George Floyd
Rasisme di Minneapolis Ternyata Sudah Lama, Memanas Kembali Setelah Kematian George Floyd
George Floyd meninggal setelah seorang polisi kulit putih menginjak lehernya dengan lutut di persimpang
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kematian George Floyd (46) menambah sejarah panjang rasisme di Minneapolis, Amerik Serikat
George Floyd meninggal setelah seorang polisi kulit putih menginjak lehernya dengan lutut di persimpangan Minneapolis, pada 25 Mei lalu
Peristiwa ini terlihat pada sebuah video yang viral.
Saat itu, kepolisian sedang menanggapi laporan penggunaan uang palsu dan mendekati Floyd.
Menurut laporan polisi di laman BBC Indonesia, Floyd diminta untuk menjauh dari kendaraanya dan secara fisik melawan petugas.
Namun, ia mengalami tekanan dan tak lama kemudian berhenti bergerak. Ambulans pun membawanya ke rumah sakit, tapi nyawanya tak bisa diselamatkan.
Dilansir dari Time, video yang viral itu tidak cocok dengan pernyataan awal departemen kepolisian tentang apa yang terjadi.
Akibatnya terjadi penembakan empat petugas polisi yang terlibat dalam penangkapan.
Ketegangan rasial di Minneapolis memang telah berlangsung lama.
Pada tahun 2019, Minneapolis menjadi wilayah metro terburuk keempat di Amerika Serikat untuk warga kulit hitam Amerika, dan kota ini sangat tersegregasi.
Tuduhan rasisme polisi juga menjadi masalah yang konsisten untuk kota ini.
Memahami bagaimana keadaan menjadi begitu tegang di Minneapolis membutuhkan pemahaman sejarah geografi rasial kota ini, kata Kirsten Delegard, seorang sejarawan dan direktur Mapping Prejudice.
Minneapolis sendiri diselimuti dengan 30.000 perjanjian rasial sejak 1910.
Ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua tanah-tanah di sana tidak ditempati oleh orang nonkulit putih.
Kota itu menjadi sangat tersegregasi. Bahkan lingkungan untuk orang nonkulit putih sangat kecil.