Kisah Klenteng Kwan Im Berisi Waruga di Minahasa, Ada Pengunjung Cina Setelah Dapat Petunjuk Gaib
Klenteng biasanya berdiri di daerah pecinan. Tapi Klenteng Dewi Kwan Im ini berdiri di daerah pedalaman Minahasa.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Aldi Ponge
MANADOTRIBUN.CO.ID - Kisah Klenteng Kwan Im yang berisi Waruga atau kubur leluhur suku Minahasa
Klenteng biasanya berdiri di daerah pecinan. Tapi Klenteng Dewi Kwan Im ini berdiri di daerah pedalaman Minahasa.
Tepatnya di Desa Palamba, Kecamatan Langowan Selatan.
Daerah ini mayoritas penduduknya bersuku Minahasa dan beragama Kristen.
Lebih mengherankan lagi, dalam Klenteng terdapat Waruga Toar dan Lumimuut.
Toar dan Lumimuut dikenal sebagai leluhur suku Minahasa.
Apakah itu pertanda leluhur suku Minahasa berasal dari Cina?
Apakah itu bisa menjelaskan kemiripan ciri fisik orang Minahasa dan Cina ?.
Didorong oleh rasa penasaran, Tribun Manado mengunjungi klenteng tersebut beberapa waktu lalu.
Berangkat dari pusat kota Langowan, perjalanan menuju ke Palamba sungguh tak mudah. Jalannya rusak parah.
Melewati sebuah kompleks pekuburan yang saking panjangnya mirip kampung saja, bulu kuduk meremang.
Konon warga desa setempat dulunya takut keluar rumah di tiga malam kematian, siapapun yang meninggal. Waruga dan Klenteng itu letaknya memencil.
Tribun disambut Teni Sumual dan istrinya. Tenni adalah penjaga waruga. Sedang sang istri Heni Tarumingi, juru kunci klenteng tersebut.
Waruga tersebut dipagari dengan pagar besi yang kala itu terbuka.
Dari luar tampak waruga berukuran besar dengan guratan motif manusia pada bagian atasnya.
Tak jauh dari situ, terdapat klenteng. Bangunan klenteng mirip rumah biasa.
Arsitektur khas klenteng berupa atap melengkung dan hiasan naga dan macan tak nampak.
Sambil nyeruput kopi dan hidangan, Tribun bercakap - cakap dengan Tenny perihal keberadaan waruga dan klenteng itu.
Cerita yang beredar, arca Dewi kwan Im muncul secara gaib di saat ritual di waruga tersebut.
Kemudian muncul pesan jika sebuah klenteng musti dibangun di samping waruga.
Tribun mengonfirmasi cerita itu pada Tenny. Jawabannya bersayap. Misteri justru kian menebal.
"Mengapa Klenteng tersebut berdiri di sini, hal itu adalah bagian dari abstraksi budaya yang sukar dijelaskan," kata Tenny.
Tenny mengatakan, bangunan Klenteng dibangun puluhan tahun lalu oleh sejumlah donatur.
Bersamaan dengan itu, Majelis Buddhayana dari Sulut, Gorontalo serta Surabaya datang berkunjung.
"Kini akan dibangun bangunan Klenteng baru samping bangunan yang lama, arca Dewi Kwan Im untuk sementara ditaruh di suatu ruangan di bangunan Klenteng yang lama," kata dia.
Tribun dipersilahkan menyaksikan Waruga dari dekat.
Saat hendak minta izin masuk Klenteng, Heni menatap Tribun dengan tajam.
Matanya tak berkedip. Sorotnya menembus hati. Tak bisa sembarangan melihat arca itu, apalagi memotretnya.
Pada akhirnya Tribun diizinkan masuk setelah membeber maksud hanya ingin membuat tulisan.
Arca tersebut berwarna putih, terbuat dari batu giok.
Di bawah Arca itu, ada dua Arca milik Hok Tek Ceng Sin dan Sun Go Kong.
Hok Tek Ceng Sin dikenal sebagai Dewa Bumi sementara Sun Go Kong adalah Dewa Perang yang masyur dalam kisah perjalanan ke barat mencari kitab suci.
Sekeliling arca terdapat barang - barang sembahyang seperti yang sering ditemui di Klenteng.
Lagu penyembahan Dewi Kwan Im yang diputar membuat suasana sore itu terasa syahdu.
Sejumlah asesoris Dewi Kwan Im nampak di sekeliling ruangan tersebut.
Dikatakan Tenny, beberapa pengunjung mengaku mendapat petunjuk gaib dari sang Dewi untuk datang berkunjung.
"Mereka datang mengikuti petunjuk, ada yang datang dari luar daerah, bahkan ada yang dari Cina," kata dia.
Ada pula pengunjung yang datang untuk meminta kesembuhan serta mencari rezeki.
Sebut dia, beberapa pengunjung datang khusus untuk beroleh anak.
Dewi Kwan Im dalam kepercayaan Tionghoa dikenal sebagai Dewi welas asih yang dipercaya bisa memberi keturunan.
"Ada yang benar - benar memperolehnya," kata dia.
Teori bahwa nenek moyang suku Minahasa berasal dari Tiongkok menguat dengan beradanya Klenteng itu samping waruga Toar dan Lumimuut.
Tenny memberi jawaban dengan mengemukakan tiga versi terkait asal usul suku Minahasa.
"Versi pertama yakni nenek moyang orang Minahasa berasal dari Deutro Mongoloid, versi kedua berasal dari Jepang, versi ketiga berasal dari Minahasa sendiri, kalau saya lebih condong pada versi ketiga," ujar dia.
Alasannya condong pada versi ketiga karena versi Deutro Mongoloid yang menyebut nenek moyang Minahasa adalah seorang Panglima Kerajaan di Cina yang selingkuh dengan selir terasa mesum.
Versi Minahasa menyebut nenek moyang Minahasa adalah Karema yakni utusan surgawi, yang diangkat ke khayangan setelah menurunkan Toar dan Lumimuut.
"Jadi suci karena disebut utusan surgawi, itu sama dengan arti waruga yakni wa adalah aku dan ruga adalah surga, jadi aku surga," kata dia.
Sebut dia, seperti lazimnya Klenteng, hari besar seperti Imlek dan Cap Go Meh kerap dilaksanakan di sana. Pelakonnya berasal dari sejumlah daerah.
"Masyarakat di sekitar sini menghargai perbedaan budaya, bahkan mereka bangga dengan keberadaan Klenteng ini di desanya," kata dia.
Lepas dari misteri di baliknya, sebut dia, Klenteng tersebut adalah bukti dari begitu beragamnya kebudayaan di Minahasa.
Tenny dan istrinya, punya tugas maha berat, merawat peninggalan budaya tersebut di tengah degradasi budaya yang menggejala di masyarakat.