Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Prihatin Konsumsi Daging Anjing di Yogyakarta, Anggota Parlemen Eropa Bertemu Pemerintah Provinsi

Sambutan baik dari Pemda DIY dan komitmen pemerintah untuk mengatasi masalah ini diapresiasi oleh tim dari Eropa dan organisasi lokal

Editor: Finneke Wolajan
Istimewa
Anggota Parlemen Eropa Bertemu Pemerintah Provinsi DIY 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Konsumsi daging anjing di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah mendapat perhatian dari Anggota Parlemen Eropa.

Mereka di antaranya Sandra Gabrielle yang merupakan representasi dari beberapa Anggota Parlemen Eropa (Member of European Parliament/MEP), yaitu Prof. Dr. Klaus Buchner (MEP), Tilly Metz (MEP) dan Stefan Bernhard Eck (MEP).

Prof. Dr. Klaus Buchner (MEP) tergabung dalam Komite Perdagangan dan Tilly Metz (MEP) dari Komite Pariwisata, keduanya juga merupakan Wakil Ketua dari intergroup Kesejahteraan Hewan dalam Parlemen Eropa, diutus ke Indonesia untuk melihat secara langsung masalah ini.

Anggota Parlemen Eropa Bertemu Pemerintah Provinsi DIY
Anggota Parlemen Eropa Bertemu Pemerintah Provinsi DIY (ISTIMEWA)

Dalam kunjungannya ke DIY, Sandra dan tim diterima oleh Asisten Sekretaris Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana dan juga beberapa orang dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian.

Sambutan baik dari Pemda DIY dan komitmen pemerintah untuk mengatasi masalah ini diapresiasi oleh tim dari Eropa dan organisasi lokal tersebut.

Berbagai upaya edukasi dan sidak ke masyarakat juga akan terus dilakukan pemerintah DIY untuk menghentikan penjualan daging anjing di daerah ini.

Pemerintah pun membuka kerja sama dengan organisasi lokal yang menjadi perwakilan dari organisasi internasional tersebut dalam upaya-upaya edukasi dan prasarana penunjang untuk menyelesaikan masalah perdagangan daging anjing ini.

Tri Saktiyana mengatakan bahwa hampir 100 persen masyarakat DIY sadar bahwa daging anjing bukan bahan pangan yang layak dikonsumsi dan konsumsi daging anjing di DIY hanya dilakukan oleh sekelompok kecil masyarakat yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.

Kegiatan konsumsi daging anjing ini dikarenakan adanya mitos yang berkaitan dengan vitalitas juga terkait dengan penerimaan dalam pergaulan sekelompok kecil masyarakat yang kontra-kultural.

Pemerintah mengakui bahwa sampai saat ini masih kesulitan untuk mengontrol sumber datangnya pasokan daging anjing dari luar daerah, juga anjing-anjing yang masuk ke DIY dengan alasan sebagai anjing peliharaan.

“Akan tetapi Pemerintah DIY akan tetap berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini dan lebih termotivasi lagi karena adanya perhatian dari Eropa kepada DIY, dan kami berterima kasih untuk itu” tandas Tri Saktiyana.

Selain DIY, para aktivis ini juga menghabiskan  beberapa hari kunjungan di Jawa Tengah.

Adapun perdagangan daging anjing di Jawa Tengah terjadi dalam skala yang cukup besar, selain karena luas wilayah yang besar, jumlah anjing yang diperdagangkan pun cukup besar (berkisar antara 13,000-14,200 ekor per bulan; tergantung pasokan).

Kegiatan perdagangan terbesar terjadi di Surakarta dan sekitarnya (Solo Raya), mencapai 75 persen.

Sementara untuk DIY jumlah anjing yang diperdagangkan mencapai 900-1,400 ekor per bulan.

Pasokan anjing didatangkan sebagian besar dari Jawa Barat (70 persen) juga dari Jawa Timur dan Bali (20 presen) serta dari pasokan lokal di Jawa Tengah (10persen).

Anjing-anjing ini kebanyakan adalah anjing terlantar ataupun hasil curian, dari pasar gelap yang ada di Jawa Barat, serta sebagian juga berasal dari pembiak anjing ras yang menjual anjing cacat atau tidak memenuhi kriteria ras yang bagus kepada pedagang daging anjing.

Daging anjing tersebut kebanyakan dikonsumsi oleh masyarakat lokal dan juga sebagian oleh pendatang (bukan turis mancanegara).

Dalam kesempatan ini, Sandra yang juga ditemani oleh Sebastian Margenfeld (Förderverein Animal Hope & Wellness e.V.), Davide Acito (Action Project Animal), Frank Delano Manus dan Nicky Kindangen (AFMI-Indonesia) menyampaikan terima kasih kepada keramah-tamahan masyarakat DIY dan Jawa Tengah yang mencerminkan bahwa DIY dan Jawa Tengah layak menjadi daerah tujuan wisata internasional karena ditunjang juga dengan keindahan alamnya.

Mereka juga menghimau agar masyarakat di kedua daerah ini semakin sadar akan bahayanya mengonsumsi daging anjing karena selain sudah diatur dalam surat edaran resmi pemerintah bahwa daging anjing bukan termasuk bahan pangan, perdagangan dan konsumsi daging anjing juga berpotensi menyebarkan rabies dan berbagai zoonosis lainnya yang berbahaya bagi manusia.

Hal ini tentu dapat berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan ke daerah ini yang juga akan berpengaruh terhadap pendapatan daerah.

Mereka berharap dan mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan DIY bisa secepatnya mengeluarkan aturan resmi yang melarang perdagangan daging anjing di daerah ini berdasarkan Pasal 302 KUHP dan UU No. 18 tahun 2009 juncto UU No. 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved