Perairan Natuna
Siaga Amankan Laut Natuna, 5 KRI dan 600 Prajurit TNI Siap Tempur, Operasi 3 Angkatan Militer LUD
Ada 600 personel TNI dan lima unit kapal perang yang ikut dalam apel pengamanan Laut Natuna ini.
Penulis: Frandi Piring | Editor: Frandi Piring
TRIBUNMANADO.CO.ID - Panglima Komondo Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Yudo Morgono menggelar apel pasukan intensitas operasi rutin TNI di pelabuhan Selat Lampa, Ranai Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Ada 600 personel TNI dan lima unit kapal perang yang ikut dalam apel pengamanan Laut Natuna ini.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, 600 personel TNI yang disiagakan terdiri dari satu Kompi TNI AD Batalyon Komposit 1 Gardapat, satu Kompi gabungan TNI AL terdiri dari personel Lanal Ranai, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta satu Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna).

Yugo menegaskan, pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh kapal ikan asing di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia merupakan ancaman pelanggaran batas wilayah.
"Dan itu perbuatan yang sangat mengancam kedaulatan Indonesia. Untuk itu, TNI wajib melakukan penindakan hukum terhadap pelanggar asing yang telah memasuki wilayah dan kegiatan ilegal berupa penangkapan ikan tanpa izin di Indonesia," kata Yudo, Sabtu (4/1/2020).
Bahkan mulai 1 Januari 2020, telah didelegasikan tugas dan wewenang kepada Pangkogabwilhan I untuk menggelar operasi menjaga wilayah Indonesia dari pelanggar asing.
"Operasi ini dilaksanakan oleh TNI dari seluruh unsur, mulai dari laut, udara dan darat," jelasnya.

Lebih jauh Yudo mengatakan kepada seluruh prajurit TNI yang terbagi dari angkatan Laut, Udara dan Darat (LUD) untuk memahami aturan-aturan yang berlaku, baik hukum laut internasional maupun hukum nasional di wilayah laut Indonesia.
Selain itu seluruh prajurit wajib menindak secara terukur dan profesional sehingga tidak mengganggu hubungan negara tetangga yang sudah terjalin dengan baik.
"Yang terpenting gunakan role of engagement yang sudah dipakai dalam kegiatan sehari-hari," pungkasnya.
Klaim Sepihak Cina atas Perairan Natuna
Sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Kapal China masuk di ZEE Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) fishing.
Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD masih menunggu perkembangan terkait klaim historis Cina atas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Perairan Natuna, Kepulauan Riau beberapa waktu lalu.

Mahfud MD mengatakan, Kementerian Luar Negeri telah menyampaikan nota protes atas masuknya nelayan-nelayan Cina ke Perairan Natuna di Kepulauan Riau tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, kembali menegaskan penolakannya atas klaim historis Cina di zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) yang terletak dekat perairan Kepulauan Natuna, Provinsi Riau.
Penolakan tersebut disampaikan sehari setelah Kementerian Luar Negeri Cina mengaku memiliki kedaulatan atas wilayah perairan di dekat Kepulauan Nansha atau Kepulauan Spratly yang berbatasan langsung dengan Laut Natuna.
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan klaim RRT atau Cina tidak berdasar.
"Klaim historis RRT atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982," jelas Kementerian Luar Negeri pada Rabu (1/1/2020).
Secara kronologi waktu, kapan kapal-kapal ini masuk ke wilayah Indonesia?
Melansir Kompas TV, Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksmana Madya Achmad Taufiqoerrochman menyebutkan, Bakamla mengetahui hal ini dari kerja sama regional yang dilakukan pada 10 Desember 2019.
"Di dunia ini akan ada pergerakan memang, kapal-kapal fishing fleet-nya dari utara ke selatan yang kemungkinan masuk ke kita,. Maka, kami kerahkan kapal-kapal kita ke sana," kata Taufiq.
Diperkirakan, kapal-kapal tersebut akan masuk ke perairan Indonesia pada 17 Desmber 2019.
Ternyata, kapal-kapal asing masuk dua hari setelah perkiraan, yaitu 19 Desember 2019.
Kemudian, Bakamla melakukan upaya pengusiran.
"Kami temukan, kami usir. Jadi kami sampaikan, ini peraturan kita dan sebagainya. Mereka keluar. Tapi tanggal 24 (Desember) dia kembali lagi dengan perbuatan, kami tetap hadir di sana," ujar dia.
"Ini sudah kami koordinasikan ke Kemenko Polhukam, Kementerian Luar Negeri, karena walaupun bagaimana tentunya kita harus melakukan suatu kegiatan yang ada orkestrastif, dari segi diplomasi ada di Kementerian Luar Negari, kami laporkan, sudah sampai ke Presiden," lanjut dia
Nota protes
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), melalui keterangan resmi yang dikutip dari situs Kemenlu, mengaku telah mendapat laporan dari Bakamla dan telah memanggil Duta Besar China yang ada di Jakarta.
Cara diplomatis ini ditempuh agar hubungan baik kedua negara tetap terjaga.
"Ada laporan awal dari Bakamla yang kemudian diverifikasi dalam rapat interkem yang diadakan di Kemlu kemarin siang. Dalam pertemuan kemarin, Dubes RRT akan menyampaikannya ke Beijing," kata Staf Ahli Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenlu, Teuku Faizasyah, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (31/12/2019).
Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar ZEE Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) fishing.
Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.
"Dari pertemuan di Kemlu tersebut dapat diverifikasi koordinat kapal-kapal nelayan RRT dan coast guard yang memasuki ZEE indonesia," ujar Teuku Faizasyah.
Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.
Artikel ini telah tayang di tribunbatam.id