Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Populer Nasional

Sebut Pemerintahan Jokowi Jadi Era Soeharto, Rakyat Tak Bebas, Din Syamsuddin: Itu Hak Warga Negara

Menurut dia, kebebasan berpendapat juga harus disampaikan secara baik dan tidak melanggar norma dan etika yang telah disepakati.

Editor: Frandi Piring
KOMPAS.com/Fachri Fachrudin
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin saat menghadiri acara buka bersama yang digelar oleh Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (5/6/2017). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Sirajuddin Syamsuddin alias Din Syamsuddin, mengatakan kebebasan berpendapat merupakan salah satu kebebasan yang dimiliki masing-masing individu manusia.

Kebebasan berpendapat itu diatur di Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28 UUD 1945 berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Untuk itu, dia meminta, semua pihak untuk tidak melanggar kebebasan berpendapat.

Menurut dia, kebebasan berpendapat juga harus disampaikan secara baik dan tidak melanggar norma dan etika yang telah disepakati.

"Saya terganggu jika ada rezim cenderung otoriter, represif dan anti kebebasan berpendapat. Syarat tidak keluar dari norma dan etika yang disepakati. (Kebebasan berpendapat,-red) itu hak rakyat, hak warga negara," tuturnya, pada saat berbicara sebagai keynote speaker, di sesi diskusi

"Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19, Senin (1/6/2020).

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Sirajuddin Syamsuddin alias Din Syamsuddin
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Sirajuddin Syamsuddin alias Din Syamsuddin (Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama)

Webinar Nasional itu diselenggarakan Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute (KJI).

Dia menjelaskan Pasal 28 UUD 1945 memberi ruang kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat mempunyai dimensi yang sama dengan kebebasan beragama serta kebebasan memilih dan dipilih.

Sehingga, dia menegaskan, tidak beradab apabila ada orang yang ingin menghalang-halangi dan meniadakan kebebasan berpendapat tersebut.

"(kebebasan berpendapat,-red) salah satu dimensi penting dari kebebasan. Kebebasan pada manusia dipandang suatu melekat pada kemanusiaan dan manusia tentu memiliki kebebasan berkehendak dan berbuat," ujarnya.

Untuk itu, dia menilai, sudah menjadi hak dari warga negara untuk mengkritik dan mengoreksi pemerintahan apabila terdapat penyimpangan amanat yang diduga dilakukan oleh pemerintah.

"Jika ada penyimpangan amanat, maka memberikan hak kepada warga negara hak mengkritik, mengoreksi dan hak untuk mempersoalkan amanat yang telah diberikan," tambahnya.

Rezim Pemerintahan Jokowi Bak Orde Baru, Refly Harun: Kritik Tugas Intelektual Berdemokrasi

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo tak jauh beda dengan zaman orde baru.

Refly Harun kembali mengungkit masa pemerintahan orde baru yang dikenal otoriter dan membatasi kebebasan berpendapat warga Indonesia.

Dilansir TribunWow.com, Refly Harun bahkan secara terang-terangan menyebut suasana orde baru kini kembali terjadi di pemerintahan sekarang.

Menurut Refly Harun, kini publik seolah diintai dengan Undang-undang ITE.

Hal itu disampaikan Refly Harun melalui kanal YouTube Refly Harun, Senin (1/6/2020).

"Saya pernah mengalami masa kelam orde baru, waktu itu berpendapat begitu takutnya, begitu khawatirnya," kata Refly.

"Khawatir ditangkap, khawatir dipidanakan."

Refly Harun Blak-blakan Sebut Rezim Jokowi Hadirkan Gaya Orde Baru
Refly Harun Blak-blakan Sebut Rezim Jokowi Hadirkan Gaya Orde Baru (ist)

Refly menyatakan, suasana orde baru kini terjadi di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ia pun mengungkap sejumlah tudingan yang diarahkan pada masyarakat yang kritis terhadap pemerintah.

"Tapi sadar atau tidak, nuansa itu ada saat ini. Jadi seperti kita sedang diintai, kepleset omongannya maka akan berlakulah undang-undang ITE," ujar Refly.

"Menyebarkan kebencian, menyebarkan rasa permusuhan dan lain sebagainya."

Padahal, menurut Refly kritik sangat diperlukan agar bisa menjalankan pemerintahan secara lebih baik.

Tak hanya itu, sebagai seorang akademisi, Refly menyatakan kritik menjadi hak setiap warga negara.

"Padahal kritik dalam demokrasi adalah vitamin dan tugas intelektual, tugas akademisi adalah memberikan masukan-masukan yang berharga, yang bernas," ucap Refly.

"Kalau seandainya dia memandang bahwa ada hal-hal yang tidak benar dalam praktik penyelanggaraan negara ini, dan itu dah-sah saja sebagai hak warga negara."

Sebuah lukisan di bagian belakang sebuah truk yang menggambarkan sosok Presiden Soeharto dan tulisan yang menyiratkan rakyat lebih nyaman hidup di masa Orde Baru
Sebuah lukisan di bagian belakang sebuah truk yang menggambarkan sosok Presiden Soeharto dan tulisan yang menyiratkan rakyat lebih nyaman hidup di masa Orde Baru (ISTIMEWA)

Melanjutkan penjelasannya, ia pun menyinggung soal pembatalan seminar pemecatan presiden di masa pandemi Virus Corona.

Seperti diketahui, seminar itu dibatalkan karena dianggap makar hingga sejumlah panitia dan narasumber mendapat ancaman pembunuhan.

"Jadi tidak perlu harus dicurigai akan ada makar, akan ada gerakan menjatuhkan presiden dan lain sebagainya," kata Refly.

Lantas, Refly menjelaskan beda pemberhentian presiden dengan pengunduran diri presiden.

Ia menyebut, setiap pejabat boleh mengundurkan diri jika tak mampu menjalankan jabatannya dengan baik.

"Kita harus membedakan antara keinginan memberhentikan presiden yang jalannya sudah diatur dalam konstitusi, dengan keinginan lain yaitu presiden mengundurkan diri."

"Kalau pejabat mengundurkan diri itu terserah pejabat yang bersangkutan, subjektivitas pejabat yang bersangkutan," tandasnya.

Simak video berikut ini menit ke-19.21:

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Din Syamsuddin: Saya Terganggu Jika Ada Rezim yang Otoriter, Represif dan Anti Kebebasan Berpendapat, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/06/01/din-syamsuddin-saya-terganggu-jika-ada-rezim-yang-otoriter-represif-dan-anti-kebebasan-berpendapat

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved