Berita Heboh
Guru Besar UI Ungkap Alasan Terdakwa Pilih Siram Air Keras Ketimbang Membunuh Novel Baswedan
Fakta terbaru kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terungkap.
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Fakta terbaru kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terungkap.
Terdakwa Rahmat Kadir Mahulette lebih memilih menyiramkan air keras dibanding membunuh penyidik senior Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Hal ini dungkap Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hamdi Muluk MSi.
Dia mengatakan hal tersebut diketahuinya saat mewawancarai langsung kedua terdakwa di Bareskrim Polri dalam
kapasitasnya sebagai ahli.
Dalam wawancara itu, Rahmat Kadir mengaku hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel Baswedan.
"Kenapa kamu tidak membunuh sekalian?"
"Kata dia, oh bisa saja, saya itu Satuan Brimob."
"Saya ingin melihat, 'tuh nyaho sih lu' kalau kata anak sekarang gitu."
"Ingin kasih pelajaran begitu," ungkap Hamdi saat menjadi saksi ahli di PN Jakarta Utara, Kamis (28/05/2020).
Hamdi mengatakan, Rahmat Kadir memang telah lama obsesif dengan sosok Novel Baswedan.
Selama ini, Rahmat Kadir kesal melihat perilaku Novel Baswedan yang dinilai sok suci dan mengkhianati institusi Polri.
"Dia hanya dilihat di televisi. Dia lihat orang ini kok dia tidak suka."
"Petantang-petenteng itu bahasa dia."
"Sok suci, dia sendiri ngorbanin sendiri anak buahnya kok di kasus sarang burung walet."
"Kok dia tega dan malah institusi Polri dia bonyokan terus."
"Saya benci dan saya muak. Dan itu menjadi obsesif bagi dia. Dan dia pikirin terus," ungkap Hamdi meniru
ucapan Rahmat Kadir.
Dalam perspektif kepribadian, sosok Rahmat Kadir memang berkepribadian agresif dan impulsif.
Orang seperti Rahmat Kadir dinilai tidak mudah berpikir panjang.
"Kalau Rahmat itu lebih impulsif, agresif, berani, sosialisasi dengan nilai kekerasan lebih besar."
"Dia ingin melampiaskan."
"Pada titik tertentu, orang berpikir pendek seperti Rahmat itu dia tidak antisipasi bahwa punya dampak
panjang bisa merusak kesatuannya," ulas Hamdi.
Bukan Anti Sosial dan Psikopat
Pengadilan Negeri Jakarta Utara kembali menggelar sidang lanjutan kasus penyerangan terhadap penyidik
senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Kamis (28/5/2020).
Kali ini, sidang beragenda mendengarkan saksi ahli.
Saksi ahli yang pertama dihadirkan adalah Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hamdi Muluk MSi.
Dia mengatakan, terdakwa penyiraman Novel Baswedan, Ronny Bugis, disebutkan tidak memiliki kepribadian
yang mengarah ke anti sosial dan psikopat.
Hal itu ia ketahui seusai melakukan wawancara langsung dengan kedua terdakwa penyiraman Novel Baswedan,
Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, di Bareskrim Polri pada awal 2020.
"Saya juga melakukan interview untuk mengecek personality Saudara Ronny."
"Hal-hal yang bisa ditangkap, Ronny tidak ada indikasi ke arah anti sosial atau psikopat."
"Dan mungkin ini masuk akal, kalau dia psikopat mana mungkin dia diterima di kepolisian," kata Hamdi Muluk
saat menjadi saksi ahli di PN Jakarta Utara, Kamis (28/5/2020).
Dia mengatakan, proses rekrutmen kepolisian tentunya melalui proses seleksi yang ketat.
Apalagi, Ronny merupakan anggota yang berada di kesatuan Brimob.
"Biasanya untuk satgas seperti Brimob, itu selain fit secara psikologis dan cukup stabil secara mental."
"Biasanya Satuan Brimob itu karakteristik yang lain seperti disiplin yang tinggi karena dia pasukan tempur."
"Dan loyalitas itu penting diibandingkan kesatuan yang lain."
"Dia tidak perlu intelijen yang tinggi," ungkapnya.
Di sisi lain, Hamdi juga menuturkan pihaknya tak menemukan adanya indikasi Ronny berbohong terkait apakah ia pelaku
sebenarnya dalam kasus tersebut, atau bukan.
"Saya tidak menemukan itu dan juga tidak terlalu kuat mengindikasikan kebohongan."
"Saya cek terus dengan fakta kalau orang bohong sekali-kali kepeleset."
"Sepanjang itu saya tidak menemukan itu."
"Mungkin pemeriksaan sehari itu tidak cukup, tapi sepanjang itu cukup lah bagi saya," paparnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersama-sama melakukan
penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada 11 April 2017.
Hal itu diungkapkan JPU saat membacakan surat dakwaan di sidang perdana dua terdakwa kasus penyiraman
Novel Baswedan di Ruang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020).
Sidang ini dihadiri langsung oleh kedua terdakwa penyiraman Novel.
Dalam surat dakwaan, JPU mendakwa Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2)
KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
tentang penganiayaan berat.
(Wartakotalive/Igman Ibrahim)
BERITA TERPOPULER :
• Prof Idrus Paturusi Sembuh dari Covid-19 Berkat Dua Bahan Ini, Mudah Didapat dan Harganya Murah
• Stop Sebar Video Pisang Goroho, Ormas Perempuan Mengecam Keras
• VIRAL Dokter Bahas di Twitter soal Bobroknya Penanganan Virus Corona di Surabaya
TONTON JUGA :
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Pilih Siram Air Keras Ketimbang Membunuh, Terdakwa Ingin Novel Baswedan 'Nyaho'