Sejarah
3 Februari 1965, Panglima DI/TII Kahar Muzakar Meninggal Dunia
Abdul Kahar Muzakar ditemukan meninggal dalam pertempuran yang melibatkan TNI dan pengawal-pengawalnya, 3 Februari 1965.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Abdul Kahar Muzakar ditemukan meninggal dalam pertempuran yang melibatkan TNI dan pengawal-pengawalnya, 3 Februari 1965.
Panglima DI/TII di Sulawesi itu terkena tembakan dari senapan mesin SMG Thompson. Tiga peluru besarang di dadanya.
Kahar lahir di Lanipa, Ponrang Selatan, Luwu, Sulawesi Selatan, pada 24 Maret 1921. Pria yang sering disapa La Domeng ini adalah pendiri TII di Sulawesi.
Kisahnya dimulai pada 20 Januari 1952, ketika ia memproklamirkan menjadi bagian dari DI/TII pimpinan Katosoewirjo di Jawa Barat.
Ia menjadi Panglima Divisi IV TII (disebut pula Divisi Hasanuddin), beragam teror terjadi.
Pada 1 Januari 1955, Kahar menjadi Wakil Pertama Menteri Pertahanan NII yang meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia pun menyatakan bahwa kelompok Kahar Muzakar adalah pemberontak dan harus ditumpas.
TNI pun diturunkan untuk menumpas kelompok Kahar Muzakar.
Namun selama berbulan-bulan perburuan tak kunjung membuahkan hasil maksimal.
Hingga tiba pada suatu waktu, atas perintah dari komando atas (Mabes Abri), bergeraklah satu peleton prajurit Batalyon 330 Kostrad berjumlah 37 orang dipimpin Danton Peltu Umar Sumarna.
Mereka ditugaskan menyisir Sulawesi Selatan dimana Kahar Muzakar disinyalir berada.
Setelah disisir, nyatanya Kahar tak juga ditemukan. Pasukan terus bergerak ke daerah Pinrang dan mendapatkan informasi yang menyebutkan bahwa Kahar sudah lari ke Sulawesi Tenggara.
Perjalanan berat untuk memburu Kahar terus dilakukan dilakukan personel Yon 330 Kostrad dengan cara menempuh sungai, laut dan hutan.
Sampai di daerah Kolaka pasukan kesasar karena kompas tak berfungsi. Kondisi diperburuk dengan tumbangnya satu per satu prajurit akibat kelelahan dan tekanan psikologis.
Danton segera mengambil langkah penyelamatan. Setelah ditemukan jalan, beberapa prajurit yang sakit segera dipulangkan. Saat itu pasukan yang tersisa tinggal 19 orang.