaku Direktur Utama PT AJS sejak tahun 2008-2018 telah menggunakan dana hasil produk PT AJS berupa produk nonsaving plan, produk saving plan maupun premi korporasi yang keseluruhan bernilai kurang lebih Rp91,1 triliun. Perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT AJS Hary Prasetyo dan Kepala Divisi Investasi periode tahun 2008 sampai dengan 2014, Syahmirwan.
Ketiga pejabat PT AJS itu disebut melakukan pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT AJS yang tidak transparan dan tidak akuntabel dengan melakukan kesepakatan tanpa penetapan Direksi PT AJS.
Dalam kurun waktu 2008-2018, terang Jaksa, Hendrisman membuat kesepakatan dengan Hary Prasetyo dan Syahmirwan agar pengelolaan dana PT AJS diserahkan kepada Heru Hidayat dan Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto untuk mengatur pengelolaan dana PT AJS.
Kesepakatan itu dilakukan dengan sejumlah pertemuan. Penyerahan pengelolaan dana PT AJS dilakukan dengan melakukan pengaturan dan pengendalian saat pembelian dan penjualan kembali saham-saham termasuk subscription dan redemption pada reksa dana serta mengatur pihak lawan transaksi (counterparty) termasuk mengatur jenis saham, volume dan nilai saham yang hendak dibeli ataupun dijual kembali.
• Kemendikbud: Tidak Ada Kenaikan UKT
"Pengaturan dan pengendalian pengelolaan Investasi Saham dan reksa dana PT AJS yang diserahkan kepada Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto yang seharusnya dilakukan oleh manajemen PT AJS tidak lagi difungsikan sebagaimana mestinya dan Komite Investasi difungsikan hanya sebagai alat untuk melegalisasi seluruh kegiatan," ucap Jaksa.
Jaksa berpandangan saham yang dibeli PT AJS bukan merupakan saham yang likuid dan bukan saham yang memiliki fundamental perusahaan yang baik karena telah melalui kesepakatan tanpa ketetapan direksi sebelumnya. "Dalam melakukan pengaturan pengelolaan Investasi Saham dan reksa dana PT AJS, terdakwa Hendrisman bersepakat dengan Hary Prasetyo dan Syahmirwan untuk memilih Manajer Investasi yang khusus mengelola dana PT AJS.
Pengelolaan dan pengaturan saham sepenuhnya diserahkan kepada Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto," ucap Jaksa. "Sehingga, Manajer Investasi yang dipilih tidak mengetahui secara pasti nama saham yang ditempatkan, kualitas dan jumlah saham yang ditempatkan ke dalam reksa dana," lanjutnya.
Kemudian, Jaksa mengatakan Hendrisman, Hary dan Syahmirwan telah melakukan pembelian saham BJBR, PPRO dan SMBR walaupun kepemilikan saham tersebut telah melampaui ketentuan yang diatur dalam Pedoman Investasi yaitu maksimal sebesar 2,5 persen dari saham beredar. Pembelian saham tersebut, jelas Jaksa, dilakukan dengan tujuan mengintervensi harga yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional.
Keenam terdakwa mengatur dan mengendalikan 13 Manajer Investasi dengan membentuk produk reksa dana khusus untuk PT AJS agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying reksa dana PT AJS dapat dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto.
Padahal, kata Jaksa, mereka mengetahui bahwa transaksi pembelian/ penjualan instrumen keuangan yang menjadi underlying pada 21 produk yang dikelola 13 Manajer Investasi tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional perusahaan.