Pilkada 2020
KPU Larang Mantan Napi Ikut Pilkada 2020, Ini Tanggapan Pengamat Hukum Unsrat
Mantan narapidana (napi) tidak boleh mengikuti Pilkada sesuai dengan surat keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI
Penulis: Dewangga Ardhiananta | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID - Mantan narapidana (napi) tidak boleh mengikuti Pilkada sesuai dengan surat keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Hal ini mendapat tanggapan dari Pengamat Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Rodrigo Elias.
"Kita negara hukum ya, jadi kalau KPU sebagai penyelenggara pemilu mengeluarkan aturan dan aturan main dalam tata cara pemilihan kepala daerah ya itu harus dipatuhi," kata Rodrigo Elias, pengamat Hukum Unsrat, kepada tribunmanado.co.id melalui sambungan telepon, Kamis (05/12/2019).
"Kan begini, mantan napi, seorang melakukan tindak pidana ya tentunya dia harus membayar dengan hukuman, dan ketika dia hukum setelah menjalankan pidana dia sudah bebas sama sekali dari perbuatan itu," jelasnya.
• Golkar Tak Khawatir Imba Sang Jagoan Pilkada Manado Dieliminasi KPU
"Jadi dia sudah bayar itu dengan hukuman, orang kan nggak bisa dihukum secara terus menerus dan memang secara sanksi moral ya tentunya dia rasakan," tutur Rodrigo.
Tapi secara normatif yang bersangkutan telah menyelesaikan hukuman atau sudah membayar apa yang dia perbuat.
"Begitu nggak ada sanksi-sanksi seumur hidup," tambahnya.
KPU mempunyai otoritas dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang (UU) untuk membuat peraturan sendiri yang sifatnya lebih spesialis.
• AHY Ucapkan Selamat ke Airlangga Hartarto, Terpilih Lagi Sebagai Ketum Golkar, Ini Profil Airlangga
"Tentunya kalau dari tata hukum ya harus tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, kan ini sifatnya peraturan internal," ucap pengamat tersebut.
Peraturan-peraturan yang di bawah itu tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih di atas, kalaupun ada UU di atas yang mengatur menurut aturan sebetulnya ia tidak dapat diberlakukan.
"Karena negara hukum, kita semua berdasarkan hukum, kalau hukum sudah mengatur yang bersangkutan melakukan tindak pidana dan sudah ada putusan yang inkrah serta dia telah menjalani sepenuhnya maka hak-haknya sudah didapat seutuhnya," tuturnya.
"Apalagi ini kan hak-hak politik, tetapi seandainya ada aturan yang melarang ya itu tergantung karena yang membuat aturan apalagi dalam tataran UU itu dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan badan resmi negara untuk membuat UU," tutup Rodrigo Elias.
• Dirut Garuda Dipecat oleh Menteri BUMN karena kasus Penyelundupan Harley dan Sepeda Brompton
• Begini Harga Sepeda yang Disita Anak Buah Sri Mulyani di Atas Pesawat Garuda