Harun Masiku Menyerahlah: KPK Persilakan Masyarakat Doa Bersama
Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif membandingkan cara lembaga antirasuah zamannya
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif membandingkan cara lembaga antirasuah zamannya dengan era Firli Bahuri Cs dalam hal mencari buronan. Mantan komisioner KPK jilid IV ini menyatakan, dulu lembaga antirasuah kerap membantu Kejaksaan Agung (Kejagung) mencari buron.
• Andrei-Icad Punya 50 Ribu Suara di Manado, AHY Restui MOR-Kristo
Syarif menyindir KPK di bawah komando Firli Bahuri yang tak kunjung menemukan eks caleg PDIP Harun Masiku. Padahal, kata Syarif, Harun sudah ada di Indonesia. "KPK itu sering membantu Kejaksaan untuk mendapatkan buron. Seharusnya kalau dia ada di dalam Indonesia bisa didapat, seharusnya," kata Syarif, Kamis (13/2/2020).
KPK memastikan masih memburu Harun Masiku. Pasca KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) perkara dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2019-2024, Rabu, 8 Januari 2020 lalu, posisi Harun masih belum bisa terlacak.
Terhitung, pada Kamis, 13 Februari hari ini, sudah 36 hari keberadaan Harun Masiku tak kunjung diketahui. KPK telah menggandeng Polri untuk mencari tersangka penyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan itu.
Bahkan, kepolisian menginstruksikan jajaran Polda dan Polres untuk memajang foto Harun sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang). Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya mempersilakan jika ada masyarakat yang ingin menggelar doa bersama agar Harun segera ditemukan. "Kalau ada tahlilan ataupun melakukan kegiatan keagamaan, saya kira kita menghormati pendapat itu," kata Ali.
Sebagai lembaga penegak hukum kata Ali, KPK tetap bekerja sesuai kaidah-kaidah hukum yang berlaku. "Karena ini kan institusi hukum, tentunya kita bekerja dengan aturan-aturan hukum yang ada. Karena KPK ini lembaga penegak hukum, tentunya kita bicara mengenai proses-proses hukum," kata Ali.
Eks komisioner KPK Laode Syarif menambahkan, KPK memiliki sumber daya yang mendukung untuk menangkap koruptor. Atas dasar itu, ia justru bingung ketika Firli tidak berhasil menangkap tersangka yang diyakini berada di Indonesia.
• Jokowi Dapat Lampu Kuning: Begini Tingkat Kepuasan Publik
"Kita punya peralatan. Bukan cuma peralatan, sebenarnya kita juga punya orang, kita juga bisa bekerja sama dengan polisi, kan. Di Kepolisian ada intelijen. Jadi, bahkan lari ke luar negeri pun jaringan KPK lumayan lengkap," katanya.
"Yang high profile seperti Harun Masiku ini kalau dia di Indonesia, ya, berdasarkan dulu-dulu tidak sulit sih," imbuhnya.
KPK menetapkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan; eks caleg PDIP Harun Masiku; mantan anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina; dan kader PDIP Saeful Bahri sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait PAW anggota DPR. Wahyu dan Agustiani diduga menerima suap dari Harun dan Saeful dengan total sekitar Rp 900 juta.
Suap itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Tiga dari empat tersangka kasus ini telah mendekam di sel tahanan. Sementara, tersangka Harun Masiku masih buron hingga kini.
Ditjen Imigrasi sempat menyebut calon anggota DPR dari PDIP pada Pileg 2019 melalui dapil Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6 itu terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan belum kembali.
Pada 16 Januari Menkumham yang juga politikus PDIP, Yasonna H Laoly, menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia. Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.
Bahkan pada 21 Januari, istri Harun, Hildawati, mengakui suaminya memberi kabar sudah berada di Indonesia pada 7 Januari. Belakangan Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia.
Kemarin, KPK memeriksa Kepala Sekretariat Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) Yoseph Aryo Adhi Dharmo. Sehari sebelumnya, KPK sudah memeriksa Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah. Donny mengakui dirinya pernah dititipkan uang Rp400 juta dari staf DPP PDIP bernama bernama Kusnadi.
Uang tersebut diberikan untuk Saeful Bahri yang merupakan staf Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kritiyanto. "Jadi begini intinya, pernah Mas Kusnadi nitip uang untuk Pak Saeful," ucap Donny di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/2) dua hari lalu.
Donny mengatakan, sumber uang tersebut berasal dari Harun Masiku. "Ke saya kan sudah terkonfirmasi juga bahwa uang yang dari Mas Kusnadi yang dititipkan ke saya untuk Pak Saeful itu dari Pak Harun," kata Donny.
Ketika disinggung apakah juga terdapat titipan uang dari Hasto Kristiyanto, Donny membantahnya. "Oh tidak ada, tidak mungkin lah sekjen di-'gembol-gembol' bawa uang kan?" kata Donny.
Kusnadi sebelumnya juga pernah diperiksa KPK Jumat (24/1) sebagai saksi untuk tersangka Saeful Bahri. Saat itu, KPK mengonfirmasi Kusnadi perihal tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) dalam melaksanakan tugasnya dan bagaimana perkenalan saksi dengan empat tersangka.
Sebagai penerima, yakni Wahyu Setiawan dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina. Sedangkan sebagai pemberi, yakni kader PDIP Harun Masiku yang saat ini masih menjadi buronan dan Saeful, swasta.
• Bolsel Pamerkan Potensi Wisata di Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado
Wahyu meminta dana operasional Rp 900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR dapil Sumatera Selatan I menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu hanya menerima Rp 600 juta.
Untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan dua kali proses pemberian. Pertama, pada pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana yang saat ini masih didalami KPK memberikan uang Rp400 juta yang ditujukan pada Wahyu melalui Agustiani, advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, dan Saeful.
Wahyu menerima uang dari dari Agustiani sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Kemudian, akhir Desember 2019, Harun memberikan uang pada Saeful sebesar Rp 850juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP.
Selanjutnya Saeful memberikan uang Rp 150 juta pada Donny, sisanya Rp 700 juta yang masih di Saeful dibagi menjadi Rp 450 juta pada Agustiani dan sisanya Rp 250 juta untuk operasional. (tribun network/ham)