Sinagoge Tempat Ibadah Yudaisme
Sinagoge di Tondano, Komunitas Yudaisme Aman Beribadah, Dibeli dari Kerabat Keturunan Belanda
Sulawesi Utara benar-benar daerah pluralisme dan aman serta nyaman bagi semua pemeluk agama. Terbukti, Sinagoge tempat ibadah Yahudi
Penulis: Aldi Ponge | Editor: Aswin_Lumintang
TRIBUNMANADO.CO.ID, TONDANO - Sulawesi Utara benar-benar daerah pluralisme dan aman serta nyaman bagi semua pemeluk agama. Terbukti, Sinagoge yakni, tempat ibadah Umat Yahudi pun ada di daerah ini, tepatnya di Kota Tondano, Kabupaten Minahasa.
Seperti yang tampak pada satu pagi di Sinagoge Shaar Hashamayim di Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara yang kembali menjalankan aktivitas ibadahnya. Dua mobil berisi rombongan berpakaian putih parkir di halaman sinagoge tersebut.

Rombongan yang datang dari Kota Manado itu hendak melaksanakan ibadah di hari Sabat. Ini adalah hari di mana umat Yahudi beristirahat, meninggalkan pekerjaan mereka, dan fokus melaksanakan prosesi.
Ibadah dimulai pukul 10.00 WITA. Sebelum itu, jemaah yang hadir bergotong royong membersihkan ruang utama Sinagoge yang kira-kira berukuran 7x7 meter. Karena hanya dikunjungi seminggu sekali, wajar apabila rumah ibadah ini agak berdebu
Pagi itu, tujuh pria dan dua wanita dewasa beribadah di sana. Ada juga dua anak-anak yang turut diajak oleh salah seorang keluarga yang hadir.
• Resep Kue Kering Mixfruit Jahe, Inspirasi Hidangan Natal yang Mudah dan Wajib Dicoba
• Arseyla Wuisan Nilai Peningkatan Kualitas SDM Penting
• Saat Jokowi Pimpin Solo Listyo Sigit Jabat Kapolresta, Lalu Jadi Ajudan Presiden, Kini Kabareskrim
Satu orang chazan membimbing doa pagi itu di bimah, sebuah mimbar di tengah ruang utama sinagoge. Ialah yang memimpin doa, mengisyaratkan pasal berapa saja yang harus dirapal oleh para jemaah.
“Mazmur 102,” komandonya dari balik bimah yang bercorak 3 buah Bintang Daud. Jemaah pun mengikuti instruksi tersebut dengan bersama-sama merapal kitab doa dalam bahasa Ibrani sepanjang prosesi.
Beberapa jemaah ada yang membaca sambil mengangguk-anggukkan badan dan kepala, ke depan-ke belakang. Di pertengahan prosesi ibadah, ada kalanya tiap jemaah berdiam tak melafal doa secara keras, tapi anggukan badan tetap berlangsung.
Tak lama setelah itu, sang pemimpin doa bertanya, “Seperti biasa, (di sini) laki-laki ada yang sakit? Perempuan ada yang sakit? Ndak ada ya. Baik kita berdoa untuk bangsa dan negara, ya.”
Proses pembacaan doa baru selesai setelah lebih dari satu jam. Kemudian, ibadah dilanjutkan dengan kotbah dan ditutup dengan nyanyian doa. Sisanya, biasanya ada diskusi tentang ajaran-ajaran agama Yudaisme yang dipimpin oleh rabi atau pemuka agama umat Yahudi. Namun karena kebetulan rabi berhalangan hadir, acara siang itu hanya dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan bersama.
Ibadah sakral umat Yahudi hari itu berlangsung khidmat. Masyarakat sekitar sinagoge pun sudah tahu dan maklum rutinitas ritual pekanan di sana. Hubungan warga sekitar dengan umat Yahudi berjalan harmonis.
Yeni Mamengko (67), warga yang tinggal tepat di belakang sinagoge, bahkan pernah dititipi kunci rumah ibadah tersebut antara tahun 2004-2010. Meski berbeda keyakinan, Yeni tidak keberatan. Ia adalah penganut Kristen Protestan.
Dari sini potret kerukunan antarumat beragama tercipta. Tak pernah ada penolakan terhadap sinagoge atau prosesi ibadah di dalamnya dari warga sekitar yang notabene beragama berbeda.
“(Penolakan) kayaknya enggak,” ujarnya semringah. “Kalau mau tahu orang Minahasa itu welcome, mau siapa aja yang datang terserah, selama saya di sini, sepengetahuan saya, enggak pernah (ada penolakan).”
Faktanya, bangunan rumah yang terletak di Kelurahan Rerewokan, Kecamatan Tondano Barat, Kabupaten Minahasa, itu memang sudah berdiri lama sebelum digunakan sebagai sinagoge. Tahun 1990-an saat Yeni pertama kali tinggal di Rerewokan, bangunan di sebelah rumahnya itu sudah ada.
Ada cerita di balik alih fungsi bangunan tersebut sebagai sinagoge. Menurut Rabi Yaakov Baruch, pemimpin jemaah di sinagoge, rumah tersebut dibeli dari kerabatnya yang keturunan Belanda tahun 2004.
“Jadi sejak dibeli tahun 2004 langsung jadi sinagoge sampai sekarang,” kata Yaakov saat diwawancara di rumahnya di Kota Manado. Sebelum itu, Yaakov dan penganut Yudaisme lain harus berpindah-pindah ketika mau beribadah dengan cara menyewa gedung di Kota Manado.
Sinagoge ini pun ramai dikunjungi tamu dari luar kota maupun mancanegara. Puncaknya pada saat gelaran World Ocean Conference berlangsung tahun 2009 di Manado. Di gelaran itu, tamu Yahudi diarahkan ke sinagoge di Tondano untuk beribadah.
“Kemudian pemerintah daerah membantu merenovasi, tahun 2009. Pemda Sulut dan Minahasa, dua-duanya. Itu sampai jalan di depan diaspal licin karena (ada sinagoge) itu,” terang Yaakov.
Sinagoge di Tondano itu menjadi satu-satunya rumah ibadah penganut Yudaisme yang eksis di Indonesia. Sebelumnya, menurut Yaakov, sinagoge lain pernah ada di Jalan Garuda, Kota Manado, namun hancur dibom Jepang tahun 1940-an. Satu lagi juga pernah ada di Surabaya.
Di sinagoge Tondano, umat Yahudi Sulawesi Utara membuktikan eksistensinya. Meskipun sebenarnya, hanya beberapa saja yang secara rutin ikut menghidupkan prosesi ibadah di sana.
“Kalau yang aktif (ibadah) kalau keluarga Yahudi hanya 3 atau 4 keluarga, keluarga Ezekiel, Bollegraf, keluarga Ishak, tapi banyak yang menyembunyikan diri udah enggak mau tahu,” kata Rabi berumur 38 tahun ini.
Yaakov tak tahu pasti jumlah keseluruhan umat Yahudi yang ada di Manado, Sulawesi Utara, atau Indonesia secara umum. Dia mengaku kesulitan untuk mendatanya.
“Ya, karena di samping ada yang udah enggak aktif, ada juga yang baru, ada yang ngaku-ngaku, jadi belum bisa didapat data yang (valid),” tutur pria yang juga punya hobi memotret ini.
Satu yang bisa dipastikan Yaakov yakni, jumlah Yahudi yang tergabung di Komunitas Yahudi Indonesia. Dia merupakan salah satu anggota komunitas tersebut. Yaakov menyebut kurang lebih 20 orang Yahudi tergabung di dalamnya.
“Opa-opa kami udah (bikin) komunitas itu dari zaman Belanda, jadi didirikan dari zaman 1700-an terus jalan terus. Ini sudah tinggal cucu-cucunya sekarang (anggotanya). Saya yang paling muda, yang lain sisa sudah opa-opa, oma-oma,” ucap Yaakov.

Jejak keturunan Yahudi memang sudah ada di Sulawesi Utara tahun 1600-an. Menurut Yaakov, Yahudi yang datang berasal dari dua kelompok, yakni Eropa dan Timur Tengah. Dari Eropa, sebagian besar datang dari Belanda yang masih merupakan leluhur Yaakov.
“Kira-kira sekitar 20 tahun lalu itu saya mulai memutuskan mendalami latar belakang keyahudian di keluarga saya sampai saya harus pergi mencari informasi jauh-jauh ke Eropa sampai ke Israel,” kata Yaakov.
Tahun 2006, Yaakov membuktikan keseriusannya dengan belajar dasar-dasar Yudaisme di sebuah Yeshiva, sekolah agama Yudaisme, di Singapura. Tahun 2009, ia kembali memperdalam ilmunya ke Yeshiva di Israel dan Amerika sampai tahun 2016.
Pendidikan di Yeshiva ini penting bagi mereka para pemeluk Yudaisme. Maka, tak heran bila selama ini Yaakov memikirkan cara agar keturunan dan komunitasnya bisa mempelajari Yahudi di negara yang tak ada Yeshiva seperti Indonesia.
“Usaha saya selama ini, sih, mengumpulkan beberapa literatur yang ada, kita taruh di sinagoge di belakang, lalu coba mengajarkan kepada sesama kita yang ada. Pola mengajar yang saya dapat di Yeshiva,” kata dia.
Eksistensi Yahudi di Sulawesi Utara ini memang bukan hal baru bagi masyarakat setempat. Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Utara, Pendeta Lucky Rumopa melihat bahwa kondisi mereka aman-aman saja. Dia tak pernah mendengar adanya gesekan antara Yahudi dengan umat beragama lain
“FKUB selalu memandang setiap keyakinan orang itu dihargai, apapun keyakinan itu,” ujar Lucky Rumopa, Ketua FKUB Sulut.
Sebagai seorang pendeta, Lucky bahkan selalu mengimbau jemaahnya agar tak menolak keberadaan rumah-rumah ibadah agama lain.
“Bilamana kita warga gereja, kalau misalnya kita merasa terusik ada pembangunan tempat ibadah yang lain berarti iman kita lemah. Itu prinsip saya. Maka itu, kita welcome,” ucapnya.
Hal senada pun disampaikan oleh Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, Saefudin. Meski agama Yudaisme bukan merupakan agama yang resmi di Indonesia, dia mengatakan bahwa penganutnya wajib dilindungi.
“Jadi memang semua agama memiliki hak untuk hidup di (Indonesia) sini, di bumi Nusantara ini,” katanya belum lama ini. “Ya, orang Yahudi di Indonesia, yang beragama Yahudi dipersilakan untuk menjalankan hak-haknya, untuk beragama sesuai keyakinan mereka itu.”
Sinagoge Berdiri Kokoh di Tondano
YAHUDI merupakan salah satu suku dan agama yang terkenal di Israel. Namun, Keberadaan mereka nyaris menguasai dunia. Bahkan keputusan negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat selalu disangkutpautkan dengan bangsa Yahudi.

Keberadaan mereka sudah ribuan tahun, kendati dibuang bahkan ditumpas zaman Hitler namun mereka tetap ada bahkan membangun negera Israel baru di jazirah Arab.
Israel selalu diidentikan dengan Yahudi.
Padahal tak semua warga Israel adalah Yahudi. Kendati banyak membenci namun tak bisa dipungkiri kehebatan Yahudi.
Sejarah diaspora bangsa Yahudi tercatat dalam sejarah dan Alkitab. Banyak alasan yang melatarbelakangi hingga Bangsa Yahudi tersebar ke seluruh dunia bahkan Indonesia.
Diantaranya, ketika Yerusalem diserang oleh kerajaan Romawi pada tahun 70 Masehi.
Selain itu, kebjikan Paus yang menyingkirkan orang tak percaya Yesus pada era 1.000 Masehi.
Seperti misalnya pada 70 M. orang Yahudi berdiaspora karena dan menghancurkan kuil Solomon untuk kedua kalinya.
Itulah banyak orang Yahudi tersebar ke Mesir, Asia dan Amerika.
Imigrasi Yahudi terbesar ke Indonesia dizZaman penjajahan Belanda.
Banyak orang Yahudi yang kemudian menyebar ke Mesir, Turki, Asia, hingga Amerika.
Dikutip dalam An Obscure History yang ditulis oleh sejarawan Rotem Kowner, orang Yahudi datang ke Indonesia awalnya ke Sumatera dan Jawa sebagai individu.
Namun Bangsa Yahudi mulai menyingkir dari Indonesia di zaman Jepang. Kendati begitu, ada juga tetap menetap di Indonesia.
Dilasir dari intisari Online, dalam buku Menelusuri Komunitas Yahudi di Indonesia (2013), Harahap Thigor Anugrah mengungkap identitas beberapa orang Yahudi di Indonesia.
Misalnya sepasang suami istri Leah dan Abraham Zahavi yang menjaga sinagog sisa komunitas Yahudi di Surabaya.
Selain itu ada juga ada Yakov Baruch yang tinggal di Manado, Sulawesi Utara.
Yaakov Baruch dalam doa di sebuah sinagoga di Tondano (Hindustan Times)
Yakov Baruch pun mendirikan sebuah sinagog di daerah Manado dengan nama Ohel Yaakov Synagogue.
The United Indonesian Jewish Community yang beranggotakan beragam keturunan Yahudi dari berbagai daerah terbentuk pada 2009.
Mereka berasal dari Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali hingga Maluku.
Baca: Dari Manakah Asal-usul Orang Yahudi Ashkenazi Sebenarnya?
Baca: Saat Terjadi Holocaust di Perang Dunia II, Ada Warga Yahudi Bergabung dengan Pasukan Nazi
Pengurus Masjid dan Rabbi Masih Saudara di Manado
Suatu ketika diawal tahun ini Tribunmanado.co.id menyambangi kediaman Udin Tapi Satu di kelurahan Teling Atas, Manado,.
Udin mengenal dekat Yobbi Ensel yang adalah Rabbi komunitas Yahudi di tempat itu.
"Oh Rabbi Yobbi, dia tinggal dekat sini," kata dia sambil menunjuk sebuah rumah di bawah pohon mangga yang berjarak sekira 10 meter dari situ.
Yobbi pun menyebut Rabbi tersebut masih saudara dengannya.
Sebut dia, tidak ada diksriminasi terhadap Yobbi.
"Kami semua disini, Muslim, Kristen dan Yahudi hidup dengan damai," kata dia.
Dikatakannya, Yobbi sering pesiar ke rumah penduduk sekitar yang umumnya beragama Muslim saat idul fitri.
Seingatnya, pernah Yobbi membawakannya minuman saat hari raya, sebagaimana tradisi warga Manado yang berbeda agama.
"Saya juga sering diundang ke rumahnya saat ada acara mereka," kata dia.
Menurut dia, umat Muslim di sekitar tempat itu berjumlah 200 - an kepala keluarga.
Mereka beribadah di Masjid Al Falah yang hanya berjarak sekira 30 meter dari rumah Rabbi Yobbi.
Udin mengaku sebagai pengurus Mesjid tersebut.
"Tak jauh dari sini ada Gereja GMIM Yohanes, semua hidup rukun dan damai," kata dia.
Tribun kemudian menuju ke rumah Yobbi.
Warna Yahudi sangat kental di rumah semi permanen itu.
Di pelatarannya, nampak kaki dian yaitu tujuh pelita pertanda kehadiran Yahwe. Kaki dian itu disebut Menorah.
Baca: Tuai Kontroversi, Bagaimana Ritual Penebusan Dosa Para Yahudi Ortodoks Ini?
Baca: Kabbalah, Kitab Mistisisme Yahudi yang Ramai Diperbincangkan, Menyinggung Asal-Usul Setan
Monumen Menorah terbesar di dunia terdapat di Minahasa Utara, sering disebut Kaki Dian dan menjadi objek wisata andalan Minut.
Memasuki bagian dalam rumah, pandangan langsung tertumbuk pada sebuah lambang bintang David yang menempel pada dinding bagian selatan.
Sebuah kain berwarna putih tergeletak begitu saja di atas kursi tamu.
Pada pojok ruangan terdapat sebuah benda berbentuk kotak yang ditutupi kain berwarna merah.
Terukir gambar dua loh batu seperti sepuluh perintah Allah pada kepercayaan Kristen di kain merah tersebut.
Di depan benda itu terdapat sebuah meja dengan taplak berwarna merah pula. Ternyata Yobbi tidak ada di rumah.
"Papa sedang bekerja sebagai pengemudi ojek daring," kata seorang anak remaja Yobbi.
Remaja pria ini sudah mengenakan seragam SMP. Hari itu ia akan menjalani tes UNBK.
"Rencana papa akan jemput saya," kata dia.
Ia mengaku semua temannya tahu ia beragama Yahudi. "Semua terima, kami bersahabat dengan baik," kata dia.
Namun ia mengaku lebih sering menuliskan Kristen pada kolom agama. Sebut dia, ibadah di rumah itu berlangsung Sabtu.
Dulunya banyak umat Yahudi beribadah di sana. "Kini sudah sedikit," beber dia.
Tak lama kemudian Yobbi datang dengan sepeda motor. Ia memakai baju hijau khas perusahaan daring.
Wajahnya mirip dengan Udin. "Wah saya mau antar anak dulu, kita janjian saja ya," kata dia ketika Tribunmanado.co.id menjelaskan maksud kedatangan.
Ia nampak buru buru dan ada penyesalan di raut wajahnya. "Semua tahu saya Yahudi, dan kami hidup dengan damai," kata dia.
Yakov Baruch (New Straits Times)
Keluarga Berdarah Yahudi di Manado Saling Kenal
Rabbi Yaakov Baruch, mengatakan, komunitas Yahudi di Sulut beribadah di Sinagog yang ada di Tondano.
Menurut lulusan institut agama Yahudi di Yerusalem ini, semua keluarga berdarah Yahudi di Kota Manado dan Indonesia saling mengenal dan mengetahui serta memiliki nasab keturunan yang jelas dengan adanya pembuktian surat silsilah.
Yahudi yang ada di Manado menurutnya tidaklah banyak khususnya yang beragama Yahudi.
"Saya ingin menjelaskan bahwa semua keluarga Yahudi yang ada di Manado saling mengenal dan mengetahui, kami tahu mana marga Yahudi dan mana yang bukan, jumlahnya pun tidak banyak. Yang membuat saya bingung adalah, adanya sekelompok orang yang mengaku keturunan Yahudi, beribadah dengan cara agama Yahudi namun tidak jelas dari mana asalnya," ujarnya.
Bangunan Sinagoge berdiri di pusat Kota Tondano. (istimewa)
Sinagoge Berdiri Kokoh di Kota Tondano
Tidak begitu sulit mengitari Tondano untuk mencari lokasi Sinagoge.
Sinagoge itu sekitar 1,5 kilometer dari makam pahlawan nasional Sam Ratulangi di Kelurahan Wawalintouan Tondano Barat.
Sebuah bangunan berwarna merah mencolok dengan arsitektur paling unik di kawasan itu.
Bangunan merah itu adalah sinagoge.
Bentuknya segi enam dengan atap genteng rendah sehingga nyaris menutupi seluruh tembok. Di atas pintu masuk terdapat papan nama bertulisan Shaar Hashamayim Synagogue.
Sinagoge ini berukuran 8x16 meter, berdiri di atas lahan seluas 300 meter persegi
Kompleks ini dikelilingi pagar teralis besi setinggi 1,5 meter. Teralis ini juga dihiasi lambang Bintang Daud tiap jarak setengah meter.
Ada dua gerbang untuk memasuki sinagoge itu. Pintu masuk ke dalam bangunan ini ada di bagian samping.
Dua pintu ini terbuat dari besi bercat hijau terdapat stiker kecil seukuran telunjuk orang dewasa bertulisan Shalom dalam huruf Ibrani dan Latin.