Nasional
Bertemu dan Dengar Cerita ABK Indonesia, Kepala BP2MI Benny Rhamdani Menangis
Benny mengaku sedih menyaksikan anak-anak muda tersebut harus menghadapi 'perbudakan modern' yang dilakukan kapal China Long Xing.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Mendengar cerita ABK Indonesia yang diperbudak kapal China, Benny Rhamdani tak kuasa menahan tangis.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menangis ketika menyaksikan kepolosan ABK Indonesia di kapal China menceritakan pengalamannya mendapatkan perlakuan tak pantas.
Benny mengaku sedih menyaksikan anak-anak muda tersebut harus menghadapi 'perbudakan modern' yang dilakukan kapal China Long Xing.

Peristiwa kasus eksploitasi hingga meninggalnya Anak Buah Kapal ( ABK) asal Indonesia di kapal ikan China, Long Xing menjadi sorotan.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ( BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan, dalam rapat terbatas di Istana Negara, kerap kali kementerian/lembaga masih menunjukkan kewenangan mereka masing-masing.
Padahal, permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Pekerja Migran Indonesia (PMI), maupun ABK harus segera dituntaskan dan ada keputusan mufakat.
"Ini adalah perbudakan modern, ini adalah perdagangan manusia dan problem di negara kita saat saya sampaikan dalam rapat kabinet kementerian/lembaga, ego sektoral harus diakhiri. Karena masing-masing kementerian lembaga masih menunjukkan kekuasaan terkait perizinan. Ini yang harus diakhiri," ujarnya melalui konferensi pers virtual, Jumat (15/5/2020).
Dalam waktu dekat, lanjut Benny, pemerintah akan kembali merumuskan regulasi untuk membenahi sistem perekrutan TKI, PMI, maupun ABK sehingga tidak ada lagi diskriminasi terhadap para pekerja tersebut.
"Mudah-mudahan Pak Luhut (Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan) tadi dalam ratas akan memimpin langsung tata kelola terkait perbaikan aturan-aturan main dalam hal perekrutan dan perlindungan," katanya.
Benny pun sekilas menceritakan kisah ABK yang bekerja di kapal ikan China yang ditemuinya.
Mendengar cerita para ABK itu, dia pun tak kuasa menahan tangis karena situasi yang dialami para ABK RI sangatlah miris.
"Terkait ABK, saya datang langsung menemui ABK. Mereka bercerita dengan kepolosannya yang membuat saya harus menangis. Rata-rata usia mereka 19 tahun, 20 tahun, dan paling tua 23 tahun, apa yang mereka ceritakan, mereka mengalami kekerasan tindakan fisik," ucapnya.
Selain kekerasan fisik, lanjut Benny, juga mengalami diskriminasi pemberian makanan dan minuman kepada ABK RI.
"Di mana minuman yang mereka minum sehari-hari adalah hasil suling dari air laut yang rasa asinnya tidak pernah hilang. Makanan yang mereka konsumsi adalah bekas konsumsi yang disimpan di freezer selama seminggu.
Berbeda dengan makanan dan minuman yang diberikan kepada kapten kapal atau tenaga kerja yang lain," ungkapnya.
Ironisnya lagi, ABK RI ini tak mendapatkan upah selama 1 tahun lebih. Sekaligus dipaksa bekerja tanpa henti layaknya pekerja "romusha".
"Mereka juga tidak digaji selama 14 bulan. Mereka bekerja di atas 16 jam," katanya.
Makan Umpan Ikan sampai Kenangan Lepas Jenazah
Kesaksian para Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang masih bertahan, makan umpan ikan sampai kenangan detik-detik pelepasan jenazah.
Setidaknya lima orang ABK Indonesia yang bekerja di kapal China Long Xing 629 mulai berani menceritakan pengalaman getir mereka.
Setelah viralnya video pembuangan jenazah ABK Indonesia oleh kapal China menjadi perbincangan, para pekerja tersebut mulai berani angkat bicara.
Mereka dan 9 ABK lain yang kini berada di Busan, Korea Selatan akhirnya selamat dan segera dipulangkan ke Indonesia, Jumat (8/5/2020).
Ia pun mengisahkan bagaimana kekejaman kapal China tersebut memperlakukan ABK asal Indonesia.
Dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, NA (20) salah satu ABK bercerita perlakuan tak pantas kapal China soal makan.
Pemuda asal Makassar, Sulsel ini menyebut adanya perlakuan diskriminasi soal makan dan minum.
Bagi ABK non-Indonesia akan mendapatkan makanan yang lebih bergizi.
"Kita dibedain dengan orang dia," kata NA.
Ia menyebut sekitar 20 ABK berasal dari Indonesia, sementara 6 lainnya dari China.
"Air minumnya, kalau dia minum air mineral, kalau kami minum air sulingan dari air laut," ungkap NA.
"Kalau makanan, mereka makan yang segar-segar," kata NA.
KR (19), asal Manado, menambahkan, "Mereka makan enak-enak, kalau kami sering kali makan ikan yang biasanya buat umpan itu."
Kenangan Pahit Melarung Jenazah
Tak hanya kenangan soal makanan yang getir, mereka pun ingat betul bagaimana detik-detik pelarungan jenazah kawan senasib mereka.
Pengalaman pahit yang sulit mereka lupakan adalah ketika harus melarung empat jenazah rekannya ke lautan lepas.
Upaya mereka agar jenazah "disimpan" di ruang berpendingin, dan kelak dikubur "secara layak" di daratan, ditolak kapten kapal.
Mereka berulang-ulang meminta kepada kapten kapal agar jenazah rekannya itu dikubur saat kapal berlabuh.
"Kami sudah ngotot, tapi kami tidak bisa memaksa, wewenang dari dia [kapten kapal] semua," kata NA.
"Mereka beralasan, kalau mayat dibawa ke daratan, semua negara akan menolaknya," ujar NA menirukan jawaban kapten kapal.
Dihadapkan kenyataan pahit seperti itu, NA dan rekan-rekannya yang beragama Islam akhirnya hanya bisa memandikan dan menshalati jenazah rekan-rekannya.
"Kami mandikan, shalati dan baru 'dibuang'," ungkapnya.
MY mengatakan, hal itu melanggar kontrak ABK karena di perjanjian awal "(jenazah) ABK bisa dipulangkan."
(Kompas.com/ Ade Miranti Karunia) (TribunMataram.com/ Salma Fenty)
Artikel ini telah tayang di:
Kompas.com dengan judul "Kepala BP2MI Menangis Saat Dengar Cerita ABK WNI, Mengapa?".
Tribunnews.com dengan judul Ketua Badan Perlindungan Pekerja Menangis Dengar Kejamnya Eksploitasi ABK Indonesia oleh Kapal China
Artikel ini telah tayang di Tribunmataram.com dengan judul Ketua Badan Perlindungan Pekerja Menangis Dengar Kejamnya Perbudakan ABK Indonesia oleh Kapal China,