Info Pendidikan
Penjelasan Lengkap Kak Seto soal Usulan Kurikulum Baru, Bukan Sekolah 3 Hari: Ini Ada Salah Persepsi
Sebelumnya heboh Kak Seto usulkan kurikulum baru sekolah hanya 3 hari pada Mendikbud Nadiem Makarim.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Ketua LPAI Seto Mulyadi alias Kak Seto memberikan penjelasan terbaru terkait usulan sekolah hanya tiga hari yang ramai diperbincangkan publik.
Sebelumnya ramai soal usulan sekolah 3 hari dalam seminggu dan 3 jam per hari. Banyak pro kontra yang muncul.
"Ini ada salah persepsi, intinya begini, kita mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional," kata Kak Seto kepada Kompas.com, Kamis (5/12/2019).
Dalam undang-undang tersebut tegas menyatakan jalur pendidikan di Indonesia ada 3, jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.
Kak Seto menyatakan hal itu hanya sebagai pilihan yang nantinya dapat dipilih oleh anak.
Kak Seto mengungkapkan pendidikan formal ialah sekolah pada umumnya dengan waktu enam hari atau 5 hari, sedangkan nonformal adalah seperti kursus mungkin ke bimbel atau dengan homeschooling.
Untuk homeschooling, imbuhnya ada tiga. Yakni homeschooling tunggal itu yang informal dengan belajar sendiri dengan keluarga. Kedua yakni homeschooling majemuk, dua hingga tiga keluarga berhimpun menjadi satu.
"Dan homeschooling komunitas yaitu datang ke sekolah cuma sifatnya nonformal, jadi seminggu bisa tiga kali atau empat kali, per hari juga tidak harus enam jam, bisa tiga jam," terangnya.
Selain itu, ia juga menyarankan untuk anak-anak yang tidak cocok dengan pendidikan formal yang mungkin waktunya sampai sore, hal itu yang tidak bisa dipaksakan dengan sekolah formal.
Standar Nasional Pendidikan
Hal tersebut dikarenakan UU No 20 Tahun 2003 pasal 26 dan 27 dengan tegas menyatakan bahwa jalur pendidikan informal maupun nonformal, diakui setara dengan hasil pendidikan formal pada saat siswa sudah mengikuti evaluasi sesuai dengan standar nasional pendidikan.
"Nah, evaluasi itu juga termasuk UN tapi lengkapnya UNPK Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan atau populernya ujian paket, paket A untuk SD, paket B untruk SMP dan paket C untuk SMA," katanya lagi.
Ia memberi contoh saat anaknya mogok sekolah, hingga akhirnya ia mencari jalan keluar dengan mencoba jalur pendidikan kesetaraan.
"Akhirnya kami bandingkan bahwa mereka yang sekolah 3 kali seminggu, sehari hanya 3 jam itu ternyata efektif sekali dan banyak anak-anak yang berprestasi, baik saat sekolah, ada yang dapat juara olimpiade matematika, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut, terdapat pula sebagaian dari mereka yang saat ini adalah lulusan dari perguruan tinggi bergengsi dalam negeri misalnya UGM, UI, Unhas, ITB, IPB bahkan ada satu yang diterima di Harvard.
"Ini yang salah kaprah jadi seolah-olah semua harus 3 kali seminggu, enggak, ini akhirnya banyak yang ribut juga, banyak yang marah-marah, itu karena pada belum tahu apa yang sebenarnya saya ungkapkan," jelas Kak Seto.
Menurutnya, hanya terdapat satu alasan utama yakni hanya untuk memenuhi hak anak.
Kak Seto juga mengusulkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bahwa terdapat alternatif lain selain sekolah formal.
"Jadi anak boleh memilih karena ini sesuai dengan amanat UU sistem pendidikan nasional. Yang cocok sekolah formal jangan dipaksa HS (homeschooling), yang enggak cocok sekolah formal masih ada jalur yang lebih cocok yakni HS itu tadi. Jadi biarkan anak memilih untuk pilihan sekolahnya," katanya lagi.
Heboh Sekolah 3 Hari Seminggu
Sebelumnya heboh Kak Seto usulkan kurikulum baru sekolah hanya 3 hari pada Mendikbud Nadiem Makarim.
Kak Seto mengatakan sekolah hanya 3 hari saja cukup untuk seorang anak.
Mengapa Kak Seto usulkan sekolah hanya 3 hari?
Usulan Kak Seto bukan tanpa dasar.
Adapun sekolah 3 hari sudah diuji coba selama 13 tahun di homeschooling milik Kak Seto yang ada di Bintaro, Tangerang Selatan.
"Nah kami sudah membuat percobaan sekolah selama 13 tahun ini.
Sekolah seminggu hanya tiga kali. Per hari hanya tiga jam. Tapi lulusannya yang masuk Kedokteran ada di UI, Gajah Mada, dan Undip.
Kemudian USU dan Unhas. ITB IPB ada," kata Kak Seto di Mapolres Metro Jakarta Utara, Rabu (4/12/2019).
Sebagai pembanding, Kak Seto juga memiliki sebuah sekolah formal bernama Mutiara Indonesia Internasional yang bekerja sama dengan Universitas Cambridge di Inggris dan telah berjalan sejak tahun 1982.
Dari kedua sekolah tersebut, homeschooling Kak Seto yang kegiatan belajar mengajarnya hanya 3 hari justru menerbitkan lulusan yang lebih memuaskan.
Menurut Kak Seto, hal itu bisa terjadi lantaran anak-anak merasa senang saat bersekolah.
"Begitu tanya, anak-anak senang enggak sekolah di sini?, Seneng banget pak. Itu yang penting. Kalau zaman now begitu dengar, anak-anak hari ini guru mau rapat. Horeee bebas dari penjara rasanya," tutur Kak Seto.
Kak Seto menjelaskan, di sekolahnya itu proses belajar mengajar dibangun secara efektif dengan memanfaatkan diskusi antar sesama.
PR yang diberikan pun harus memicu kreativitas si anak.
Dengan sedikitnya waktu di sekolah, kata Kak Seto, anak-anak bisa meluangkan waktunya bersama keluarga serta mengembangkan minat dan bakat mereka.
Jadi anak-anak tidak jadi "robot" yang diharuskan menerima setiap pelajaran yang ada tanpa mempertimbangkan bakat terpendam mereka yang beda antara satu dan lainnya.
"Nah ini yang saya harapkan idenya Mas Menteri baru. Pokoknya gaya (kurikulum) milenial," pungkas Kak Seto.
Aktifkan Gelanggang Remaja
Kak Seto mengatakan, tawuran maut yang terjadi di Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara dipicu letupan emosi anak-anak yang tidak tersalurkan.
Oleh karena itu, menurut dia, Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Utara perlu segera mengaktifkan kembali gelanggang remaja.
"Dulu ada namanya gelanggang remaja, youth center. Mereka ingin main bola, teater, band, nyanyi. Nah itu (sekarang) enggak ada. Akhirnya teriak di jalan. Yang biasanya smash, smash nya pakai celurit," kata Kak Seto di Mapolres Metro Jakarta Utara, Rabu (4/12/2019).
Kak Seto melanjutkan, Pemkot harus berkaca pada zaman DKI Jakarta dipimpin oleh Gubernur Ali Sadikin, di mana gelanggang remaja berperan aktif kala itu.
Gelanggang remaja sejatinya memfasilitasi pelatihan dan kompetisi rutin kegiatan-kegiatan seni budaya dan olahraga.
Sehingga anak-anak dapat menyalurkan minat dan bakat mereka kearah yang positif.
Sementara, saat ini anak-anak justru sangat dibebani oleh kegiatan sekolah yang terfokus pada nilai akademik.
"Apalagi suasana belajarnya kadang-kadang udah dari pagi sampai sore, masih ada les ada ini dan sebagainya. Jadi hak anak tidak tersalurkan dengan cara-cara yang lebih manusiawi," ucap Kak Seto.