FPI Target Jutaan Orang Hadiri Reuni 212, Anies Beri Izin, Polri Belum
FPI targetkan jutaan orang hadiri Reuni 212 di Monas 2 Desember 2019. Gubernur Anies Baswedan izinkan, Polri belum tahu.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Sigit Sugiharto
TRIBUNMANADO.CO.ID - Juru bicara acara Reuni 212, Awit Mashuri, mengatakan semua orang dapat hadir acara Reuni 212 di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada 2 Desember 2019.
"Siapapun boleh hadir," kata Awit, saat dihubungi Tribun, Jumat (22/11).
Menurut dia, panitia tidak memberikan undangan khusus kepada kepala negara, pejabat tinggi negara ataupun tokoh nasional lainnya.
"Panitia tidak mengundang secara khusus kepada siapapun," kata dia.
Dia menjelaskan, acara ini untuk menunjukkan eksistensi dan ajang pemersatu antaranggota.
Dia menegaskan tidak ada muatan politik di acara tersebut.
"(Tujuan acara,-red) Persatuan umat. Menjaga ukhuwah umat," kata Awit.
• Reuni 212, Tak Ada Undangan Khusus Kepada Kepala Negara, Pejabat Tinggi dan Tokoh Nasional
Tokoh Front Pembela Islam (FPI) itu menargetkan jutaan orang hadir di acara itu.
"Semoga berjuta-juta," tambahnya.
Setelah bergulir hampir tiga tahun, apakah PA 212 itu akan membentuk partai politik sebagai wadah penampung aspirasi?
Juru Bicara Acara Reuni 212, Awit Mashuri, mengaku belum memikirkan hal tersebut.
"Belum kepikiran," kata dia.
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) mengklaim sudah mengantongi izin menggelar acara reuni 212 pada 2 Desember 2019 di Monas, Jakarta Pusat.
Ini merupakan gelaran ketiga yang dilakukan PA 212.
• Kepulangan Habib Rizieq Shihab Disambut Pada Munajat Atau Reuni Mujahid 212 Nanti 2 Desember 2019
Acara ini bermula dari aksi unjuk rasa pada 4 November dan 2 Desember 2016.
Aksi unjuk rasa digelar untuk memprotes dan menuntut agar Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dipenjara, karena penistaan agama.
Ahok dianggap menista Islam ketika mengutip surat Al Maidah ayat 51 saat kunjungan ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, September 2016.
Dalam kunjungan itu, Ahok mengimbau masyarakat agar tidak tertipu dengan orang-orang yang menggunakan ayat itu.
Sejak saat itu, Reuni 212 rutin digelar setiap tahun, meskipun Ahok sudah menjalani hukuman penjara usai divonis bersalah oleh pengadilan.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai saat ini masyarakat menginginkan suasana yang damai, sehingga tidak perlu lagi adanya gerakan Reuni 212 di Monas.
• PA 212 Belum Ada Agenda, Turun ke Jalan Menolak Ahok, Terungkap Alasannya
"Harapan kita sudah lah jangan terlalu banyak buat gerakan-gerakan. Toh, kita sudah paham, masyarakat semuanya sudah ingin damai, ingin bekerja dengan tenang," tutur Moeldoko.
Menurut Moeldoko, gerakan yang mengumpulkan banyak orang dengan maksud tertentu, pasti akan mengganggu aktivitas masyarakat, khususnya di lokasi sekitar kumpulnya massa.
"Saya yakin kalau kita lihat masyarakat sekarang sudah happy, suasana tenang, tidak terhambat oleh rintangan mau ke mana aja,
tidak ada hambatan psikologi, tidak ada hambatan fisik dan seterusnya," papar Moeldoko.
Belum Ada Izin
Mabes Polri menyatakan belum menerima surat pemberitahuan terkait rencana Reuni Alumni 212.
Hal itu sekaligus membantah pernyataan dari pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) yang mengklaim sudah mengantongi izin.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Karopenmas Humas Mabes Polri, Brigjen (Pol) Argo Yuwono dalam jumpa pers di salah satu restoran kemarin.
"Reuni 212 nanti di awal Desember sampai saat ini kami belum dapat surat pemberitahuannya," kata Argo.
Yang terpenting, kata dia, masyarakat harus menaati seluruh UU yang berlaku terkait pelaksanaan acara 212.
Dia menyatakan, kegiatan seperti unjuk rasa harus mengikuti aturan.
"Yang terpenting adalah, seluruh kegaiatan masyarakat itu diatur dalam undang-undang.
Termasuk dalam hal menyampaikan pendapat dan sebagainya, termasuk unjuk rasa, itu ada aturannya," ujarnya.
Di sisi lain, ia menyebutkan akan mengkaji surat permintaan izin unjuk rasa itu, seandainya nanti telah mendapat surat pemberitahuan dari pihak panitia alumni 212.
"Nanti kalau sudah ada pemberitahuan harus dianalisa dulu oleh pihak intelejen, termasuk menimbang pengamanananya nanti seperti apa," pungkasnya.
Kasus Sukmawati Soekarnoputri
Anggota Komisi III DPR RI fraksi PPP Arsul Sani menilai tak menutup kemungkinan Reuni Akbar PA 212 pada 2 Desember 2019 nanti akan
memunculkan kasus dugaan penistaan agama oleh Sukmawati Soekarnoputri.
Arsul tidak menafikan kasus Sukmawati akan seperti yang dalami Ahok.
"Di negara demokrasi kan pasti selalu ada hal-hal yang seperti itu.
Nah, ketika kemudian ada, katakanlah video yang beredar secara viral terkait dengan Ibu Sukmawati,
kemudian ada warga masyarakat yang melaporkan.
Itu juga hak hukumnya warga masayarakat yang harus kita hormati," katanya.
Wakil Ketua MPR RI ini meminta pihak kepolisian memproses laporan sejumlah elemen masyarakat
terkait dugaan tindak pidana penistaan agama yang dilakukan oleh Sukmawati Soekarnoputri.
Menurutnya, polisi harus melakukan penyelidikan dan penyidikan secara profesional dan menyeluruh agar masyarakat merasa ada keadilan.
"Menurut saya polisi memproses hukum. Yang namanya memproses hukum itu kan ujungnya
tidak harus juga kemudian proses peradilan juga.
Harus dilakukan penyelidikan dan penyidikan secara profesional juga," ujar Arsul.
Arsul menyebutkan, untuk membuktikan salah atau tidak, polisi memerlukan keterangan saksi ahli seperti kasus Basuki Thahaja Purnama alias Ahok.
"Ya, tinggal kemudian diproses memanggil saksi ahli, saksi ahlinya mengatakan apa, itu penistaan atau bukan.
Kalau bukan penistaan ya dihentikan, ya kalau itu penistaan diproses hukum," katanya.
Anies Beri Izin Reuni 212
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membenarkan pihaknya akan mengizinkan perhelatan Reuni Akbar PA 212 di Monas, Jakarta Pusat pada Senin, 2 Desember 2019.
Soal izin keamanan dan keramaian, ia menyerahkan seluruhnya kepada pihak kepolisian.
"Dari sisi DKI akan memberikan izin dari sisi tempat, adapun untuk keramaian atau keamanan harus dari kepolisian," kata Anies.
Keputusan pemberian izin ini dikeluarkan setelah jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) DKI Jakarta
menggelar musyawarah bersama untuk membahas beberapa kegiatan di bulan Desember.
Musyawarah dilaksanakan pada Selasa (19/11) dengan melibatkan Gubernur, Pangdam Jaya, Kapolda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI, serta Kepala Badan Intelijen Negara Daerah DKI.
Dalam kesempatan itu, Anies bersama jajaran Forkopimda membahas rencana pengajuan izin kegiatan pada tanggal 1 dan 2 Desember 2019.
Dimana pada Minggu (1/12) ada kegiatan terkait Papua, sedangkan Senin (2/12) pengajuan izin Maulid Akbar.
"Tanggal 1 Desember itu terkait Papua dan 2 Desember terkait Maulid Akbar. Nah, dari situ kesimpulannya memang diberikan izin," tutur mantan Mendikbud ini.
"Secara prinsip dari diskusi itu akan dapet izin," tegas Anies lagi.
Dia menjelaskan, Pemprov DKI bersifat pasif. Dijelaskan Anies selaku gubernur, ia tidak bisa mengeluarkan rekomendasi untuk sebuah kegiatan.
Pemprov DKI cuma bisa mengeluarkan izin mengacu pada permintaan yang diajukan oleh pihak penyelenggara.
Keputusan memberikan izin hanya bisa dikeluarkan setelah mempelajari dan meninjau permintaan yang datang.
"Penggunaan Monas, sifat Pemprov adalah pasif. Artinya, ada pihak yang mengajukan untuk meminjam, kemudian Pemprov mereview dan dari situ Pemprov memutuskan apakah meminjamkan atau tidak," jelasnya.
(Tribun Network/igm/mam/sen/gle/dan/wly)