Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

BPJS Kesehatan

Menkeu Sri Mulyani Buka Suara Soal Iuran BPJS Naik di Tengah Pandemi Covid-19, Subsidi Kelas III

Namun karena mendapatkan subsidi, Sri Mulyani memastikan bahwa peserta kelas III tetap tidak mengalami kenaikan pada tahun 2020.

Editor: Frandi Piring
TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Menteri Keuangan Sri Mulyani 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya buka suara soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

Sri Mulyani memastikan akan tetap memberikan subsidi terhadap iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Dilansir TribunWow.com, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah memberikan subsidi iuran BPJS untuk peserta BPJS kelas III.

Pada kenyataannya memang seharusnya iuran BPJS kelas III adalah Rp 42 ribu.

Namun karena mendapatkan subsidi, Sri Mulyani memastikan bahwa peserta kelas III tetap tidak mengalami kenaikan pada tahun 2020.

Hal ini disampaikan Sri Mulyani dalam acara Rosi yang tayang di kanal Youtube KompasTV, Kamis (14/5/2020).

"Orang miskin itu dibayar oleh pemerintah, yaitu mereka dibayar dengan iuran Rp 42 ribu karena memang itu tarif yang dianggap substantiable saat ini dengan kondisi keuangan BPJS," ujar Sri Mulyani.

"Makanya kalau orang miskin Rp 42 ribu tetapi sekarang adalah para peserta mandiri yang bukan penerima upah itu bayarnya 25.500," jelasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Rosi KompasTV, Kamis (14/5/2020). Sri Mulyani memastikan akan tetap memberikan subsidi terhadap iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Rosi KompasTV, Kamis (14/5/2020). Sri Mulyani memastikan akan tetap memberikan subsidi terhadap iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). (Youtube Kompas TV)

Maka dari itu, Sri Mulyani memastikan besaran iruan BPJS untuk kelas III untuk tahun 2020 tetap sama yaitu sebesar Rp 25.500.

Sedangkan untuk kelas II dan I tidak mendapatkan subsidi lantaran memang dirasa mampu untuk membayar iurannya.

Bahkan menurut Sri Mulyani, jumlah iuran mandiri kelas II dan I lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang dibayarkan oleh pekerja penerima upah.

"Jadi artinya yang PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) tetap sama, kemudian orang bilang 'Lho tapi kelas II dan I kan naik," ungkap Sri Mulyani.

"Jumlah kelas I dan II itu adalah orang-orang mampu."

"Dan mereka itu yang sama dengan atau bahkan lebih rendah dari kelas 1 kelas 2 yang dibayar oleh para pekerja penerima upah," sambungnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani memastikan dalam kebijakan kenaikan BPJS ini tetap mempertimbangkan masyarakat rentan.

Terlebih dalam kondisi ekonomi yang sedang jatuh di tengah pandemi Virus Corona.

Meski begitu, dirinya menyebut pada tahun 2021 akan ada pengurangan subsidi untuk iruan BPJS kelas III.

Dengan begitu peserta kelas III kurang lebih akan membayar Rp 35.000 dan itu berlaku mulai tahun 2021.

"Jadi pemerintah tetap menjaga kelompok yang paling rentan," pungkasnya.

"Tapi yang para pekerja mandiri supaya meminta tidak naik tahun ini ya sudah tidak naik Rp 25.500,"

"Tetapi karena tarifnya harusnya 42 (ribu rupiah) ya bedanya itu dibayar oleh pemerintah," pungkasnya.

Simak videonya mulai menit ke- 1.45

Iuran BPJS Naik di Tengah Pandemi Covid-19, Fadli Zon Kritik Jokowi

Anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon, kembali memberikan kritikan kepada pemerintah terkait BPJS Kesehatan.

Fadli Zon memberikan kritik atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Diberitakan sebelummnya, di tengah wabah Corona atau Covid-19, Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Keputusan itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam Perpres itu mengatur kenaikan iuran BPJS, yakni:

- Kelas I: Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000

- Kelas II: Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000

- Kelas III: Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000

Untuk kelas III, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan oleh masyarakat tetap Rp 25.500.

Kendati demikian, pada 2021 mendatang subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000.

Oleh karenanya, masyarakat harus membayar kelas III senilai Rp 35.000.

Terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, Fadli Zon meminta Presiden Jokowi membatalkannya.

Pelayanan BPJS Kesehatan Manado.
Pelayanan BPJS Kesehatan Manado. (istimewa)

Menurut Fadli, keputusan menaikkan iuran BPJS setelah sebelumnya dibatalkan Mahkamah Agung (MA) adalah keputusan yang absurd.

Mantan Wakil Ketua DPR ini mengibaratkan masyarakat yang mendapat kenaikan iuran BPJS di tengah wabah Corona sebagai orang yang sudah jatuh lalu tertimpa tangga dan kemudian terlindas mobil.

Fadli pun meminta agar Jokowi membatalkan keputusan tersebut.

Hal itu disampaikan Fadli Zon melalui postingan di akun Twitternya, @fadlizon, Kamis (14/5/2020);

"P @jokowi, kenaikan iuran BPJS di tengah pandemi n stlh ada keputusan MA menurunkannya, benar2 absurd. Rakyat sdh jatuh tertimpa tangga lalu spt dilindas mobil.

"Selain bertentangan dg akal sehat, resep ini makin miskinkan rakyat. Kesengsaraan rakyat tambah meroket. Batalkanlah!" tulisnya.

Kritikan Fadli Zon soal kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Kritikan Fadli Zon soal kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19. (twitter @fadlizon)

Tanggapan Ahli Hukum UNS

Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riewanto, menyebut kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan merupakan anomali atau ketidaknormalan.

Pasalnya, saat ini pemerintah merealokasi anggaran negara besar-besaran untuk membantu masyarakat miskin yang terdampak wabah.

Ia menganggap kenaikan iuran BPJS di tengah bencana tidaklah tepat.

"Menurut saya kurang tepat, karena posisi kita sedang dalam masa pandemi Covid-19."

"Sangat anomali dengan kebijakannya sendiri yang merealokasi APBN dalam rangka membantu masyarakat miskin," ujar Agus kepada Tribunnews, Rabu (13/5/2020).

Agus menuturkan, kebijakan menaikkan iuran BPJS adalah kebijakan yang tidak konsisten.

Di satu sisi, masyarakat yang terdampak corona terbantu dengan pemberian bantuan langsung tunai sebesar Rp 600 ribu atau bantuan sembako.

Namun, dalam kebijakan terbarunya ini, masyarakat juga harus membayar kenaikan iuran BPJS.

"Di satu sisi merealokasi APBN untuk masyarakat miskin yang terkena dampak corona, di sisi lain dinaikkan iuran BPJSnya."

"Ini tidak konsisten antara satu kebijakan dengan kebijakan yang lain," tutur Dosen Fakultas Hukum dan Program Pascasarjana Ilmu Hukum UNS itu.

Dibanding menaikkan iuran, Agus menjelaskan, seharusnya pemerintah lebih dulu melakukan perbaikan dalam struktur BPJS Kesehatan.

Misalnya data kepesertaan BPJS Kesehatan yang masih perlu dibenahi.

Agus menuturkan hal ini perlu dilakukan agar anggaran BPJS Kesehatan tepat sasaran.

"Selama ini data tentang kepesertaannya ini nggak jelas, antara peserta mandiri yang ditanggung oleh perusahaan swasta atau pun pemerintah," jelasnya.

(Tribunnews.com/Daryono/Inza Maliana)

Tautan: https://wow.tribunnews.com/2020/05/15/bpjs-naik-di-tengah-corona-sri-mulyani-pastikan-subsidi-kelas-iii-tetap-menjaga-kelompok-rentan?page=all

Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved