Helmy Yahya, dari Enggan hingga Tertantang Memajukan TVRI
Helmy Yahya sebenarnya enggan memimpin TVRI. Namun,karena seseorang, ia bersemangat memperbaiki televisi milik negara yang di nomor buncit.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Sigit Sugiharto
TRIBUNMANADO.CO.ID - Mantan Dirut Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Helmy Yahya mengaku sebenarnya enggan menjadi pucuk pimpinan di televisi milik negara.
Helmy Yahya terpilih menjadi Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik TVRI periode 2017-2022.
Presenter televisi ini dipilih berdasarkan hasil sidang Dewan Pengawas LPP TVRI pada 24 November 2017 setelah menjalani uji kepatutan dan kelayakan.
Pada 17 Januari 2019, Helmy dipecat bersadarkan keputusan dewan pengawas LPP TVRI.
Dalam rapat bersama Komisi I DPR RI, Selasa (28/1), Helmy mengaku tak menyesalkan keputusan Dewas TVRI yang memberhentikannya dari jabatan Direktur Utama LPP TVRI.
• Sosok Helmy Yahya, Eks Dirut TVRI yang Dipecat, Punya Lembaga Kursus Broadcasting di 3 Kota Besar
Baginya, memimpin LPP TVRI selama 2 tahun 47 hari dan 5 tahun masa kerja menjadi pengalaman terbaik dalam hidupnya.
"Pengalaman hidup yang sangat luar biasa. Saya pikir saya dan 5 direksi yang lain dengan soliditas dan integritas
yang tinggi sudah melakukan hal-hal yang sangat membanggakan, yakni membuat publik di Indonesia kembali
menonton TVRI dan kami betul-betul ikut aturan," kata Helmy Yahya.
Helmy kemudian mengenang kembali saat berdiskusi dengan kakaknya, Tantowi Yahya, yang pernah menjadi
pimpinan di komisi I DPR RI.
• Tantowi Yahya Buka Suara Soal Pemecatan Helmy Yahya dari Dirut TVRI: Stay Strong My Brother!
Helmy mengatakan, kala itu Tantowi Yahya melarangnya menjadi Dirut LPP TVRI dengan mengatakan, "Ngapain
kamu ngurusin TVRI? Berat, sulit sekali." Mendengar ucapan tersebut, kala itu Helmy pun menurut.
"Saya ikuti (saran) dia (Tantowi Yahya) karena saya seorang adik yang sangat penurut. Beliau adalah idola bagi
saya, tapi ada godaan lebih besar," ungkap Helmy Yahya.
Godaan lebih besar yang dikatakan Helmy Yahya berwujud kedatangan seseorang yang akhirnya memantapkan
hati dan pikirannya untuk kembali masuk ke dunia pertelevisian.
Helmy sendiri mengakui belajar tentang industri kreatif selama 10 tahun di TVRI.
• Helmy Yahya Dicopot dari Dirut TVRI, Glenn Fredly Kecewa: Kerugian Besar Bagi TVRI
Helmy tidak pernah berpikir akan kembali ke ranah media televisi, apalagi mengurus TVRI.
Namun, usai berunding dengan istrinya Helmy pun memantapkan pilihan dan pertama kali dalam hidup Helmy,
ia melawan larangan dari sang kakak dan maju menjadi Direktur Utama LPP TVRI.
"Akhirnya saya putuskan lanjut mencoba masuk menjadi Dirut (LPP TVRI) dan Alhamdulillah saya mendapatkan
amanah pada tanggal 29 November 2017," ujarnya.
"Waktu itu luar biasa kondisinya, betul kata kakak saya, inilah kondisi TVRI beberapa tahun yang lalu.
Usia SDM tidak ideal, 4.800 karyawan kami, 72 persen itu usianya nonmilenial alias kolonial.
Di atas 40 tahun, yang milenial itu hanya sekitar 20 persen," ungkap Helmy Yahya.
Temuan Helmy, begitu menjabat Dirut LPP TVRI, tersebut dinilainya tentu sangat tidak ideal khususnya untuk
sebuah kantor media, lembaga yang bergerak dalam industri kreatif.
Lebih lagi, diungkapkan Helmy Yahya, kala itu rating dan share TVRI berada di posisi juru kunci.
"Dari 15, kami nomor 15, logonya pun jadul kata orang. Peralatannya tersulit, anggarannya kecil, tunjangan
kinerja belum turun, bagaimana memotivasi orang untuk bekerja dengan kondisi seperti ini?
Anggaran kami kecil sekali, di bawah RRI, di bawah 1 triliun dan harus bersaing dengan tv lain yang budgetnya 3-
4 kali lipat di atas kami," kata Helmy.
Kemudian, di awal menjabat, Helmy pun harus berhadapan dengan kedatangan era digitalisasi yang terus menggerus keberadaan TVRI sebagai lembaga penyiaran publik.
Tak hanya itu, ditemukan Helmy bahwa pengelolaan keuangan TVRI kala itu mengalami tiga kali disclaimer
berturut-turut alias hatrick.
Namun demikian, melihat banyaknya hal yang perlu diperbaiki di badan TVRI, bagi Helmy justru menjadikan hal
tersebut sebagai tantangan dan ia pun bersyukur dipilihkan direksi yang dikatakannya demikian luar biasa
dalam memberikan dukungan.
Sebagian di dalam direksi TVRI dikatakan Helmy merupakan orang yang telah dikenalnya dengan baik.
Dua orang di antaranya sangat akrab dengan Helmy dan pernah bekerja sama, mereka adalah Ahmi Jaya Putra dan Isman Rahmanto.
Helmy pun minta keduanya untuk mengabdi kepada negara dengan bekerja di TVRI, sekalipun keduanya kala itu
sedang bekerja di lembaga media asing dengan gaji fantasi.
"Keduanya orang yang sangat lurus, akuntan bisa juga auditor. Alhamdulillah kami sangat kompak, penuh
dengan integritas, egaliter, turun langsung dan memberikan contoh langsung kepada semua pegawai TVRI,"
ungkap Helmy Yahya.
Merombak TVRI, Helmy bergegas membagikan KPI kepada jajaran direksinya.
Ia pun turut melakukan reformasi birokrasi, yang menurutnya harus segera dilakukan.
Helmy mengatakan, itu merupakan tugas dan fungsi pokok seorang direktur umum, di mana ia memulai
reformasi birokrasi dalam rangka mengejar tunjangan kinerja karyawan (tunkin).
"TVRI itu satu-satunya lembaga yang PNS itu belum menerima tunkin.
Kemarin ada berita gembira, 30 Desember sudah ditandatangani PP setelah kami kejar hampir dua tahun,
walaupun untuk mencarikan kita perlu juga agak berkeringat, itu menjadi PR," tuturnya.
Tak hanya itu, setelah Helmy merombak total badan TVRI, mulai dari melakukan penertiban dalam keuangan,
menjadi disiplin yang mana tidak boleh lagi ada karyawan TVRI masuk dan tidak masuk sembarangan serta
menegakkan zona integritas, mereka mendapat skor 47 persen di KPI.
"Dan Alhamdulillah pada 30 Desember 2019 lalu, sekali lagi, reformasi birokrasi kami berhasil dengan
ditandatanganinya PP tunkin untuk karyawan TVRI," kata Helmy Yahya.
"Dua tahun lalu teman-teman BPK bicara kepada saya, di TVRI itu ada 200 kamera hilang, 200 laptop hilang, dan
beberapa bulan lalu TVRI mendapatkan penghargaan yang disebut BUMN award, penghargaan untuk
pengelolaan barang milik negara terbaik nomor dua," kata Helmy.
Menurutnya, dalam merombak TVRI, pihaknya sudah melakukan upaya yang sangat keras.
Maka itu, untuk mempertahankan capaian tersebut Helmy kerap mengimbau jajarannya agar terus memperbaiki
tata kelola keuangan agar tidak terjadi lagi disclaimer.
Helmy mengatakan, sebuah lembaga yang mengalami disclaimer menunjukkan bahwa pengelolaan
keuangannya tidak baik, pengelolaan barang milik negara di dalam lembaga tersebut juga tidak baik serta
internal kontrolnya tidak bisa diandalkan.
Maka itu, pembenahan yang dilakukan Helmy adalah dengan menerapkan cash lesssystem, di mana tidak ada
lagi transaksi yang boleh langsung dibayarkan secara cash.
"Cash less system menunjukkan detail nama, identitas pengirim. Itu yang kita lakukan dan Alhamdulillah pada
tahun 2018 laporan keuangan kami adalah sudah Wajar Tanpa Pengecualian. Semoga kami bisa pertahankan di
2019," ujarnya.
Kemudian, karena televisi itu produknya adalah konten, Helmy pun turut melakukan perbaikan pada konten
yang ditayangkan di TVRI.
Bahkan, menurut keterangan Helmy, nilai rating dan share TVRI selama ini berada di nomor buncit alias juru
kunci lantaran karyawannya tidak terbiasa berkompetisi.
"Yang kami ingin sampaikan, pegawai TVRI itu bertahun-tahun mungkin tidak terbiasa untuk kompetitif. Makanya
rating dan share di nomor buncit. Saya bersama direksi turun ke bawah, mengajarkan banyak hal yang kami
lakukan di luar," katanya.
"Baik cara mengedit, cara mengarahkan kamera dan cara membuat proposal dan judul, kami turun langsung ke
bawah, bicara langsung dengan mereka, makan bersama duduk bersama, buang pakaian kebesaran, dan dari
program TVRI yang dulu tidak ditonton orang, saya mohon ijin untuk mempersembahkan program terbaik kami,
memenangkan piala presiden, jelajah kopi," ujarnya.
(tribun network/genik)
